Selasa, 17 September 2019
Hari Biasa XXIV
Bacaan I 1Tim 3: 1-13
Bacaan Injil Lukas 7: 11-17
Emha Ainun Najib (Cak Nun) pernah berkata, “Percuma kita berdoa khusyuk di dalam kamar, sementara di luar sana ada banyak orang menderita dan kita tidak tahu harus berbuat apa”. Kualitas rohani seseorang ditentukan bukan hanya dari intensitas doa-doanya yang banyak, tetapi punya habitus untuk men-sinkron-kan antara doa dan tindakan. Hari ini, Injil mengajak kita untuk berbuat seperti Yesus yaitu membantu orang lain yang menderita. Bukan karena mencari penghargaan, melainkan karena mengikuti gerakan batin. “Melihat janda itu, tergeraklah hati Tuhan oleh belas kasih”. Yesus membangkitkan anak janda di Nain karena hati-Nya mengajaknya berbuat demikian. Artinya, secara spontan Yesus memiliki karakter penolong. Karakter itu dihidupi Yesus dalam suasana doa, sehingga apa yang dilakukan Yesus selalu setara dengan apa yang dikehendaki Bapa.
Tantangan orang yang gemar beraktivitas sosial atau menolong sesama adalah jatuh dalam aktivisme. Aktivisme memang baik, tetapi jika tidak diimbangi dengan kekuatan spiritual, maka tidaklah menjadikan diri kita berkualitas. Karena, bisa jadi seseorang jatuh dalam kebosanan, kesuntukan atau jalan buntu; di situlah bahwa satu-satunya jalan keluar adalah melalui cara kerja Allah. Atau, mungkin juga terjadi bahwa aktivisme yang tidak diperkuat dengan spiritual, akan membuat seseorang terlalu memburu penghargaan yang mana berorientasi pada keuntungan pribadi secara afektif. Kita renungkan betapa gerak hati Yesus dalam Injil hari ini muncul sebagai buah-buah doa-Nya yang rutin. Tidak ada orang yang meminta kuasa Yesus untuk membangkitkan anak muda itu, tetapi Yesus bisa membaca kesedihan dan harapan mereka. Sikap empati itu timbul karena Yesus memiliki kualitas rohani yang sempurna.
Maka, menjadi permenungan bagi kita bersama. Sudahkah aku menghidupi aktivisme dengan spiritual yang cukup?? Atau, sudahkah aku beraktivitas untuk sesama sebagai buah dari doa-doaku selama ini? Berdoa memang baik, tapi jangan sampai kita terjatuh dalam suasana ekstase doa saja, melainkan punya kesempatan untuk melakukan kegiatan dan pertolongan bagi sesama. Begitu juga sebaliknya. Mari, kita belajar dari Yesus agar hati kita bisa secara spontan tergerak jika suasana sekitar membutuhkan bantuan kita.