Minggu ke-18 dalam Masa Biasa [B]
4 Agustus 2024
Yohanes 6:24-35

Kita diciptakan sebagai makhluk yang terdiri dari raga dan jiwa. Oleh karena itu, untuk bertahan hidup dan berkembang, tubuh dan jiwa kita harus diberi makan. Memberi makan tubuh kita dengan cepat dilakukan melalui roti, nasi atau makanan fisik lainnya. Namun, bagaimana kita memelihara jiwa kita? ‘Makanan’ seperti apa yang harus kita berikan kepada jiwa kita agar jiwa kita tidak binasa?

Bagi kita umat Katolik, jawabannya sudah jelas. Tubuh Kristus dalam Ekaristi adalah roti surga yang memelihara jiwa kita. Seperti yang dinyatakan oleh Yesus sendiri, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu (Yohanes 6:53).” Namun, tantangan yang sebenarnya adalah bahwa kita sering tergoda, seperti halnya bangsa Israel, untuk memprioritaskan roti duniawi. Berapa banyak dari kita yang memilih untuk tidak ikut Misa Minggu untuk bekerja atau bersantai?

Tantangan lainnya adalah bahwa kita sering mencampuradukkan roti hidup yang sejati dengan roti duniawi. Kita cenderung menyamakan hal-hal rohani dengan hal-hal emosional. Kita lupa bahwa kebutuhan emosional tetap merupakan bagian dari konstitusi tubuh kita. Dengan demikian, kita mengira bahwa kita telah disentuh secara rohani ketika kita merasa terisi secara emosional melalui berbagai pengalaman keagamaan. Harus diakui, menghadiri Misa dan menerima Komuni kudus tidak selalu menjadi pengalaman yang penuh emosi. Ya, beberapa dari kita merasakan sensasi yang luar biasa selama Ekaristi, tetapi banyak dari kita yang mengalami ‘kekeringan’. Misa tampaknya tidak memuaskan kerinduan kita yang terdalam. Tidak heran jika sebagian dari kita mulai mencari pilihan, tempat, atau kegiatan lain yang memberi kita lebih banyak sensasi. Kita memperlakukan kegiatan-kegiatan keagamaan tidak berbeda dengan acara-acara pemuas emosi lainnya.

Tantangan terakhir adalah menukar makanan rohani kita dengan kebutuhan jasmani kita. Kita mencari Yesus agar Dia dapat memenuhi kebutuhan jasmani kita. Kita pergi ke Gereja dan meminta Yesus untuk menyembuhkan penyakit kita, menyelesaikan masalah keuangan kita, atau menyelesaikan masalah keluarga kita. Memang, tidak apa-apa untuk membawa masalah kita kepada Tuhan. Bagaimanapun juga, Dia juga memelihara kita. Namun, terkadang, kita menjadi sibuk dengan masalah-masalah kita dan kemudian melupakan tujuan Ekaristi yang sesungguhnya, yaitu untuk memberi makan jiwa kita. Hal ini seperti orang-orang Yahudi dalam Injil yang ingin menjadikan Yesus sebagai raja karena kebutuhan perut dan politik mereka dan bukan karena roti ilahi.

Jadi, bagaimana kita tahu bahwa jiwa kita bertumbuh melalui roti kehidupan? Jawabannya adalah kasih. Kita tahu bahwa rahmat bekerja di dalam diri kita ketika kita dapat mengasihi lebih banyak dan berkorban lebih besar. Kita menjadi lebih sabar terhadap orang-orang yang sulit di sekitar kita. Kita mengantisipasi kebutuhan orang lain. Kita terus melakukan hal-hal yang baik bahkan tanpa dihargai. Jiwa kita hanya dapat bertumbuh dan melakukan hal-hal besar ketika roti kehidupan terus menerus memberi kita makan.

Surabaya
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP