Kita adalah orang-orang yang dipanggil, bukan karena kualitas perbuatan kita melainkan karena kasihNya kepada kita dalam Yesus Kristus. (lih. 2 Timotius 1:9). Kita dipanggil pertama-tama untuk percaya dan mengikuti Yesus Kristus, Sang Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.
Inilah pewartaan kabar gembira kepada kita, bahwa Yesus Kristus mengumpulkan kita ke dalam naunganNya sehingga kita akan aman selamanya dari pengaruh kekuasaan jahat, Berkat darah anak domba umat Israel di pimpin oleh Nabi Musa bisa keluar dari perbudakan di Mesir. Demikian juga kita berkat darah Anak Domba Allah dosa-dosa kita dihapuskan.
Sang Guru mengajarkan bahwa kehidupan orang Kristiani adalah kehidupan yang dijiwai oleh Roh Kudus. Hidup yang dijiwai oleh Roh Kudus adalah hidup yang memiliki sukacita karena telah dibebaskan oleh Yesus Kristus sendiri dan kegembiraan itu hendaknya dibagikan kepada yang lain melalui doa-doa pribadi, tindakan karitatif, sikap sehari-hari yang menyadari peran Roh Kudus yang menguatkan kita.
Masalahnya adalah dengan Orang-orang Farisi yang telah dididik secara rohani untuk memahami bahwa hanya seorang yang datang dari Allah saja yang akan dapat mengadakan mukjijat-mukjijat. Orang-orang Farisi juga telah menyaksikan mukjijat-mukjijat dan seluruh bukti-bukti bahwa Yesus itu memang benar-benar datang dari Allah. Akan tetapi karena mereka merasa iri hati dan cemburu kepada Yesus, orang-orang Farisi tidak dapat mengakui kebenaran yang telah mereka saksikan dalam diri Yesus. Mereka bukannya mengakui Yesus sebagai kebenaran melainkan menolak Yesus dan melakukan rasionalisasi bahwa Yesus membuat mukjijat-mukjijat itu karena kekuatan setan.
Yesus mengundang orang-orang Farisi untuk bertobat: meninggalkan ketidakjujuran dan sikap rasionalisasi. Dengan ketidakjujuran dan rasionalisasi, lama kelamaan kebenaran yang sudah nyata akan menjadi kabur. Kiranya sikap tidak mau mengakui kejujuran hati mereka dan sikap rasionalisasi mereka inilah yang juga melatarbelakangi kritikan tajam mereka terhadap Yesus dan murid-muridnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa orang-orang Farisi yang datang dari Yerusalem pada umumnya menuduh orang-orang Galilea sebagai orang yang penghayatan keagamaannya tidak benar terutama juga dalam mengobservasi hukum-hukum kegamaan.
Jawaban Yesus yang keras dan dengan mengutip beberapa ayat Kitab Suci merupakan suatu ajakan agar orang-orang farisi sadar akan pentingnya pertobatan yakni bersikap yang benar: percaya pada pribadiNya sebagai utusan dari surga yang membawa keilahian di dunia ini. Namun rupanya pertobatan itu bukan perkara yang mudah. Hal ini bukan karena Allah Bapa tidak mau mengampuni, tetapi orang-orang Saduki dan Farisi tidak lagi bersedia untuk dipertobatkan.
Marilah kita menjadi seperti rasul-rasul pertama yang dipanggil Yesus: mengikuti Yesus sang kebenaran dengan kesetiaan hati tak terbagi sebagai ungkapan pertobatan kita. Bagaimana kita mampu membawakan kegembiraan rohani dan menampilkan wajah Kristus kepada orang banyak?
