Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Yesaya 41:13-20
Matius 11:11-15

Kristus terus menerus membekali kita dengan rahmatNya yang membuat kita mampu melanjutkan ziarah kita di bumi ini bersamaNya.

Saudara-saudariku terkasih,

Sejak kita masuk masa Adven, terus menerus kita dibekali dengan makanan rohani yang membantu kita merenungkan betapa Tuhan mengasihi dan mencintai kita. Melaui Kitab SuciNya, kita diberi kesempatan untuk mengenalNya dengan lebih baik dan membantu kita untuk mengalami keintiman kita dengan Tuhan. Sekali lagi hari ini kita dibekali dengan sabdaNya yang membuat kita lalu bertanya “Apakah yang Tuhan kehendaki dari kita hari ini?”

Yesus dalam Injil hari ini, menyampaikan kehendak Tuhan kepada sekelompok orang yang berkumpul mendengarNya. Yesus mengatakan bahwa disini tak seorangpun yang lebih besar dari Yohanes Pembaptis. Suatu pernyataan yang sangat mengejutkan karena mereka datang untuk mendengarkan Yesus, dan sejak awal semua orang tahu akan tokoh-tokoh seperti Abraham, Moses, Elia dan Elisa. “Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis.” Sekarang Yohanes Pembaptis dibilang sebagai yang terbesar. Tetapi Yesus belum menyudahi pembicaraanNya. Yesus lalu menambahkan: “namun yang terkecil dalam Kerayaan Sorga lebih besar dari padanya”. Sejak tampilnya Yohanes Pembaptis hingga sekarang, Kerjaan Sorga diserong dan orang meneyrongnya, mencoba menguasainya.”

Saudara-saudari terkasih,

Disini Yesus menyampaikan perbedaan status antara manusia, bahkan tentang status di dalam kerajaan Surga. “Sesungguhnya diantara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis. Mengapa demikian? Karena ia adalah satu-satunya yang langsung Ia tunjuk, yang lebih nyata dan yang dari segi sejarah hadir sesuai dengan janji Allah yang kita termui dalam Yesaya; Penyelamat mereka, Yang Kudus dari Israel. Lagi pula karena penebusan ini, dimana dikatakan: “Sebab Aku ini, Tuhan, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu:’Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau.”

Kerajaan Surga di bumi ini sejak awal telah mengalami penderitaan. Umat beriman baik dari masa Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan sampai dengan saat ini terus menerus menghadapi tantangan dan penganiayaan demi iman. Oleh banyak orang mereka adalah martir. Tetapi semuanya itu tidak selamanya menakutkan. Bukan tidak mungkin tantangan itu akan menjadi lebih hebat ketika kita terus menerus menyatakan kesetiaan kita kepada Tuhan dan gerejaNya. Banyak diantara kita masih bergulat dengan kekurangan-kekurangan ketika kita masih kurang percaya kepada Tuhan. Sangat mungkin karena kita kurang menyempatkan waktu dalam doa dan penyembahan kepada Tuhan. Atau kita tidak sering melakukan perbuatan amal. Itulah kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan kita sebagai manusia, dan sangat mungkin masih sangat banyak lagi kelemahan yang tidak dapat kita sebut satu persatu.

Saudara-saudariku terkasih,

Syukur kepada Allah! Kalau kita masih selalu sadar akan segala kelemahan dan kekurangan kita.. Tuhan memahami semua kelemahan dan kegagalan-kegagalan kita. Oleh karena itu Tuhan memberi kita kesempatan untuk masuk ke kerajaan surga. Yang penting bahwa kita terus menerus menyempatkan diri untuk kembali kepadaNya memohon pengampunan dalam dan melalui Sakramen Pengakuan dosa. Kita bersyukur karena kita masih akan selalu melalui sakramen pengampunan dosa mempersatukan diri dengan Yesus dalam perayaan Ekaristi. Dengan demikian kita tahu bahwa Tuhan tidak pernah akan membuat kita putus asa dan gelisah. Ia mempersenjatai kita sejak semula untuk ambil bagian dalam kerajaanNya baik di bumi maupun dalam keabadian nanti.

Inilah pesan Tuhan yang penuh harapan untuk kita hari ini. Marilah kita mempergunakan masa Adven ini untuk membaharui sikap hidup kita dalam dan melalui Sakramen Pengampunan dosa. Dalam masa Adven ini para imam di keuskupan San Diego dimana saya bekerja, sibuk membantu melayani umat yang mau menerima sakramen pengampunan. Setiap tahun sebelum Natal dan Paskah begitu banyak umat yang masih sangat setia menerima sakramen pengampuan. Selama kurang lebih sepuluh tahun melayani di keuskupan San Diego sungguh mengagumkan menyaksikan ribuan orang berbondong bondong datang ke gereja ketika diadakan liturgi pengampunan dosa. Salah satu paroki yang paling besar di keuskupan ini yakni paroki Gembala yang baik (Good Shepherd) di Mira Mesa, setiap tahun sebelum Natal dan Paskah mereka mengundang imam-imam dari beberapa paroki yang ada di keuskupan ini untuk membantu mendengar pengakuan. Biasanya mereka membutuhkan imam sebanyak 34-36 orang, dan lamanya pengakuan itu para imam masing-masing bisa duduk sampai dua jam lamanya. Saudara-saudari terkasih, itulah hadiah yang terbesar dari Tuhan yang pernah diberikan kepada semua orang. Marilah kita berbondong-bondong datang kepadaNya untuk menerima rahmat pengampunan itu dan fokus untuk selalu berjalan bersamaNya. Amin.

Maria dari Guadalupe

Posted by admin on December 11, 2018
Posted in renungan 

Zakharia 2:10-13 atau
Wahyu 11:19a; 12;1-6a, 10ab
Lukas 1:26-38 atau
Lukas 1:39-47

Semua orang dipangil untuk ambil bagian dalam Kerajaan Allah.

Saudara-saudariku terkasih,

Hari ini kita merayakan pesta Maria dari Guadalupe, memberi kita kesempatan untuk menghargai peranan Maria dari perspektip yang lain dibandingkan dengan perayaan Bunda Maria yang baru saja kita rayakan pada tanggal 8 Desember kemarin, Hari Raya SP. Maria dikandung tanpa dosa.

Pada tahun 1531, Bunda Maria menampakan diri ke Juan Diego, seorang miskin dari suku Aztec yang menjadi katolik. Bunda Maria minta kepada Juan Diego untuk menghadap uskup di Mexico city minta supaya membangun sebuah gereja. Tetapi uskup minta bukti, sebuah tanda. Ketika sekali lagi Bunda Maria menampakan diri kepada Juan Diego; Bunda Maria memberi petunjuk kepada Juan Diego dan peristiwa itu terjadi di tengah musim dingin, untuk mengumpulkan kembang mawar yang tumbuh di bukit itu, lalu kembang itu Juan Diego harus menghantarkannya kepada uskup. Ketika Juan Diego membuka mantel yang dikenakannya dimana kembang mawar itu dia kumpul dan dimasukan di dalam mantelnya itu untuk ditunjukkan kepada uskup, pada saat itu bukan kembang yang kelihatan, tetapi gambar Bunda Maria. Sampai dengan saat ini, mantel Juan Diego dengan gambar Bunda Maria masih terus menginspirasi para peziarah ke Mexico City.

Lalu pada abad ke 16, negara Mexico pada saat itu dikuasai oleh Spanyol, dan penduduk asli ditaklukan oleh orang Spanyol. Para penduduk asli diperkenalkan dengan banyak kebiasaan dan tradisi orang Spanyol, termasuk agama katolik. Itulah bagaimana kekatolikan untuk pertama kali diperkenalkan kepada bangsa pribumi, dan iman mereka bertumbuh dan berkembang sampai pada saat Bunda Maria menampakan diri kepada Juan Diego.

Saudara-saudariku terkasih,

Selama masa Adven ini, kita kembali diingatkan tentang malaikat Gabriel yang menampakan diri kepada Maria dengan membawa berita gembira. Bisa saja malaikat Gabriel mendatangi setiap gadis dari bangsa Yahudi, tetapi ia datang khusus kepada seorang gadis sederhana yang tinggal di sebuah desa kecil. Dan Bunda Penebus kita adalah seorang yang sederhana – bukan seorang yang gila status. Demikian juga Bunda Maria bisa saja mendatangi atau menampkan diri kepada setiap orang di Mexico, tetapi Bunda Maria menampkan dirinya kepada seorang yang juga miskin dan sederhana dan yang memiliki iman yang teguh.

Para penduduk asli itu merayakan dan memperingati hari raya ini sebagai suatu kebanggaan karena Bunda Maria telah datang kepada salah seorang dari kalangan mereka sendiri. Oleh karena penampakan Bunda Maria kepada seorang yang sederhana dari kalangan mereka maka kekatolikan mereka menjadi sangat kuat. Demikian kata-kata nabi Zakharia dalam bacaan pertama hari ini mengatakan: “Bersorak-sorailah dan bersukarialah, hai puteri Sion, sebab sesungguhnya Aku datang dan diam di tengah-tengahmu, demikianlah firman Tuhan;
dan banyak bangsa akan menggabungkan diri kepada Tuhan pada waktu itu dan akan menjadi umatKu dan Aku akan diam di tengah-tengahmu. Maka engkau akan mengetahui, bahwa Tuhan semesta alam yang mengutus aku kepadamu. Dan Tuhan akan mengambil Yehuda sebagai milikNya di tanah yang kudus, dan Ia akan memilih Yerusalem pula. Berdiam dirilah, hai segala makhluk, di hadapan Tuhan, sebab Ia telah bangkit dari tempat kediamanNya yang kudus.” Oleh karena itu saudara-saudariku,pesta Maria dari Guadalupe ini menolong kita untuk ingat akan kekatolikan kita, sebagai anggota gereja katolik – yang universal – untuk segala bangsa, dimana seja orang diundang untuk mengambil bagian di dalam kerajaan Allah.

Dengan demikian saudara-saudariku terkasih; Gereja Katolik adalah Tubuh Mystik Kristus yang hidup. Ingatlah akan kata-kata Bunda Maria dari Guadalupe yang berbicara kepada seorang Juan Guadalupe yang sederhana; “Aku yang ada disini, dihadapanmu, bukankah saya ini ibumu? Bukankah kamu berada dibawah naungan dan perlindunganku? Bukankah engaku berada dalam selubungku, dalam pelukan tanganku? Apalagi yang engkau perlukan? Jangan takut ataupun gelisah.” Disini kita pun akan dapat mengambil makna perayaan hari ini dengan mengambil kata-kata Bunda Maria kepada Juan Diego itu untuk pendewasaan iman kita dan iman sesama kita dengan meneruskan refleksi ini kepada sama saudara yang mau mendengarkannya. Amin.

Yesus mengajarkan bahwa setiap orang adalah mulia di mata Tuhan.

Posted by admin on December 10, 2018
Posted in renungan 

Yesaya 40:1-11
Matius 18:12-14

Yesus mengajarkan bahwa setiap orang adalah mulia di mata Tuhan.

Saudara-saudariku terkasih

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat lajunya di dunia ini dimana kita dapat berkomunikasi begitu lancar dengan siapa dan kapan saja di seluruh dunia, kita bisa saling menghibur dan saling meneguhkan apabila kita lagi dalam kesusahan. Baru saja beberapa menit yang lalu, saya menerima pesan singkat lewat text message dari salah seorang teman yang tinggal di negara lain, mohon doa dan dukungan moril karena mamanya lagi sakit dan sekarang ini sedang dirawat di salah satu rumah sakit di Indonesia. Saya langsung membalas pesan singkatnya itu dengan mengatakan bahwa saya akan bawakan dalam doa dan korban misa saya untuk mamamu. Kita sangat bersyukur dan berterimakasih untuk alat komunikasi yang sangat membantu dan menjawab kebutuhan kita baik rohani maupun jasmani.

Bacaan Injil hari ini menunjukkan betapa pentingnya kita manusia ciptaan Tuhan dimana kita dibandingkan dengan domba-domba gembalaanNya. Betapa besar kasih Allah Bapak kita yang tidak mau seorangpun dari anak-anakNya ini hilang, lewat perumpamaan tentang domba yang hilang. Tuhan Gembala Agung kita menghendaki agar kita semua bisa selalu bersama-sama dalam satu gembalaanNya, tidak ada yang hilang atau tercerai berai. Paling tidak semua domba gembalaanNya selalu berada dalam perlindunganNya. Akan tetapi perumpamaan ini tidak untuk gembala umat manusia pada umumnya, tetapi tentang Tuhan: Tuhan, yang penuh kasih setiaNya yang selalu mencari dan mencari. Dimana saja kita berada, Tuhan selalu dengan penuh perhatian dan kasihNya tidak pernah akan mau membiarkan salah satu dari umat gembalaanNya hilang.

Saudara-saudariku terkasih,

Kita semua dipanggil untuk menjadi tangan, kaki untuk bisa menampilkan wajah Kristus kepada orang lain; dengan demikian kita bisa diharapkan akan menjadikan itu tugas perutusan kita “membawa dan mengembalikan yang hilang ataupun mereka yang terbuang dan yang tidak mendapat perhatian. Untuk menjaga dan memelihara satu sama lain di dalam komunitas kita, diharapkan kerelaan, kesediaan dan keterbukaan kita untuk membantu dan mencari yang hilang. Karena tidak seorangpun yang hadir di dunia ini yang tidak mendapat perhatian dan cinta Tuhan yang telah mengorbankan PuteraNya dan yang telah menderita untuk keselamatan kita.

Satu kabar baik untuk hidup ini dimana orang saling berbagi ialah: kalau kita masing-masing, dengan kata lain setiap orang tidak menjauhkan diri dari kasih Allah. Apabila kita sudah terlalu jauh dari jalanNya, sebaiknya kita berusaha untuk segera kembali kepadaNya, dan Yesus akan segera menaikan kita ke atas bahuNya untuk menghantar kita kembali kepadaNya.

Oleh karens itu pada masa Adven ini, marilah kita sebagai satu komunitas bersama-sama memberitakan kabar baik ini untuk memberi dukungan, menyediakan jalan untuk sesama kita yang telah menjauhi Yesus dan mau kembali kepada Yesus lewat ketulusan hati kita dalam membantu, memberikan harapan dan kegembiraan dalam Tuhan. Amin.

Senin, Minggu kedua Masa Adven
10 December, 2018

Yesaya 35:1-10
Luke 5:17-26

Kita semua dipanggil untuk senantiasa berharap pada pengampunan dan belaskasihan Tuhan untuk mencapai pembaharuan hidup

Bacaan injil hari ini tentang beberapa orang yang berusaha menghantar teman mereka yang lumpuh kepada Yesus. Tetapi mereka menghadapi kendala untuk bisa bertemu langsung dengan Yesus, karena manusia berjubel disekitar Yesus yang mau mendengar pengajaranNya. Selain itu tempat dimana Yesus memberi pengajaran di dalam sebuah rumah yang tidak terlalu besar dan yang hadir selain umat, juga para ahli taurat dan kaum pharisi. Mereka yang datang tidak hanya untuk mendengar pengajaran Yesus, tetapi juga mohon kesembuhan dari segala macam penyakit yang diderita, karena Yesus sudah banyak menyembuhkan orang-orang sakit.

Teman-teman dari orang yang lumpuh itupun berusaha untuk bisa masuk kedalam rumah dimana Yesus sedang memberikan pengajaran. Mereka nekat, pikirnya dengan cara apapun mereka harus bisa menghantar temannya itu kepada Yesus. Kita semua tahu bahwa mereka berhasil menghadirkan temannya itu di depan Yesus. Mereka berharap dan percaya bahwa temannya yang lumpuh itu akan bisa disembuhkan. Ternyata harapan mereka itu terbukti, bahwa bukan saja kesembuhan badaniah yang diperolehnya, tetapi juga kesembuhan rohaninya, bahwa dosa-dosanyapun diampuni. Teman mereka yang lumpuh itu mengalami pembaharuan radikal, pembaharuan rohani dan jasmani, menjadi manusia baru; pada saat itu juga dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya tidak pernah dia lakukan. Dikatakan bahwa karena pengajaran Yesus yang oleh kaum pharisi dan ahli taurat dipandang sebagai “penistaan agama”, maka Yesus mengambil sikap yang lebih progresip lagi dengan mengatakan:…” supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa” – berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu – “Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” Kita sudah bisa membayangkan betapa bahagianya mereka, orang yang tadinya lumpuh telah mendapat pembaharuan hidup rohani dan jasmani, juga teman-temannya yang berusaha menghantar dia kepada Yesus.

Saudara-saudari terkasih, kita semua sangat mungkin pernah menghantar teman, orang-orang yang dicintai, anak, cucu kepada Yesus dengan caramu. Seperti teman-teman si lumpuh dalam bacaan Injil hari ini. Siapakah saudara-saudari itu dalam kehidupan kita, yang pernah dan sudah kita perkenalkan kepada Yesus? Saya yakin bahwa untuk bisa menghantar orang lain kepada Yesus, sangat tidak mudah dan sudah sangat pasti ada tantangan tersendiri. Kadang-kadang bisa membuat kita putus asa. Tetapi tantangan itu seringkali bukan dari orang-orang yang mau kita hantar kepada Yesus, tetapi tantangan itu dari diri kita sendiri. Dan salah satu point penting dari bacaan injil hari ini yang perlu disimak ialah ‘kesabaran’ dari teman-teman si lumpuh itu. Kesabaran dan usaha mereka membawa buah dan berkat bagi temannya yang tadinya lumpuh sampai akhirnya memperoleh suatu pembaharuan dalam hidupnya baik rohani maupun jasmani. Satu pertanyaan untuk direnungkan, apakah anda sudah pernah menghantar orang lain kembali kepada Yesus, atau pernah memperkenalkan orang lain kepada Yesus? Semoga!

Weak Enough

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on December 8, 2018
Posted in renungan 

 

Second Sunday of Advent

December 9, 2018

Luke 3:1-6

During my ordination, Archbishop Socrates Villegas of Lingayen-Dagupan asked this question to us who would receive the sacred order, “Are you weak enough?” The question was mind-blogging and unexpected because often we have strength, power, and talents as our favorite subjects, and even obsession. We like to show to the world that we are achievers and conquerors. We parade our good education, high-earning job, or a beautiful face. The ‘superior’ mentality does not only affect the lay people traversing in the ordinary world, but also people dressed in white walking through the corridors of the Church. The clergy, as well as religious men and women, are not immune to this hunger for approval and sense of worthiness.

I have to admit also that our formation in the religious life is colored with this kind of ‘spirit.’ The study is important in our Dominican tradition, and we are struggling to meet the academic demands of philosophy and theology. Those who are excelling are honored, but those who are falling, are facing expulsion. Prayer and community life are basic in our spirituality, and we are living to meet the expectations in the seminary or convent, like regular prayers and various community activities. Those who meet the standards may pass the evaluation for ordination or religious profession, but those who are often late or absent, are deemed to have no vocation. Preaching is our name, and we give our all in our ministries. Those who are successful in their apostolate are exemplary, but those who are not able to deliver a good speech may wonder whether they are in the Order or ‘out of order.’

The ordination is for the worthy ones, meaning for those who ace all the requirements. However, the good archbishop reminds us that relying too much on our strength and goodness, we may hamper the work of God in us. When we become too handsome, the people begin focusing on us, rather than the beauty of the liturgy. When we preach too brilliantly, the people start admiring us rather than the Truth of the Word. When we teach too brightly, we outshine the Wisdom made flesh. We forget that all power  and talents we have, belong to God, not ours. What we have, are weaknesses.

However, it is only in our weakness that God’s strength is shining brightly. He called Moses who was a murderer and a fugitive, to liberate Israel from the slavery. He called Jonah, a reluctant prophet, to save Nineveh. He chose Simon Peter, who betrayed Jesus, to be the leader of His Church. He appointed Paul, the Pharisee and the persecutor of Christians, to be the greatest apostle. He elected Mary, a poor and insignificant young woman, to be the mother of God.  Are we weak enough to allow God’s strength working in us? Are we enough to allow God’s beauty shining through us? Are we weak enough to let other people see God’s wisdom in us? Are we strong enough to admit that we are weak?

Deacon Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Translate »