RP Hugo Susdiyanto O.Carm
Markus 8:27-33
Kamis, 20 Februari 2025
Salah satu budaya di masyarakat Jawa yang sampai saat ini masih melekat erat adalah “THE POWER OF JARENE”. “JARENE”, kependekan dari “ujare kene”. Kalau diartikan dalam bahasa Indonesia adalah sebuah informasi yang disampaikan oleh seseorang dengan tujuan untuk menyampaikan kabar, berita, kejadian atau hal apapun, bisa bernilai positif atau negatif. Masalah akan timbul ketika si penerima berita menganggap “JARENE”, informasi tersebut adalah sebuah fakta yang benar adanya. Padahal belum tentu!
Untuk menggali informasi tentang misi-Nya ke dunia, Yesus menggunakan cara yang kurang lebih searti dengan “JARENE”. Ketika berada di Kaisarea Filipi, Yesus bertanya kepada para murid-Nya, “Kata orang, siapakah Aku ini?” dan diperolehlah jawaban yang beraneka ragam, ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, Elia, atau seorang dari para nabi. Dengan kata lain, menurut pendapat umum atau orang banyak Yesus dipahami sekelas nabi. Tentu pendapat yang tidak buruk.
Selanjutnya Yesus pertanyaan yang sama dengan mempersempit ruang, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Petrus sebagai representasi para rasul menjawab, “Engkau adalah Mesias!” Jawaban tersebut benar, namun pemahaman makna mesias para rasul saat itu tampaknya masih dipengaruhi oleh pemahaman mesias dalam artian politis. Dengan kata lain, Yesus dipahami sebagai pemimpin yang akan membebaskan Israel dari penjajah Romawi. Itulah sebabnya Yesus melarang mereka bahkan dengan keras supaya tidak memberitahukan konsep keliru tentang mesias tersebut kepada siapa pun. Yesuspun menjelaskan pengertian mesias yang benar. Ia tidak menggunakan istilah mesias, melainkan menggunakan istilah “Anak Manusia” [Dan 7:13-14] yang tentu sudah dikenal oleh mereka. Yesus menegaskan bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. Inilah konsep mesias yang sesungguhnya. Mesias yang akan menyelamatkan melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya, dan bukan dengan kekuatan senjata duniawi.
Ketika mendengar penjelasan tersebut, Petrus tidak bisa menerima, bahkan ia menarik Yesus ke samping dan menegor Dia. Kenyataan ini semakin memperjelas bahwa konsep mereka tentang mesias memang salah. Kelemahan Petrus dan kawan-kawan tampaknya juga digunakan oleh kekuatan jahat. Tindakan Petrus menarik dan menegor Yesus tampknya dipengaruhi oleh tindakan kekuatan jahat. Kenyataan ini mengingatkan kita akan peristiwa Yesus dicobai iblis di padang gurun [Luk 4:1-13]. Ketika iblis meninggalkan Yesus dengan kekalahan. Namun ia menunggu waktu yang baik. Iblis mengira mempengarui Petrus adalah saat yang baik. Namun ternyata Yesus mengetahui gerak-gerik iblis yang mempengaruhi Petrus. Itulah sebabnya, Yesus memandang para murid-Nya dan memarahi Petrus, “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia”. Jadi teguran ini bukan pertama-tama ditujukan Kepada Petrus sebagai pribadi, melainkan kepada iblis. Pesan untuk kita, mari membekali diri dengan pengetahuan iman yang benar, menghayatinya secara benar pula. Itulah iman yang hidup, bukan iman warisan atau “jarene” [kata orang].