Markus 8: 14-21
Hari Biasa Pekan VI
1. Ragi orang Farisi dan Ragi Herodes. Para murid Yesus lupa membawa roti. Pada saat yang sama Yesus berbicara tentang ragi orang Farisi dan radi Herodes. Ia memperingatkan mereka: “Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes.” Ia berbicara tentang ragi orang Farisi dan Herodes. Ia mengajak para murid untuk waspada terhadap ragi, yaitu suatu pengaruh yang menyusup secara berbahaya.
Ragi orang Farisi adalah kemunafikan dan ketidak-percayaan. Mereka mengukur kesucian hidup melalui adat-istiadat dan tradisi yang ketat dan kaku. Mereka sibuk mengamati-amati dan mecurigai hidup orang lain demi hal ini, dan lupa untuk bercermin diri. Mengapa para murid mesti berjaga-jaga dan awas? Karena cara hidup ini hanya akan mengambil energi seseorang dari cinta dan membuat seseorang tidak melakukan tindakan cinta khususnya pada orang miskin dan tak berdaya.
Ragi Herodes adalah pengaruh kaum pendukung Herodes, suatu pengaruh yang mengarah pada pemenuhan diri yang bersifat duniawi, suatu pengaruh hidup sekular yang menular. Ragi semacam ini akan memusatkan energi seseorang pada kesenangan dan kepuasan pribadi seseorang. Lebih dari itu, ragi semacam ini akan mengarah pada bentuk kemanjaan diri, dan akhirnya akan mewarnai cara hidup orang-orang yang berkuasa dan dapat membuat negara bangkrut karena korupsi dan pemenuhan kepentingan diri.
Ia selalu mengingatkan kita untuk mempunyai hati yang mencinta pada sesama yang miskin dan tak berdaya. Ia mengajarkan kepada kita untuk membangun hidup ini dengan peduli kepada kesejahteraan masyarakat dan bukan kesenangan dan kepuasan diri. Sejauh mana pesan Injil ini hidup di dalam diri kita?
2. Gagal memahami perkataan dan perbuatan baik. Para murid rupanya gagal paham: “Itu dikatakan-Nya karena kita tidak mempunyai roti.” Para murid begitu cepat melupakan pelajaran-pelajaran yang terdapat di dalam peristiwa pemberian makan kepada lima ribu orang dan empat ribu orang. Dengan demikian, mereka semestinya tidak perlu mengkhawatirkan makanan hanya untuk tiga belas orang dalam suatu perjalanan yang singkat menyeberang danau. Bukankah Yesus baru saja menunjukkan kuasa-Nya menyediakan makanan bagi sembilan ribu orang lebih (lima ribu dan empat ribu orang)?
Kemudian Yesus berbicara tentang “hati yang degil”, yaitu, tentang ketidakmampuan para murid untuk berpikir dan memahami serta menilai secara benar perkataan dan perbuatan-Nya yang pernah disampaikan dan dilakukan-Nya. Ia berkata: “Mengapa kamu memperbincangkan soal tidak ada roti? Belum jugakah kamu faham dan mengerti? Telah degilkah hatimu? Kamu mempunyai mata, tidakkah kamu melihat dan kamu mempunyai telinga, tidakkah kamu mendengar?”
Kadangkala kita juga gagal memahami perkataan dan perbuatan baik Tuhan serta ajakan-ajakan-Nya karena kita terlalu berkutat dengan pikiran dan angan-angan kita. Kita terbius dengan keinginan dan harapan sendiri, dan tidak mampu menyadari kasih karunia-Nya. Hari ini Yesus sedang berbicara kepada kita yang gampang melupakan kasih karunia-Nya: “Belum jugakah kamu faham dan mengerti? Telah degilkah hatimu? Apa lagi yang harus Aku lakukan padamu? Bukankah banyak hal sudah Aku perlihatkan dan lakukan padamu? Mengapa seakan-akan matamu tidak melihat dan telingamu tidak mendengar?”
Melihat pekerjaan baik Tuhan di masa lalu adalah cara yang terbaik untuk melihat masa kini. Jika Tuhan setia di masa lalu, Dia tetap setia di masa sekarang. Jika Dia hadir di masa lalu, Dia tetap hadir di masa sekarang. Jika Tuhan melakukan perbuatan baik di masa lalu,
kita tidak perlu menyangsikan bahwa ia tetap mengerjakan perbuatan baik-Nya sampai sekarang i