Rm. Yusuf Dimas Caesario
Ketika Yesus melihat orang banyak yang mengikuti-Nya, hati-Nya tergerak oleh belas kasihan. Ia tahu mereka lapar, tidak hanya secara jasmani tetapi juga secara rohani. Dan di situlah mukjizat memberi makan lima ribu orang terjadi. Namun, mari kita renungkan lebih dalam: apa makna dari mukjizat ini untuk hidup kita hari ini?
Kopi Sachet dan Sebuah Keajaiban
Suatu ketika, seorang bapak paruh baya bernama Pak Untung sedang minum kopi sachet di warung kecil. Saat dia menuangkan air panas ke gelasnya, seorang anak kecil yang lusuh menghampiri sambil berkata, “Pak, minta sedikit ya, haus sekali.”
Pak Untung hanya punya satu sachet kopi, tapi ia memutuskan menuangkan separuh kopinya ke gelas lain untuk si anak. Namun anehnya, saat ia menyesap kopinya, rasanya tetap penuh, tidak berkurang. Bahkan dia merasa kopinya lebih manis. Di saat sederhana itu, Pak Untung sadar: kasih itu seperti kopi sachet—ketika dibagikan, ia tidak habis, malah makin terasa nikmat.
Makanan dan Mukjizat Hati
Yesus tidak hanya memberi mereka makan; Dia mengajarkan bahwa kasih tidak pernah terbatas oleh logika manusia. Dari lima roti dan dua ikan, Ia menunjukkan bahwa keajaiban dimulai dari hati yang rela berbagi. Tidak peduli seberapa kecil yang kita miliki, ketika diserahkan kepada Tuhan, itu cukup bahkan melimpah.
Apa pelajaran untuk kita? Kadang kita merasa tidak punya apa-apa untuk dibagikan—tidak cukup uang, tidak cukup waktu, bahkan energi kita terasa habis. Tapi, Tuhan tidak meminta kita untuk memberi dari kelimpahan; Ia meminta kita memberi dengan iman.
Refleksi
Bayangkan jika murid-murid Yesus hidup di zaman sekarang. Saat Yesus berkata, “Kamu harus memberi mereka makan,” mungkin salah satu dari mereka menjawab, “Tuhan, apa ini prank? Kita aja belum makan.” Tapi, mukjizat itu terjadi bukan karena mereka punya banyak, melainkan karena mereka berani menyerahkan yang sedikit kepada Tuhan.
Kita sering kali seperti murid-murid itu: fokus pada apa yang tidak kita miliki, lupa bahwa Tuhan bisa bekerja dengan apa yang ada di tangan kita. Apakah kita bersedia menyerahkan “lima roti dan dua ikan” dalam hidup kita? Mungkin itu adalah waktu kita, tenaga kita, atau bahkan senyum kita yang bisa menjadi berkat bagi orang lain.
Doa
Tuhan Yesus yang penuh kasih, ajarilah kami untuk memiliki hati yang rela berbagi, walau kami merasa hanya memiliki sedikit. Ubahkan kekurangan kami menjadi keajaiban bagi sesama. Berkatilah apa yang kami miliki, agar dapat menjadi saluran kasih-Mu bagi dunia. Amin.