Hari Raya Kelahiran Tuhan Yesus (Natal)

25 Desember 2023

Lukas 2:1-14

Selamat Natal!

Tuhan telah lahir, dan ada sukacita besar di surga dan di bumi. Namun, apa alasan di balik sukacita Natal ini? Sukacita ini ada bukan karena kita bisa berkumpul dengan keluarga dan kerabat dan mengadakan pesta Natal yang meriah. Sukacita ini ada bukan karena kita mendapatkan hadiah dan bonus, juga bukan karena kita berlibur dan healing. Jadi, apa sebenarnya di balik sukacita ini?

Natal adalah hari kelahiran Juruselamat kita. Kelahiran ini bukan hanya sebuah proses biologis alamiah yang melibatkan seorang pria dan wanita. Kelahiran ini adalah sebuah peristiwa adikodrati yang berakar dari kasih Allah kepada kita, para pendosa. Allah memiliki banyak sekali pilihan untuk menebus kita, namun Dia memilih cara yang paling intim. Allah Bapa mengutus Putra-Nya, dan Sang Putra mengambil kodrat-Nya yang kedua, yaitu kodrat manusia dalam diri Perawan Maria. Dengan cara ini, Allah menjadi sangat dekat dengan kita, sehingga gelar-Nya, Imanuel, Allah yang bersama kita, menjadi sebuah kenyataan. Dia bersama kita tidak hanya dalam cara-cara rohani atau mistik, tetapi dalam cara yang paling manusiawi. Dia adalah bayi yang Maria susui, Yusuf peluk, dan para gembala kunjungi. Dia adalah yang wafat disalib dan bangkit pada hari ketiga. Dia adalah yang naik ke surga, dan yang hadir di setiap Ekaristi. Dia, sang Immanuel, Allah yang bersama kita sampai akhir zaman.

Namun, Natal juga memberikan kita alasan lain untuk bersukacita. Kita hidup dalam budaya dan pola pikir yang telah berubah. Banyak pasangan yang tidak lagi ingin memiliki anak. Memang, ada beberapa alasan yang sah, seperti kesulitan ekonomi yang tidak memungkinkan untuk membesarkan anak atau kondisi medis tertentu yang dapat membahayakan ibu. Namun, banyak juga yang menganggap memiliki anak hanya sebagai beban, dan dengan demikian, hanya ingin menikmati hal-hal yang menyenangkan dalam pernikahan tetapi tidak ingin terlibat dalam hal-hal yang sulit, termasuk membesarkan anak.

Namun, Natal mengingatkan kita bahwa meskipun benar bahwa memiliki anak membawa kesusahan tersendiri, namun juga membawa sukacita. Memang benar bahwa setelah menerima Yesus, Maria dan Yusuf tidak mendapatkan kehidupan yang lebih baik; bahkan mereka harus menanggung lebih banyak penderitaan. Namun, Maria dan Yusuf tetap merayakan kelahiran Anak Allah. Kita tidak boleh lupa bahwa bala malaikat yang tak terhitung jumlahnya penuh suka cita dan bernyanyi kemuliaan bagi Allah di surga, dan di bumi, para gembala bergegas menyambut Maria dan Yusuf dengan penuh sukacita [lihat Lukas 2].

Kehamilan memang merupakan proses yang menyakitkan dan melelahkan, dan mendidik anak-anak sering kali dapat menjadi tantangan secara ekonomi dan emosional. Namun, Tuhan juga menyediakan sukacita yang berlimpah bagi para orang tua. Ketika orang tua berinteraksi dengan penuh kasih dengan bayi mereka, tubuh akan memproduksi hormon ‘positif’ seperti oksitosin dan dopamin. Seorang teman yang baru saja memiliki bayi menceritakan kegembiraannya setiap kali ia melihat pertumbuhan yang sederhana namun signifikan pada bayinya. Ada kegembiraan ketika bayi mulai mengucapkan kata-kata dengan jelas. Ada sukacita ketika bayi mulai mengenali dan membedakan wajah orang tuanya dengan orang lain. Seorang teman lain juga bercerita bagaimana ada sukacita yang tak terlukiskan saat melihat wajah sang bayi yang terlahir sehat, setelah mengalami beberapa kali keguguran.

Natal mengajarkan kepada kita bahwa ada sukacita yang besar di surga ketika seorang bayi dikandung dan dilahirkan karena bayi ini adalah calon warga surga. Sekarang, adalah sukacita kita untuk membawa anak-anak yang dipercayakan kepada kita kepada Tuhan dan berbagi kepenuhan hidup dengan-Nya.

Roma

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP