(Yes. 2:1-5; Rom. 13:11-14; Mat. 24:37-44)
Rm. Yohanes Endi, Pr.
Saudara-saudariku terkasih dalam Kristus, minggu ini kita mulai memasuki masa Adven, masa penuh rahmat yang membuka perjalanan liturgi tahun A. Adven sering kita pahami sebagai masa mempersiapkan perayaan Natal, pesta keluarga, pesta sukacita, pesta yang selalu kita nantikan. Namun Adven jauh lebih dalam dari sekadar rangkaian persiapan lahiriah. Adven adalah masa ketika Tuhan sendiri datang mendekat, datang mencari kita satu per satu, datang menyapa hidup kita dengan kasih yang lembut. Tuhan mengetuk hati kita dan mengundang kita menyambut-Nya agar kelak kita dapat berdiri di hadapan-Nya sebagai Anak-anak yang dikasihi, bukan sebagai mereka yang ketakutan menghadapi hakim. Sebab kedatangan Tuhan selalu membawa keselamatan dan penghiburan.
Bacaan-bacaan pada Minggu Adven I ini membawa dua nada yang berjalan beriringan: nada penghiburan dan nada tuntutan. Nada penghiburan terdengar indah dalam nubuat Nabi Yesaya: pada akhir zaman, gunung tempat rumah Tuhan akan berdiri teguh, dan suasana damai akan meliputi semua bangsa. Pedang akan ditempa menjadi mata bajak, tombak menjadi pisau pemangkas, bangsa-bangsa tak lagi mengangkat senjata, dan tidak ada lagi latihan perang. Gambaran ini bukan sekadar visi tentang dunia yang tenteram, melainkan undangan untuk melihat bahwa setiap hati yang menaruh pengharapan pada Tuhan akan menemukan kedamaian. Janji damai inilah yang seharusnya kita resapi pada awal Masa Adven, sebab Adven adalah masa Tuhan mendekat untuk menenangkan hati-hati yang gelisah.
Namun Adven tidak berhenti pada hiburan rohani saja. Ada pula nada tuntutan yang perlu kita perhatikan. Nabi Yesaya mengajak kita, “Mari kita naik ke gunung Tuhan… supaya Ia mengajar kita jalan-jalan-Nya.” Ajakan ini menyadarkan kita bahwa iman tidak tumbuh dalam kemalasan rohani. Kita diajak untuk bergerak, datang berdoa, merayakan Ekaristi, menghadiri pertemuan lingkungan sesuai kemampuan kesehatan dan usia masing-masing, serta membuka hati untuk diajar kembali oleh Tuhan. Rasul Paulus juga berbicara tegas: tinggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan; hiduplah dengan sopan seperti di siang hari; jauhkan diri dari pesta pora, kemabukan, percabulan, hawa nafsu, perselisihan, dan iri hati. Sementara Yesus dalam Injil hari ini menyampaikan seruan yang tegas sekaligus lembut: berjaga-jagalah, sebab kita tidak tahu kapan Ia datang. Bukan untuk menakutkan, melainkan untuk menuntun kita agar setiap hari dihidupi dengan kesadaran bahwa Tuhan selalu dekat.
Saudara-saudariku terkasih, Adven selalu hadir sebagai masa yang mempersatukan hiburan dan tuntutan. Dua hal yang berjalan beriringan ini memberi arah bagi hati kita. Bila kita berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan dalam beberapa hari ke depan, suasana
Natal sudah mulai terasa. Diskon mulai dipasang, pohon Natal dilekatkan di sudut-sudut mall, aneka lampu warna-warni menghiasi etalase, dan paket liburan mulai ditawarkan. Keluarga-keluarga pun sibuk merencanakan hadiah dan menentukan tujuan liburan. Semua itu baik dan menyenangkan; persiapan lahiriah memang membantu menghadirkan suasana sukacita. Namun Gereja mengingatkan kita: jangan sampai kita hanya mempersiapkan yang tampak, tetapi melupakan apa yang tak terlihat, yakni hati.
Ajakan Kitab Suci untuk “naik ke gunung Tuhan,” untuk “hidup dalam terang,” dan untuk “berjaga-jaga,” semuanya bermuara pada satu hal: persiapan batin. Kita diajak menata kembali relasi dalam keluarga, menyembuhkan luka-luka yang mungkin kita simpan, memperbaiki komunikasi yang renggang, memulihkan hubungan yang retak, mengajak anggota keluarga kembali duduk bersama dalam suasana yang hangat. Kita diajak memberi ruang bagi pengampunan, belajar menerima orang yang berbeda, dan dengan rendah hati memberi kesempatan bagi mereka yang pernah mengecewakan kita. Demikian pula dalam lingkungan, komunitas, dan paroki, kita bisa membawa damai melalui hal-hal sederhana: sapaan hangat, senyum yang tulus, uluran tangan kepada yang membutuhkan, perhatian kepada yang terluka, serta kesediaan mendengarkan tanpa menghakimi. Ketika kita saling menopang dalam doa, saling menguatkan dalam pelayanan, dan saling mendukung di tengah perjuangan hidup, paroki kita akan menjadi tempat yang menghadirkan “rasa di rumah”, tempat di mana kita merasa diterima, dihargai, dan dicintai. Tempat di mana hati kita pun merasa betah untuk kembali dan terlibat.
Saudara-saudariku terkasih, apabila semua ini kita lakukan dengan cinta kepada Tuhan dan sesama, maka kita sedang menapaki jalan yang benar menuju perjumpaan dengan Kristus pada perayaan Natal nanti. Adven menjadi masa yang tidak berlalu begitu saja, tetapi menjadi kesempatan untuk memperhalus hati, memperbarui cara kita mencintai, serta memperdalam kesetiaan kita kepada Tuhan. Semoga hari-hari Adven yang kita mulai minggu ini menjadi saat yang istimewa: saat kita kembali menata hidup, merawat iman, dan membiarkan damai Tuhan menyelimuti perjalanan kita. Kiranya Tuhan sendiri menuntun langkah kita menuju kasih dan kedamaian-Nya. Tuhan memberkati kita semua. Amin.