RP Hugo Susdiyanto O.Carm
Luk 11:37-41
Selasa, 14 Oktober 2025
Cara berpikir, menadang seseorang akan menentukan penghayatan nilai-nilai dalam hidup dan kehidupan sehari-hari. Kaum Farisi dan Ahli Taurat berpikir bahwa mentaati hukum adalah jalan kekudusan, kesempunaan. Sementara melanggar hukum berarti malapetaka. Dalam warta Injil hari ini Yesus berhadapan dengan orang Farisi yang mengundan-Nya makan. Orang Farisi itu heran, sebab Yesus tidak mencuci tangan-Nya sebelum makan. Bagi orang Farisi, Yesus melanggar hukum. Peristiwa itu oleh Yesus dijadikan sarana mengajarkan hal yang lebih mendalam terkait dengan pelaksanaan hukum.
Yesus tidak anti dengan kebiasaan-kebiasaan yang hidup di masyarakat. Yesus hendak membantu mereka memahami dan melaksanakan hukum secara benar. Bagi Yesus praktek keagamaan haruslah membawa perubahan dalam hati; bukan hanya ritual semata. Bagi-Nya praktek keagamaan harus mengantar setiap hati untuk mengasihi dan menghormati Tuhan dengan segenap hati dan sesama manusia. bagi-Nya penghayatan ritus keagamaan harus membuahkan hati yang takut akan Tuhan dan menghargai sesama. Karena Yesus melihat adanya ketidakseimbangan dalam praktek keagamaan, maka Ia melontarkan kecaman keras, “Hai orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu“ [Luk. 11:39-41]. Dalam tradisi Yahudi ada tiga hal penting yang harus dilakukan sebagai penghayatan hidup yang taat kepada Tuhan yaitu doa, puasa dan sedekah. Akan tetapi dalam prakteknya ketiga hal tersebut hanyalah tampak luar, tidak mengubah hati dan tindakan. Dengan kata lain mereka jatuh dalam ritual kosong. Itulah sebabnya Yesus mengecam mereka dengan keras.
Selaras dengan Tuhan Yesus, St. Paulus juga mengingatkan jemaat Romo bahwa Tuhan tidak menghendaki segala bentuk kefasikan dan kelaliman. Tuhan telah menyatakan kebenaran, tetapi mereka mengabaikan. Pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh (Rm.1:18-22).
Mari kita hidup dalam perspektif sebagai murid-murid Yesus. untuk itu, kita harus selalu waspada dan ugahari jangan sampai hidup keagamaan kita terjebak pada ritual tanpa relasi pribadi dengan Tuhan dan sesama. Hidup beragama dengan segala bentuk perayaannya harus menjadikan kita manusia ilahi. Hati, pikiran dan perbuatan kita harus terarah kepada kemuliaan Tuhan dan kasih kepada sesama. Itulah ibadat sejati.