Bacaan: Matthew 8:8-10
Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya.” Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel.
Pagi ini pasturan kedatangan umat yang sangat kami kenal karena dia sudah lama membantu Gereja dan sekolah St. Jerome. Tak biasanya, mereka datang bersama satu keluarga, anaknya masih memakai seragam sekolah dasar St. Jerome turut serta. “What’s up?” kata romo Fernando menyambut gembira mereka di depan pintu pasturan. “Kami hanya mau minta pamit dan pergi dari sini, pindah ke seberang dan tak kembali!”
Kami semua terkejut dan diam. Tak ada kata keluar karena berita yang tak baik datang di pagi hari sesudah misa. “Biaya rumah dan sekolah terlalu mahal di daerah ini, kami tak kuat membayar” katanya lagi. Sembari memberikan berkas surat-surat paroki untuk mencari sekolah baru bagi anaknya, kami berkomentar soal tingginya angka penganguran di Bay Area. “Tak semua orang bisa tinggal di daerah ini, bermimpi pun tidak.”
Saya ikut mengantar mereka sampai di depan pasturan. Anaknya terus merengek dan menangis, “aku tak mau pindah..haru tetap di st. Jerome!” Kami hanya terdiam mendengar keinginan dia. “Life must go on Padre! It is hard, but you have to face it!” katanya sembari meninggalkan pasturan, dan kami tak tahu kapan mereka akan kembali lagi.
Orang sering berpersepsi bahwa Amerika adalah negara impian yang berlimpah susu dan madunya. Benar, bagi orang yang sukses dan bisa punya pekerjaan baik. Namun bagi kaum buruh, petani, dan pekerja rendahan, mereka harus bekerja siang malam tak ada habisnya. Hidup mereka bukan cerita Cinderela yang berakhir dengan kisah indah!
Kadang pula ditambah mentalitas orang imigran di negara pertama. Banyak orang ingin menunjukkan kesuksesan dan harga diri pada orang lain di negara asal. Meski hidup di tanah asing keras dan pilu. Sering mereka membawa pulang ke tanah cerita Cinderela yang manis sembari membagi hadiah untuk teman dan keluarga seperti Sinterklas. Padahal semua itu hanya sebagian yang benar, kisah sedih dan air mata tetap disembunyikan rapat-rapat.
Semoga di dalam pengalamaan kesedihan dan duka, penderitaan serta nestapa kita masih bisa berharap dalam kerendahan hati seperti kepala pasukan, “Saya tidak layak menerima Tuhan dalam rumah saya, tapi bersabdalah saya, hambaku akan sembuh!”
“You must make a decision that you are going to move on. It wont happen automatically. You will have to rise up and say, ‘I don’t care how hard this is, I don’t care how disappointed I am, I’m not going to let this get the best of me. I’m moving on with my life.” (Joel O)
Renungan yang indah Romo Galih. Walaupun hanya berapa tahun tinggal di negeri paman Sam ini rupanya Romo sdh bisa beradaptasi dengan situasi ini ya. Begitulah kenyataan hidup di negeri ini. Bagi mereka yang sudah mapan di negeri asalnya,pindah kemari harus siap merangkak lagi sebelum bisa berjalan.
Halo Pak Andy Gan, kehidupan di paroki membuka mata kita untuk melihat lebih dalam keluh kesah, kegembiraan, serta nestapa orang yang bersama kita berjalan mencari tempat berlabuh yang aman. Salam untuk keluarga dan cucu ya!
Makasih Romo Galih, saya menunggu posting yang akan datang. Tuhan selalu beserta mu.