Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Putra Allah dan Anak-anak Abraham

Posted by admin on March 26, 2015
Posted in renungan 

 

Kej 17:3-9

John 8:51-59

Dalam bacaan Injil hari ini, Yohanes menyajikan kontroversi mengenai identitas Yesus yang sesungguhnya di hadapan orang-orang Yahudi. (Bacaan pertama tentang perjanjian sunat dan berkat keturunan).

Pertama, dengan mengidentifikasikan diri-Nya sebagai Putra Allah, status Abraham sebagai patriark pertama bangsa Yahudi dipertanyakan dan hendak dilenyapkan.

Kedua, Yesus bahkan menyatakan secara terbuka bahwa sebelum Abraham Dia Yesus sudah ada.

Ketiga, reaksi keras orang Yahudi terhadap Yesus semakin tak terhindarkan dan akhirnya akan berujung pada pemuliaan-Nya sebagai Putra Allah.

Permenungan terhadap identitas diri Yesus dan penolakan terhadap-Nya hanya dapat diterima dalam terang penyelenggaraan Ilahi:

Pertama, ke-Putra-an Yesus merupakan pilihan dan rencana Allah yang tak terbantahkan untuk melaksanakan kehendak Bapa yang mengutus-Nya ke dalam dunia.

Kedua, Dengan menyatakan preeksistensi-Nya, Yesus sama sekali tidak melenyapkan melainkan semakin menegaskan ikatan perjanjian Allah dengan Abraham sebagai bapa bangsa-bangsa.

Akhirnya, kebenaran Allah dalam diri Yesus yang tersalib dan kebangkitan-Nya akan memerdekakan bangsa-Nya sendiri dari dosa dan kematian (John 8:34.51).

Inilah Ironi pemberian diri Allah yang mengasihi dengan mengorbankan diri di sampai mati di palang hina.

Pesta Kabar Suka Cita

Posted by admin on March 25, 2015
Posted in renungan 

Paolo_de_Matteis_-_The_Annunciation

 

Perayaan ini mengisahkan kepada kita momentum berahmat di mana Allah dalam diri Putra-Nya berbagi kasih keselamatan dengan kita manusia yang hina dina ini. Allah mau menjadi sama seperti kita dan tinggal di antara kita. Allah mengambil rupa dan daging manusia, berinkarnasi menjadi Yesus, Putra Allah dan Putra Maria.

Dalam Lukas pasal 1, dikisahkan bahwa Allah mengutus malaikat-Nya bernama Gabriel kepada seorang perawan bernama Maria dari Nazaret. Maria sendiri sudah punya tunangan bernama Yosef, dari keturunan raja Daud.

Menurut sebuah tradisi zaman para Rasul, peristiwa agung Inkarnasi terjadi pada tengah malam ketika Perawan Maria sedang sendirian dan larut dalam doa yang intens. Ketika itu malaikat agung Gabriel datang dan memperkenalkan diri padanya sebagai utusan Allah.

“Salam, engkau yang terberkati! Tuhan bersamamu.” Kata-kata ini menjadi awal sebuah perjumpaan. Salam, Hello, Hi, Greetings biasanya membuka sebuah percakapan atau perkenalan satu sama lain. Perkenalan ini amat istimewa karena terjadi atas inisiatif Allah sendiri yang mengasihi dan peduli dengan manusia.

Reaksi awal Maria terhadap salam dari malaikat adalah rasa terkejut dan takut. Sesuatu yang tidak biasa terjadi dalam dirinya. Maka Maria merenungkan apa arti salam itu. Reaksi ini dibalas oleh malaikat agar Maria jangan merasa takut karena Allah sendiri yang memilihnya untuk menerima kabar gembira ini.

Percakapan malaikat dan Maria secara mendasar berbeda dengan Eva yang digodai si jahat di taman Eden dalam Kejadian pasal 3. Ular sebagai simbol kegelapan menawarkan racun kematian melalui buah terlarang untuk membangun permusuhan dengan Allah. Akan tetapi Maria memutuskan permusuhan itu dengan bersedia menerima tawaran keselamatan Allah melalui ketatan dan kepercayaan penuh untuk menjadi Bunda Tuhan.

Inilah isi warta kabar gembira oleh malaikat kepada Maria:

“Sesungguhnya engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.”

Reaksi terhadap inti dari pesan yang sampaikan malaikat ini membuat Maria semakin bertanya. Bagaimana ia bisa mengandung seorang anak tanpa seorang suami? Sesuatu yang tidak mungkin pernah terjadi. Kerendahan hati dan ketaatan Maria sungguh-sungguh ditantang oleh malaikat Gabriel.

Tetapi apa kata malaikat itu?

“Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan itu disebut kudus, Anak Allah.”

Kuasa Roh Kudus akan bekerja dalam rahim kasih perawan Maria untuk bisa mengandung dan melahirkan seorang bayi yang akan diberi nama seturut apa yang dikatakan malaikat itu sendiri, yakni Yesus, artinya Sang Penebus. Karena dari Roh Kudus, maka Dia adalah Anak Allah. Dalam rahim tak bernoda itu terjadilah peristiwa inkarnasi. Allah mengambil daging dan rupa manusia. Kehidupan-Nya sebagai Putra Allah di dalam dunia dimulai dalam rahim seorang gadis Nazaret. Seorang Perawan menjadi Bunda Allah atas kehendak Ilahi sendiri. Dengan ini Maria menyerukan kegembiraannya:

“Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”

Inilah fiat, pujian mulia dari Bunda Perawan. Maria mengapresiasi dengan sungguh pilihan Allah atas dirinya dengan rasa takjub, hormat dan penuh kerendahan hati. Ada kecemasan dan keraguan tetapi Tuhan menguatkan hatinya bahwa segala sesuatu itu mungkin bagi Allah.

 

Selamat merayakan pesta Sabda Allah menjadi Manusia dan tinggal di antara kita – Emanuel!

 

 

Ilustrasi: Paolo de Matteis, 1712

Salib keselamatan

Posted by admin on March 24, 2015
Posted in renungan 

mateus cross

 

Bil 21:4-9

John 8:21-30

Kecemasan dan kemarahan orang-orang Yahudi di padang gurun karena tiadanya makanan dan minuman membuat mereka memberontak terhadap Allah. Mereka memberontaki Moses yang tidak menjamin kehidupan mereka. Mereka komplain melawan Allah dan Moses yang sudah membawa mereka keluar dari perbudakan Mesir. Tanda penyertaan Allah melewati Laut Merah tidak diingat lagi. Bahaya kelaparan dan kematian di padang gurun membuat buta terhadap Allah, penjamin utama hidup mereka. Sebagai akibat dari pemberontakan ini Allah mengirim ular berbisa yang mematikan. Ketidaksabaran adalah tanda ketiadaan iman yang berakibat kematian. Kendati demikian Allah tetap bersabar terhadap bangsa Israel. Allah memberi mereka tanda bahwa mereka tetap di bawah lindungan dan penyertaan Allah. Atas perintah Allah Musa lalu membuat ular tembaga untuk menawan kekuatan mematikan dari pagutan ular berbisa. Dengan memandang ular tembaga orang Yahudi yang digigit ular berbisa bisa diselamatkan dan dengan tanda ini kehadiran Allah di tengah mereka bisa dimaknai dan membangkitkan lagi iman mereka terhadap Allah.

Gambaran yang sama pula berlaku bagi orang-orang farisi pada zaman Yesus. Mereka sama sekali menolak kehadiran Yesus. Tanda-tanda ilahi seperti penyembuhan orang sakit, pembangkitan orang mati yang dibawa oleh-Nya membuat mereka memberontak terhadap-Nya. Inilah dosa ketidakpercayaan yang membuat mereka buta terhadap kehadiran ilahi. Akibatnya sama seperti ketikpercayaan orang Yahudi di padang gurun Mesir,yakni kematian. Allah dalam kemurahan dan kesetiaan-Nya terhadap bangsa pilihan-Nya tetap setia mengunjungi dan menjamin eksistensi mereka. Namun dosa dan kematian selalu menghantui relasi dan kehadiran Allah dengan umat-Nya. Kekerasan hati orang-orang farisi dan kegagalan Israel yang berpuncak pada kematian Yesus di salib. Salib Yesus yang sudah dilambangkan dalam symbol ular tembaga di padang gurun kini menjadi sumber berkat rohani dan keselamatan bagi setiap orang yang percaya. Iman akan Dia yang dipaku pada palang penghinaan membuka akses kepada siapa pun yang memandangnya dengan iman untuk mengambil bagian dalam rahmat keselamatan Allah yang disediakan bagi bangsa-bangsa, tak hanya bangsa Israel saja. Ungkapan Putra Manusia adalah identifikasi diri Yesus yang menegaskan relasi pribadi-Nya yang utuh dengan Allah, yang adalah Akulah Dia, yang mengutus-Nya. Relasi pribadi ini yang menjadi sumber kesaksian-Nya di dalam dunia. Kristus yang tersalib dan kebangkitan-Nya dari mati merupakan kemenangan iman yang diprakarsai oleh Allah sendiri. Salib dan kebangkitan Kristus menghalau ketakutan akan kematian serentak membuka horizon baru dalam memandang dunia secara benar menurut pandangan mata Allah sendiri – yakni kehidupan baru oleh karena kebangkitan Kristus yang mengalahkan dosa dan maut untuk selama-lamanya. Inilah misteri iman, misteri salib yang harus selalu kita rayakan dengan sukacita dan penuh rasa syukur kepada Tuhan, sumber cinta dan keselamatan kekal.

Biarkanlah hukum yang benar menjadi raja dalam hatimu

Posted by admin on March 23, 2015
Posted in renungan 

adultrous woman

 

Dalam bacaan-bacaan hari ini ada dua kisah menarik yang menghadirkan dua tokoh perempuan. Perempuan pertama bernama Susana. Dikisahkan oleh Kitab Daniel pasal 13, perempuan ini disebut berparas cantik, terdidik dengan baik dalam keluarga, taat pada hukum Tuhan, dan beruntung dikaruniai anak-anak dari suami terpandang. Perempuan terhormat ini bernasib malang. Dua hakim yang dianggap tetua komunitas Yahudi menjeratnya dengan ancaman hukuman mati setelah perempuan ini menolak untuk melayani nafsu birahi mereka. Begitu kuatnya dakwaan palsu mereka sampai-sampai tak seorang pun mampu memberikan kesaksian terbalik untuk membebaskan perempuan tersebut. Kekuatan langit mendegarkan jerit orang tak bersalah. Allah pun turun tangan! Dengan bantuan Daniel, Allah menaruh kuasa kebijaksanaan dalam diri anak muda ini. Allah sendiri bertindak: dua hakim bejat itu dibuktikan memberi kesaksian palsu setelah dikonfrontasikan satu sama lain oleh Daniel dengan pertanyaan di bawah pohon apa mereka berzinah. Dengan menyebut dua pohon yang berbeda, keduanya menggali kubur bagi diri mereka sendiri. Massa mengambil batu dan melempar mereka sampai mati. Keadilan memenangkan orang tak bersalah dari para hakim palsu yang berlindung di balik dalil-dalil suci.

Perempuan kedua, dari Injil Yohanes pasal 8, tak disebutkan namanya secara jelas tapi dikatakan kedapatan sedang berbuat berzinah. Sekelompok pemuka Yahudi yang dikenal sebagai para farisi membawa perempuan ini kepada Yesus. Yesus dijebak dan ditekan untuk memberikan pendapat pribadi-Nya atas kasus ini. Kalau Yesus katakan Ya, artinya hukuman mati bagi perempuan itu, maka otoritas-Nya dipertanyakan dan runtuhlah seluruh ajaran-Nya tentang kasih dan pengampunan; kalau Yesus katakan Tidak! maka Ia akan dituduh blasphemy karena melawan taurat Musa. Yesus tidak memilih baik yang pertama maupun kedua. Yesus memilih menjadi diri-Nya sendiri. Namun dengan demikian Yesus semakin tertekan. Barangkali karena alasan ini Yesus memilih diam dan menulis di tanah. Tanda kebijaksanaan seorang guru. Yesus ingin mengajarkan sesuatu. Karena terus didesak, Yesus lalu melontarkan pertanyaan retoris: Siapa tidak punya dosa, dia yang pertama lempar batu atas perempuan ini! Pertanyaan ini adalah pukulan balik yang membuat lawan tak berkutik. Mata Yesus mampu menembusi jiwa para penjahat di balik pakaian kesucian. Para penjebak-Nya mundur satu per satu dari hadapan-Nya mulai dari yang paling senior. Tinggallah perempuan itu sendiri di depan Yesus.

 

***

Dalam masa pra-paskah ini kita berada dalam sebuah ret-ret mulia bersama seluruh gereja. Berdasarkan dua kisah di atas kita bisa bercermin diri dan belajar dari cara hidup Yesus sendiri. Yesus menawarkan sebuah cara hidup yang melampaui tawaran hukum taurat untuk menghukum mati pezinah. Tanpa membenarkan perbuatan dosa perempuan yang kedapatan berzinah, Yesus menawarkan lain, tindakan pengampunan. Yesus menawarkan mercy. Yesus berbelas kasih dan kasihan melihat kuasa dosa yang melilit orang-orang yang menderita berkelahi di antara mereka. Namun pada saat yang sama Yesus menunjukkan kuasa Allah yang mampu membebaskan orang dari belenggu kematian akibat dosa yang dilakukan. Yesus mendiskriminasi dosa tapi bukan orang yang menderita. Dosa itu kekuatan jahat yang sulit dilacak tanpa kekuatan iman. Akibat dosa itu mematikan. Melampaui tawaran jahat, Yesus mementingkan hidup. Tawaran keselamatan ini merupakan sebuah revolusi spiritual dalam tradisi taurat. Kematian tidak boleh menang, harus ditentang dan dilawan apapun harganya.

Kita sebagai orang Kristen yang memegang tradisi kekatolikan ditantang untuk mengapresiasi ketajaman, kekuatan kekudusan Allah yang mampu meluluhkan kebengisan hati manusia yang cenderung menghakimi dan bahkan suka mencabut nyawa orang. Kekudusan Allah ditawarkan kepada manusia. Tergantung manusia mau milih yang mana? Ikut tawaran Allah atau tawaran kematian yang sering muncul dari dalam diri sendiri. Ikut hukum Allah atau hukum yang diciptakan manusia? Semoga revolusi mercy yang menjadi semangat dasar gereja dewasa ini dibawa Paus Francis mampu merubah wajah dunia yang dihantui oleh terror, balas dendam, kebencian, darah dan air mata. Jangan membiarkan kematian menjadi raja. Tetapi hidup! Biarkanlah mercy itu mengalirkan dan membawa penyembuhan. Biarkanlah mercy yang benar dari Allah itu hidup. Kasih hendaklah selalu menang dalam hatimu: “Saya juga tidak menghukum engkau, pergilah dan jangan berdosa lagi mulai dari sekarang.”

 

 

Ilustrasi via http://eikonik.deviantart.com/art/Writing-in-the-Sand-44714901

Membakar hidup-hidup

Posted by admin on March 23, 2015
Posted in renungan 

 

darahJohn 8:3-5

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah.  Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian.

Koran hari Minggu (22 Maret) mengisahkan kalau perempuan Pakistan yang dilempari batu dan dibakar hidup-hidup karena dituduh membakar beberapa lembar Al-quran, ternyata dia tak bersalah. Setelah seseorang menuduh kalau dia mencemarkan Kitab Suci, ratusan orang melempari dan membakar dia di tepi sungai. Para polisi tak kuasa menghalangi masa yang beringas, melempari perempuan dengan kemarahan. Ternyata, setelah diselidiki, dia tak bersalah! Apa hendak dikata? hidupnya tak bisa dikembalikan lagi…..

Persoalan penajisan agama ternyata sudah dialami sejak awal abad pertama. Kisah orang yang tertangkap berzinah dan hendak dilempari batu mengisahkan bagaimana seorang yang beragama harus bersikap terhadap kisah seperti ini? Bagaimana harus menerapkan keadilan tanpa menghilangkan belas kasih?

Kisah-kisah penghakiman sendiri mengambarkan sifat dasar manusia kalau orang sungguh tertarik akan kesalahan orang lain dan membuatnya menjadi konsumsi publik. “Jangan bilang siapa-siapa ya!” itu kata sakti saat membicarakan orang lain, dan nyatanya beritanya sudah tersebar pada seluruh komunitas dalam kediaman.

Orang Farisi yang membawa wanita berzinah pada Yesus itu sebenarnya ingin mencobai Yesus bagaimana dia bersikap pada orang yang ketahuan berdosa di muka umum. Akankan Yesus juga turut mengobarkan rasa tidak suka dan membiarkan orang dihukum rajam sampai mati? Ternyata tidak, dengan cerdas Yesus menunjukkan sikap keadilan berbalut kasih Allah. Dia tidak menghukum wanita itu, dan menuntut sang wanita tidak berbuat dosa lagi.

Semoga kita bisa belajar dari Yesus, menerapkan keadilan tanpa harus kejam dan kehilangan kasih. Tak perlu kita mengulangi kesalahan orang-orang di Pakistan yang telah membakar orang yang nyatanya tak bersalah!

Translate »