Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Senin, 27 Maret 2017

Posted by admin on March 26, 2017
Posted in renungan 

Senin, 27 Maret 2017

 

Yes 65:17-21

Yoh 4:43-54

 

Yesus menyembuhkan anak dari seorang pegawai istana di Kapernaum. Karena imannya maka apa yang diharapkan oleh pegawai istana untuk kesembuhan anaknya bisa terwujud. Dengan demikian iman kepada Yesus Kristus adalah kekuatan yang luar biasa. Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya.  Iman adalah anugerah yang sudah diterima Allah. Oleh karena itu iman bukan sebatas usaha manusia semata tetapi karena kemurahan hati Allah kepada manusia.

Bagaimana agar iman bisa sungguh bisa dihayati? Orang bisa menghayati iman jika memiliki kerendahan hati dan keberanian untuk berserah kepada Allah. Ketika orang memiliki kerendahan hati maka ia akan menyadari keterbatasan diri dan bahwa dihadapan Allah sungguh bergantung  kepada Nya.  Semakin orang terbuka pada belas-kasih Allah karena iman maka semakin ia penuhi dengan berkat-berkat Allah. Sebaliknya jika orang bersikap sombong maka ia akan sulit beriman dan sulit untuk melihat kebaikan dan kasih Allah. Oleh karena itu agar orang bisa mengalami penyertaan Allah perlu sekali menjadi kecil atau semakin rendah hati agar kemuliaan Allah semakin memancar di dalam hidupnya.

Daya kekuatan iman bukan hanya untuk diri sendiri akan tetapi iman memiliki kekuatan untuk membawa orang-orang yang ada disekitarnya semakin baik hidupnya. Karena iman dari pegawai istana maka anaknya disembuhkan dan seluruh keluarganya menjadi percaya kepada Yesus Kristus. Dengan demikian, daya iman sungguh menggerakkan orang semakin lebih peduli terhadap sesamanya dan hidup bahagia.

 

Marilah berdoa,

 

Allah yang Maha Kasih, Engkau meneguhkan kami bahwa dengan iman tidak ada hal yang mustahil. Dengan kekuatan iman maka Engkau menyembuhkan kami. Kami bersyukur atas anugerah iman ini. Doronglah kami selalu agar iman tersebut semakin hari semakin bisa kami hayati dalam kehidupan, Demi Kristus, Tuhan dan penyelamat kami. Amin.

Blindness and Vision of Faith

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on March 25, 2017
Posted in renungan 

Fourth Sunday of Lent.
March 26, 2017
[John 9:1-41]
“it is so that the works of God might be made visible through him. (Joh 9:3)”
jesus_heals_a_blind_man_by_eikonik
Blindness is the most dreadful disability for many of us. It is the loss of vision, living in total darkness for our entire lives. Blindness is the inability to see the beauty of the world and people who love us. In the Old Testament, blindness puts one in great disadvantages. The well-known story of Isaac who was tricked by his own son Jacob so that he might get his blessing began with Isaac losing his eyesight. Blind people are also hindered from fulfilling their religious duties. The Law of Moses dictates that the blind cannot offer sacrifice to the Lord,p; even blind animals can not be offered to the Lord! (see Lev 21-22). Blindness was associated with sinners. (see Deu 28:29). That is why Jesus’ disciples asked whether the man’s blindness was caused by his sin or his parents’ sin.
The healing of a blind person in the Old Testament is rare, but the prophets foretold that the Messianic age will be marked by the healing of the blind and the crippled. Thus, in the Gospels, we read many stories of the blind cured by Jesus, and this tells us that Jesus is the long-expected Messiah and that His kingdom has begun. In the Gospel of John, the stories of healing a blind person occurred rarely, but John devoted the entire chapter 9 to one unnamed blind man. This man was healed by Jesus on the Sabbath day. Unfortunately, healing on the Sabbath is forbidden by the Law, and the Pharisees logged a series of inquiries on the man, questioning the authority of Jesus. The man was convinced that despite the violation of the Sabbath’s rest, Jesus was holy because no sinner can heal. The story ended with him expelled from the synagogue. The irony in the story is that as the blind was able to see and believe in Jesus, the some Pharisees continued living in darkness and did not believe in Jesus.
The story of the blind man reminded me of the story of Louis Braille. Louis lost his vision at a very young age because a sharp object accidently pierced his eyes. Yet, he was determined to learn to navigate the world with the other senses left. His father made him a cane, his brother taught him echolocation, the village priest taught him to recognize trees by touch and birds by their song, and his mother taught him to play dominoes by counting the dots with his fingertips. He wanted to read and learn more, but it was practically impossible. After some time, he received the news that Charles Barbier, an army commander invented a military communication code using patterns of dots to represent sounds. Louis adopted the system for himself, yet he felt the coding was yet too slow. So, instead of representing sound, he engineered a dot system that represented letters. He punched the dots on the paper by a sharp and small tool akin to an awl, a tool that caused his blindness. At the age of 15, he invented the Braille alphabet. His determination has helped countless people with blindness and low visibility to read and see the world of ideas.
Certainly, our eyes are fine because we are able to read this reflection! But, the real question is, in this Lenten season, whether our eyes help us to see what matters most in life. Do we appreciate the gift of sight that we have? Does our vision lead us to a deeper faith? Have we helped others to see Jesus?
Br. Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Kabar Sukacita yang Menakutkan

Posted by admin on March 24, 2017
Posted in renungan 

Sabtu, 25 Maret 2017
Hari Raya Pesta Kabar Sukacita

Yesaya 7:10-14, 8:10
Mazmur 40
Ibrani 10:4-10
Lukas 1:26-38

Rembrandt-Annunciation

Gambar di atas adalah sketsa yang dibuat oleh pelukis terkenal Belanda Rembrandt. Sketsa ini tidak pernah kesampaian untuk dijadikan lukisan, tetapi bisa membuat kita melihat imajinasi Rembrandt akan salah satu peristiwa paling menyentuh dalam Injil. Kebanyakan lukisan Annunciation, di mana Malaikat Gabriel menyampaikan kabar kepada Maria bahwa dia akan mengandung Sang Mesias, menggambarkan Maria dengan ekspresi tenang, penuh damai. Kita pun menyebutnya kabar sukacita, karena inilah saatnya Sang Juruselamat akan datang menyelamatkan dunia.

Tetapi bayangkan keadaan yang lebih memungkinkan pada saat itu. Maria, seorang gadis desa dari keluarga sederhana, yang usianya masih belasan tahun, tiba-tiba kedatangan malaikat Tuhan. Lebih dari itu, dia dikabarkan akan mengandung Anak Allah yang mewarisi tahta Raja Daud dan berkuasa atas bangsa Israel. Semua itu pasti menakutkan dan mengejutkan bagi Maria. Sebenarnya, terjemahan bahasa Indonesia bahwa Maria “terkejut” terlalu halus untuk melukiskan isi hatinya. Bahasa Yunani yang aslinya digunakan Lukas adalah diatarasso yang terdiri dari dua kata dia dan tarasso. Tarasso sendiri kurang lebih berarti terganggu atau gundah. Awalan dia dapat diartikan sangat atau melampaui batas. Jadi bisa dibayangkan bahwa Lukas ingin mengatakan Maria sangat gundah dan terganggu pikirannya ketika dikunjungi Gabriel, jauh dari perasaan damai atau sukacita yang sering kita bayangkan.

Dari gambar sketsa Rembrandt kita bisa melihat keadaan itu juga. Maria seperti jatuh dari kursinya dan Gabriel memegang tangannya untuk membantunya tidak jatuh. Ekspresi muka Maria seperti mau pingsan. Sandalnya terlepas dari kakinya. Gabriel memandang Maria seperti mencoba untuk menenangkannya.

Perjumpaan dengan Tuhan kadang mencengangkan dan menakutkan. Musa, misalnya, harus menutup mukanya karena terang Tuhan begitu menyilaukan. Di dalam hidup kita perjumpaan dengan Tuhan bisa dalam berbagai rupa. Kadang ada kejadian seperti mujizat atas kita atau keluarga kita. Kadang kita dihadapkan pada pilihan untuk merubah hidup kita seperti pekerjaan atau tempat tinggal baru. Kadang perubahan itu datang karena seorang yang kita cintai sakit keras atau meninggal dunia. Yang jelas, Tuhan biasanya menjumpai kita untuk mengajak kita keluar dari safe zone atau kenyamanan kita supaya iman kita bisa semakin bertumbuh dan juga karena Tuhan ingin menyertakan kita dalam karya penyelamatanNya.

Santo Fransiskus dari Assisi dalam salah satu suratnya mengatakan, “Kita adalah bunda (dari Yesus) sewaktu kita membawaNya dalam hati dan badan kita melalui kasih dan nurani yang murni dan ikhlas, dan kita melahirkan Yesus melalui perbuatan suci yang menjadi cahaya teladan bagi orang lain.” Kabar baik dari Tuhan tidak hanya untuk Maria, tapi kita semua. Setiap dari kita pun diberi anugrah untuk menghadirkan kasih dan terang Kristus di dunia ini.

Sama seperti Maria, sudah lumrah kalau kita pertama takut atau heran atau tidak tahu harus berbuat apa. Tapi seperti gambar Rembrandt di atas, Tuhan tidak akan membiarkan kita jatuh. Dia membantu kita untuk berdiri kembali, dan membantu kita untuk tenang kembali dan untuk menyiapkan diri bekerja sama dalam karya penyelamatanNya. Dengan ditopang olehNya, maka beranilah kita berkata bersama Maria,”Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”

Surat Cinta

Posted by admin on March 23, 2017
Posted in renungan 

Jumat, 24 Maret 2017

Hosea 14:2-10
Mazmur 81
Markus 12:28-34

Ada pendapat bahwa sabda Tuhan yang terdapat dalam Alkitab adalah seperti surat cinta dari Tuhan. Bacaan dari Kitab Hosea hari ini adalah salah satu contoh yang sempurna. Setelah Israel berpaling dari Tuhan dan menyembah berhala, setelah mereka mengingkari perjanjian dengan Allah, setelah mereka melanggar perintah-perintah Allah, inilah jawaban Tuhan pada mereka:

“Aku akan memulihkan mereka dari penyelewengan,
Aku akan mengasihi mereka dengan sukarela, sebab murka-Ku telah surut dari pada mereka.
Aku akan seperti embun bagi Israel, maka ia akan berbunga seperti bunga bakung…
Mereka akan kembali dan diam dalam naunganKu dan tumbuh seperti gandum…”

Begitu besar kasih Tuhan dan begitu murah dan penuh pengampunan hatiNya kepada Israel dan seterusnya kepada kita semua ciptaanNya. Kita sudah dikirimkan surat cinta ini oleh Tuhan. Dan hidup kita pun sudah berlimpah akan karya nyata kasihNya. Bagaimana kita bisa membalas semua ini?

Yesus memberikan kita petunjuk dalam Injil hari ini:
“Kasihilah Tuhan, Allahmu,
dengan segenap hatimu
dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap akal budimu
dan dengan segenap kekuatanmu.”

Ini adalah hukum yang paling utama. Allah merindukan kasih kita kepadanya. Ia tidak mau memaksa, tetapi senantiasa menantikan kita untuk kembali kepadaNya dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan kita. Ia sabar menunggu seperti sang ayah yang menunggu si anak yang hilang. Lebih dari sembahan, doa-doa, perbuatan amal, dan lainnya, Ia menantikan kasih kita. Apakah kita sudi memberikan seluruh diri kita untuk mengasihiNya?

Siapa Paling Kuat?

Posted by admin on March 22, 2017
Posted in renungan 

Kamis, 23 Maret 2017

Yeremia 7:23-28
Mazmur 95
Lukas 11:14-23

Ketika Yesus mengusir setan dari diri seseorang seperti yang kita baca dalam Injil hari ini, reaksi orang-orang yang menyaksikan bermacam-macam. Sebagian besar terkagum-kagum akan mujizat dan kuasa Yesus. Sebagian lagi menuduh dia menggunakan kuasa dari Beelzebul, sang Iblis sendiri. Sebagian lagi tidak langsung percaya dan minta Yesus untuk menunjukkan tanda dari sorga sebagai bukti.

Yesus menjawab dengan mengatakan bahwa setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti akan binasa. Dia menggunakan perumpaan ini untuk menunjukkan bahwa kalau memang dia memakai kuasa Beelzebul untuk mengusir setan, maka seolah-olah sang Iblis memecah-belah kerajaannya sendiri, suatu hal yang tidak logis. Tetapi kata-kata Yesus itu juga merujuk pada orang-orang yang sangsi akan kuasa dan karyanya. Dengan menyangsikan Yesus, mereka pun menjadi tercerai-berai dan tidak mempunyai pegangan.

Sebuah kerajaan atau rumah yang dimiliki oleh seseorang yang merasa kuat, jika didatangi oleh orang lain yang lebih kuat pasti akan jatuh dan seluruh harta bendanya akan tercerai-berai dibagi-bagikan. Yesus memperingatkan kita untuk tidak bersandar pada kekuatan kita sendiri atau kekuatan orang lain yang kita percaya akan mampu membela kita. Satu-satunya yang bisa mempertahankan kita adalah kekuatan Allah melalui Yesus. Karena itu dia berkata bahwa siapa yang tidak bersama dia, yang tidak berpegang padanya, akan dicerai-beraikan dan binasa.

Pesan Yesus hari ini mengingatkan kita untuk lebih percaya dan berpegang pada kuasa Tuhan. Di jaman yang semakin canggih ini, manusia seakan-akan mempunyai kuasa yang lebih besar. Kita sekarang mempunyai teknologi untuk menguasai alam, membentuk karakter manusia baru, atau merubah cara hidup. Manusia modern lebih gampang untuk lupa akan kebenaran yang paling dasar bahwa kita diciptakan oleh Tuhan dan bahwa Tuhan adalah yang Maha Kuasa. Semua ini memberi kita ilusi bahwa kita aman, kita berkuasa, dan kita kuat. Tapi seperti semua ilusi, ini semua tidak akan bertahan dan pada akhirnya akan runtuh. Kerajaan Allah lebih kuat dari segala apapun. Yesus menjanjikan bahwa siapa yang berpegang padanya tidak akan binasa.

Translate »