Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Perpisahan

Posted by admin on May 26, 2020
Posted in renungan 

“Menangislah mereka semua tersedu-sedu dan sambil memeluk Paulus, mereka berulang-ulang mencium dia. Mereka sangat berdukacita, terlebih-lebih karena ia katakan, bahwa mereka tidak akan melihat mukanya lagi. Lalu mereka mengantar dia ke kapal” (kisah 20: 37-38) 

Pernahkan kita berpisah dengan orang yang terkasih? Kita tentu sedih, menangis dan kehilangan. Apalagi kalau orang itu berkata, “inilah terakhir kali mau melihatku!”

Pengalaman kehilangan adalah peristiwa hakiki dalam hidup kita. Hari-hari ini saya mulai merasakan  aura kehilangan. Saya menemani 14 frater yang akan segera bertugas pastoral di paroki selama 1 tahun. Selama setahun penuh, saya menemani mereka untuk menyiapkan diri. Proses yang intensif ini membuat saya makin mengenal lebih dekat, tahu pergulatan dan perjuangan tiap frater. Mereka orang muda yang ingin menjawab panggilan menjadi Imam. Masing-masing punya kekuatan dan kelemahannya. Unik, khas dan penuh berkah.  

Kini tiba saatnya saya harus melepas mereka dan membiarkan jalan hidup mereka terbuka lebar. Pengalaman lepas dari seminari akan mendewasakan hidup mereka. Perpisahan itu membuka cakrawala baru. Meski pada awalnya menyedihkan, namun buah akhirnya adalah kedewasaan. Orang belajar hidup lebih mandiri, memutuskan sendiri, dan membiarkan diri bergulat. Tentulah semua itu membawa pada kemajuan diri dan hidup baru. 

Paulus dalam karyanya mengalami perpisahan yang pilu. Dia semakin tua. Tak mungkin lagi bisa berjalan jauh mengarungi jalan dan samudera. Inilah perjalanan terakhirnya di Efesus. Dia tak akan pernah kembali lagi ke sana. Paulus akan meneruskan karya di  Yerusalem, ditangkap, lalu dipenjara dan dibawa ke Roma. Akhirnya kata-katanaya terbukti. Dia tak pernah ketemu lagi dengann umat yang dia cintai selama 3 tahun di Efesus. 

Pengalaman keterpisahan bisa berbagai macam bentuknya. Ditinggal mati saudara, ditinggal pergi jauh, terpisah dengan orang tua dan anak adalah contoh keterpisahan. Semua itu bisa meninggalkan kesedihan lama bila tidak diolah. Kita berdoa agar bisa mengolah dan menerimanya, sehingga pengalaman keterpisahan bisa menjadi jalan pendamaian diri dengan Tuhan dan sesama.  

Memuliakan Allah dengan mengalahkan diri

Posted by admin on May 25, 2020
Posted in renungan 

Semalam suntuk sejak Senin (25 Mei) gaung suara takbir berkumandang di seputar seminari, rumah kami. Itulah tanda akhir masa puasa 30 hari penuh. Umat Muslim merayakan Idul Fitri kemarin dan hari ini. Tadi pagi saat sholat Id, saya mendengarkan kotbah imam di masjid tetangga. “Puasa adalah saat kita mengalahkan nafsu keinginan makan dan minum, emosi dan kemarahan. Puasa saat ini juga mengajak kita menjaga jarak. Bisa jadi kita lebih banyak sendiri agar tidak banyak berbuat dosa. Menjaga jarak juga menjadi jalan menyelamatkan orang lain dan diri sendiri.”

Betapa sering kita tidak bisa mengahkan diri sendiri. Godaan dan keinginan spontan muncul, kita tanpa sadar mengikuti begitu saja. Berpuasa tanpa makan dan minum sejak jam 4 pagi sampai jam 5.30 sore menjadi jalan orang mengelola keinginan daging. Bahkan sebenarnya puasa juga mengajari orang mengelola emosi dan marah yang membuat orang makin tawakal. 

Injil Yohanes berkata, “Aku telah dipermuliakan di dalam mereka.” Dipermuliakan berarti manusia mampu mengarahkan dirinya pada Allah. Orang bisa fokus. Ia menyadari kehadiran Tuhan dalam hidup. Bahkan sampai merasakan kalau Allah sendiri ikut bekerja dalam kegiatan harian kita. Itu semua hanya bisa dirasakan kalau kita peka pada gerakan hati. Kita cermat melihat hati dan suara-suara lembut yang Ilahi. Sering kali hal itu tidak mudah karena kebisingan sekitar kita. 

Kita menghargai usaha spiritual saudara Muslim yang berpuasa. Mereka menjadi teladan agar orang bisa mengalahkan diri dan memuliakan Allah. Mari kita berusaha mengenal suara hati dan sapaan kecil Allah lewat segala yang kita temui dalam hidup ini. 

selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir batin bagi saudara yang merayakan!

Mengalahkan Dunia

Posted by admin on May 24, 2020
Posted in renungan 

“Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yoh 16:33).

Sebuah survey bertanya pada 14.000 orang dari 17 negara, “Apa efek dari isolasi dan social distancing karena covid-19?” Ternyata hasilnya mengejutkan. 55% orang menilai isolasi diri membuat diri menjadi lemah dan takut sakit. 31% orang merasa bahagia karena bisa bertemu keluarga intensif. 22% orang berusaha beradaptasi dengan situasi baru. 

Hasil polling diatas memberitahu kita kalau isolasi diri bisa berefek negative pada psikologis dan fisik juga. Orang merasa terasing, terlalu berfokus pada diri sendiri dan menilai diri lemah atau sakit. Situasi sekitar yang sakit, berita kematian serta berita virus Corona membombardir kehidupan privat seseorang. Terlihat pula ada orang yang bisa melihat sisi positif dari social distancing. Orang menemukan keluarga sebagai sumber kegembiraan. Sebagian kecil orang berusaha menerima kenyataan dan beradaptasi dengan suasana baru. 

Yesus bersabda, “Dalam dunia kamu mengalami penganiayaan!” Kata penganiayaan ini bisa bermakna luas. Artinya suasana dunia membuat hati kita teraniaya, jiwa kita sakit, muncul perasaan sedih, kesepian, kecewa, cemas, takut dan sampai orang tak bisa tidur. Pikiran dan jiwa teraniaya. Bukan hanya fisik yang disakiti saja. 

Yesus sendiri telah mengalahkan dunia! Artinya hidupnya tidak dikuasai oleh keinginan duniawi. Dorongan negative diri, ketakutan, rasa sedih dan tak berpengharapan tidak menguasainya. Ia mampu mengalahkan perasaan negative dan dorongan ke arah kehampaan. 

Oleh karenanya, Yesus berkata “kamu beroleh damai sejahtera dalam aku. Kuatlahlah hatimu!” karena keadaan sekitar yang buruk, hati kita terombang-ambing. Kita tidak kuat. Perasaan negative menguasai dan mengatur hidup kita. 

Bagaimana orang bisa menguatkan hatinya? Berdoa dan bermenung menjadi jalan keluarnya. Dalam doa, kita bertanya, äpa yang selama ini menguasai pikiran dan hati kita? Dorongan positif atau negative? Bagaimana saya menghadapi dorongan itu? Dalam doa kita mohon pada Tuhan agar kita juga mampu mengalahkan dunia karena mendapat kuasa Allah sendiri. 

ROH KUDUS SELALU MEMBINGING

Posted by admin on May 23, 2020
Posted in renungan 

Sabtu, 23 Mei 2020 Yohanes 16:23b-28

Yesus naik ke sorga Kembali kepada Bapa-Nya, setelah menyelesaikan semua karya keselamatan. Sekarang para murid-Nya tahu bahwa Yesus datang dari Allah Bapa dan Kembali kepada-Nya. “Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia. Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa.”(Yoh 16:28). Kembali kepada Bapa-Nya, bukan berarti Yesus meninggalkan para murid dan umat-Nya. Karena setelah itu, Allah mencurahkan Roh Kudus kepada para murid-Nya. Dengan Roh Kudus, para murid mampu berkomunikasi dengan Yesus Kristus dalam kesatuan dengan Allah Bapa. “Pada hari itu kamu akan berdoa dalam nama-Ku. Dan tidak Aku katakan kepadamu, bahwa Aku meminta bagimu kepada Bapa.”(Yoh 16:26). Karena Allah Bapa dan Allah Putra, dan Roh Kudus adalah satu, maka ketika seseorang berdoa kepada Yesus Kristus maka sekaligus ia bersama dengan Bapa dan Roh Kudus. Menjadi nyata sekarang, bahwa dengan hadir dalam Bapa, Putera dan Roh Kudus, Allah ingin selalu bersama-sama dengan umat-Nya selama-lamanya, di dunia maupun di sorga. Roh Kudus yang dicurahkan membantu para murid untuk mengerti kebenaran bahwa Yesus adalah Putra Allah, untuk memberi keberanian untuk setia dan mencintai Yesus Kristus. Dengan mencintai Yesus Kristus, para murid akan dicintai Allah Bapa dan menerima hidup kekal, sebab itulah yang menjadi kehendak Allah. “Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.”(Yoh 6:40). Jika Allah mencintai seseorang, maka ia akan berada didekat-Nya. Segala yang ada dalam diri Allah adalah juga menjadi bagian dari hidupnya. Hal itu tersurat dalam perumpamaan Anak yang hilang. “…Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu.”(Luk 15:31). Anak yang setia mendapat tempat istimewa, yaitu ada bersama dengan Allah. Dengan demikian, Allah Bapa akan memberikan yang terbaik baginya. Oleh karena itu, ia tidak akan iri ketika melihat orang lain tampak lebih sukses, hebat dan senang, karena yang ia telah menerima segala yang dimiliki Allah Bapa, yang nilainya tidak bisa diukur oleh apapun. Orang dekat dengan-Nya, tidak lagi mencari-cari dan mengejar hal-hal yang fana, serta tidak menghabiskan energinya untuk mencari dukungan dari mana-mana untuk mendapatkan kedudukan, jabatan, gelar, dan kehormatan, karena ia telah menerima kedamaian, sukacita dan segala yang baik dari Allah. “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.”(Yoh 14:27). Orang yang masih belum sadar akan artinya kebahagiaan sejati, akan menghabiskan waktu dan energinya untuk mengerjar hal-hal yang sebenarnya tidak penting, karena hal yang dikerjar tidak menentukan keselamatan jiwanya. Jika seseorang hanya mengejar apa yang menjadi keinginan-keinginannya maka itu adalah kesia-siaan, sebab keinginan manusia seperti sumur tanpa dasar. “kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia. Segala sesuatu menjemukan, sehingga tak terkatakan oleh manusia. Mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar.”(Pengkhotbah 1:1 dan 8). Oleh karena itu, semakin jelaslah bahwa Roh Kudus memang diperlukan oleh manusia untuk membimbingnya dalam kebenaran dan supaya manusia tidak salah melangkah. “Aku akan minta kepada Bapa dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran.”(Yoh 14:16).

Paroki St. Montfort Serawai, Kalbar, ditulis oleh: Rm. Aloysius Didik Setiyawan, CM

SUARA JIWA

Posted by admin on May 22, 2020
Posted in renungan 

Mungkin sekarang anda sedang takut karena virus yang mewabah dan belum ada obatnya memporak-porandakan sendi-sendi kehidupan. Mungkin sekarang anda sedang sedih karena kesulitan-kesulitan terus datang bertibi-tubi. Mungkin sekarang anda sedang kecewa karena apa yang direncanakan tidak tercapai, kerja keras tidak dihargai dan melihat orang-orang yang dikasihi dan dipercaya meninggalkan anda. Mungkin sekarang anda sedang heran karena melihat banyak orang tidak peduli, hanya memikirkan diri sendiri, berlaku tidak adil terhadap orang-orang kecil, dan ikut terlibat langsung atau tidak langsung merusak alam demi uang dan kekayaan. Mungkin sekarang anda sedang cemas melihat begitu parahnya kerusakankerusahan lingkungan, sampah dimana-mana, lingkungan kumuh, krisis air dan udara yang bersih. Mungkin sekarang anda binggung karena kebenaran dan kejahatan dibolak balik. Yang benar dianggap salah, yang salah dianggap benar. Orang jujur hancur, orang jahat Berjaya. Mungkin sekarang anda gelisah karena krisis nilai dan kepercayaan di kalangan anak remaja dan muda. Mungkin anda prihatin melihat itu semua dan ingin berbuat sesuatu tetapi tidak berdaya. Disaat-saat ini, siapa yang menjadi pegangan dan kekuatan, siapa yang mampu memberikan harapan untuk terus berjalan? Perjalanan masih panjang, masih ada kesempatan untuk meraih harapan yang lebih baik di masa datang. Kita mulai menata lagi dari yang kecil untuk meraih nilai kebaikan yang lebih besar. Tuhan lah yang menjadi andalan kita. “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.” (Matius 11:28).

Paroki St. Montfort Serawai, Kalbar, ditulis oleh: Rm. Aloysius Didik Setiyawan, CM

Translate »