Rm Gunawan Wibisono O.Carm
Posted by admin on October 23, 2025
Posted in Podcast
Rm Gunawan Wibisono O.Carm
Posted by admin on October 22, 2025
Posted in renungan
Kamis, 23 Oktober 2025
Lukas 12:49-53
“Bersama Yesus hatiku tenang … Di dalam Yesus aku aman sentosa … Hanya pada Tuhan Yesus ada kelegaan … Yesuslah Sang Pembelaku … Yesus satu-satunya tempatku untuk berlindung dan berkeluh kesah … Yesus Tuhan yang menaungi hidupku …” dan masih banyak lagi ungkapan yang dapat saya dan Anda katakan untuk memberikan makna akan Yesus yang kita imani. Apakah salah? Tentunya bukan perkara salah dan benar, bukan juga soal baik atau buruk, apalagi soal keren atau captionable (caption instragam yang menarik). Ada satu hal yang tidak terpisahkan dari perjalanan dan peziarahan hidup beriman kita dalam mengenal dan memhami amanat Yesus dalam rutinitas keseharian kita.
Hari ini Yesus memberikan pernyataan tegas dalam Injil Lukas yang bisa saja mengejutkan dan mengguncang ekspektasi kita pada Yesus sendiri. …”Aku datang melemparkan api ke bumi, dan betapa Kudambakan agar api itu selalu menyala!” … “Kalian sangka Aku datang membawa damai ke bumi? Bukan! Bukan damai, melainkan pertentangan!” … Perkataan Yesus kepada para murid yang memancing pertanyaan juga bagi saya dan Anda, apa maksud perkataan Yesus ini? Yesus “melemparkan api” ke bumi sebagai lambang Firman-Nya yang terus menerus akan menjadi sarana pemurnian diri setiap orang. Api yang memurnikan pertimbangan pikiran kita, motivasi kita untuk melakukan aksi, hati yang tetap terarah pada kebaikan dan kebenaran, dan setiap pilihan tindakan manusiawi yang kita setiap waktu dalam berbagai situasi dan persoalan. Api yang diharapkan terus menyala agar kualitas iman pun senantiasa terjaga. Mengapa demikian?
Jawabannya bukan terletak pada narasi ide dan refleksi semata. Jawaban dari Sabda Tuhan ini ada dalam pergumulan dan perjuangan hidup kita setiap harinya. Ada banyak godaan yang membawa kita larut pada hiruk pikuk dunia, ada banyak tawaran dunia yang lebih menarik perhatian dan keinginan sesaat kita, ada banyak hiburan manusiawi yang mengabaikan sisi rohani yang perlu kita rawat, ada banyak penolakan dari orang-orang di sekitar kita ketika berupaya menyampaikan apa yang sejalan dengan kehendak dan Sabda-Nya, ada berbagai kelemahan manusiawi kita yang akhirnya membuat kita enggan untuk terus bertahan hidup baik dan benar di hadapan-Nya. Bahkan, tak jarang pikiran, pertimbangan, dan pilihan hidup kita membawa kita semakin jauh dari Allah sendiri. Kekuatan dunia dengan segala tawarannya terasa dan terlihat jauh lebih indah dan menyenangkan. Lantas, sekali lagi kita diingatkan dan disadarkan, apakah api iman itu masih menyala dan mampu memurnikan diri ini?
Saudara dan saudari yang terkasih dalam Kristus Yesus, hidup dalam damai akan selalu menjadi kerinduan hati setiap orang. Namun, damai yang sesungguhnya butuh upaya pemurnian yang terus menerus tanpa mengenal kata selesai selama dan selagi kita berada di dunia ini. Kiranya Sabda Tuhan hari ini menjadi pegangan bahwa langkah peziarahan hidup kita hari ini adalah upaya pemurnian iman yang tanpa henti.
(RD Daniel Aji Kurniawan – Imam Diosesan Keuskupan Malang)
Posted by admin on October 22, 2025
Posted in Podcast
Rm Gunawan Wibisono O.Carm
Posted by admin on October 21, 2025
Posted in Podcast
Rm Gunawan Wibisono O.Carm
Posted by admin on October 21, 2025
Posted in renungan
Lukas 12:35-38
Saudara-saudari terkasih dalam Kristus.
Mengawali nasihatnya kepada para murid Yesus bersabda, “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala.” Sebuah kalimat singkat, namun mengandung panggilan mendalam bagi setiap orang beriman. Baik untuk kita ketahui bahwa dalam tradisi Yahudi, orang mengikat pinggangnya ketika hendak bekerja atau berjalan jauh. Maka kata-kata Yesus ini melambangkan kesiapan dan semangat untuk bertindak; sebuah panggilan untuk berjaga, siap sedia, dan setia dalam pelayanan. Kemudian, agar nasihat-Nya itu bisa dimengerti dan dipahami dengan baik oleh para murid-Nya Yesus menyampaikan sebuah perumpamaan tentang seorang hamba yang menanti tuannya pulang dari pesta kawin. Para hamba itu tidak tahu jam berapa tuannya akan datang — bisa tengah malam, bisa dini hari — tetapi ia tetap berjaga.
Saudara-saudari terkasih.
Sebagai murid Kristus, kita dipanggil untuk tidak terlena dalam kenyamanan, tidak duduk diam menunggu, tetapi siap bergerak dan melayani. Banyak orang mengaku beriman, tetapi kurang siap untuk melayani. Ada yang rajin berdoa, tetapi enggan turun tangan membantu sesama. Ada yang aktif di Gereja, tetapi mudah mengeluh ketika diminta berkorban waktu atau tenaga. Padahal, iman yang sejati selalu mendorong kita untuk bertindak. Mengikat pinggang berarti siap melakukan sesuatu, siap bekerja untuk Tuhan, siap melayani dengan kasih dan kesetiaan. Yesus sendiri memberi teladan yang luar biasa dalam hal ini. Pada malam terakhir bersama para murid, Ia “mengikat pinggang-Nya” dengan kain, lalu membasuh kaki mereka satu per satu (Yohanes 13:4–5). Tindakan ini menunjukkan bahwa kesiapan untuk melayani adalah inti dari kasih. Orang yang siap melayani adalah orang yang hatinya terbuka, yang tidak hidup untuk diri sendiri, tetapi untuk Tuhan dan sesama.
Saudara-saudari, kesiapsiagaan disini bukanlah persoalan waktu, melainkan sikap hati. Yesus tidak ingin kita sibuk menebak kapan Ia datang, tetapi Ia menghendaki agar kita hidup dalam kesadaran akan kehadiran-Nya setiap hari. Ia datang dalam banyak cara: dalam doa yang sederhana, dalam tugas harian yang kita lakukan dengan setia, dalam sesama yang membutuhkan perhatian dan kasih kita. Sering kali kita mengira bahwa Tuhan hadir hanya dalam peristiwa besar atau luar biasa, padahal Ia sering datang dalam hal-hal yang kecil dan biasa. Seorang ibu yang dengan sabar mendidik anak-anaknya; seorang guru yang dengan tekun membimbing murid-muridnya; seorang karyawan yang jujur dalam pekerjaannya; semua itu adalah wujud nyata dari kesiapsiagaan rohani. Setiap kali kita melakukan kebaikan dengan hati yang tulus, kita sedang menyambut Tuhan yang mengetuk pintu hati kita melalui orang-orang yang kita layani
Yesus melanjutkan, “Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga.”; dan lebih menakjubkan lagi, Ia menambahkan: “Aku berkata kepadamu: Ia akan mengikat pinggangnya, mempersilakan mereka duduk makan, dan Ia akan datang melayani mereka.” Saudara-saudari, inilah misteri kasih Allah yang luar biasa. Tuhan, Sang Tuan, yang seharusnya dilayani, justru menjadi pelayan bagi hamba-hamba yang setia. Janji ini menunjukkan bahwa setiap kesetiaan kecil yang kita persembahkan kepada Tuhan tidak akan pernah sia-sia. Kesetiaan dalam doa, kesabaran dalam mendidik anak, ketekunan dalam pelayanan, pengampunan terhadap orang yang menyakiti; semua itu dilihat dan dihargai oleh Tuhan. Di hadapan Allah, bukan besar kecilnya pekerjaan yang penting, tetapi ketulusan hati dalam melakukannya. Ketika Yesus berkata, “Berbahagialah hamba yang didapati tuannya berjaga,” Ia tidak sedang menakut-nakuti, melainkan menguatkan kita. Ia ingin agar kita tetap tekun dalam kebaikan, tidak menyerah, tidak menjadi suam-suam kuku. Karena siapa pun yang setia sampai akhir, akan mengalami sukacita perjamuan kasih bersama Tuhan sendiri.
Saudara-saudari terkasih. Mari kita mohon rahmat Tuhan, agar kita semua dapat menjadi hamba-hamba yang setia, yang selalu berjaga dalam cinta, melayani dengan sukacita, dan menantikan kedatangan Tuhan dengan hati yang berkobat-kobar.