Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

TIDAK RAGU UNTUK MENGIKUTI KRISTUS

Posted by admin on May 21, 2020
Posted in renungan 

Kamis, 21 Mei 2020, Hari Kenaikan Tuhan Matius 28:16-20

Sebelum Yesus naik ke sorga, Dia memberikan pesan kepada para murid-Nya. Pesan yang diberikan oleh Yesus adalah tugas perutusan untuk mewartakan Injil. “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.”(Mat 28:19). Yesus telah memberikan bekal kepada mereka dan juga berkat untuk melaksanakan tugas perutusannya, namun saatsaat terakhir sebelum Yesus naik ke sorga, beberapa dari mereka masih ragu-ragu. “ Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.”(Mat 28:17). Mengapa para murid masih bisa ragu? Padahal mereka sudah disiapkan sedemikian rupa oleh Yesus. Mereka telah dipilih dan disiapkan, namun mereka juga adalah manusia yang rapuh. Oleh karena itu, untuk menjadi orang yang setia diperlukan kerendahan hati dan terus mau belajar serta terbuka untuk pertobatan. “Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu.“(Yak 4:10). Kemudian, halangan besar yang untuk bisa menerima karunia Allah adalah kesombongan.”..Sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah.”(Yak 4:16). Tanda-tanda kesombongan adalah jika seseorang marasa lebih baik dari yang lain, tinggi hati dan tidak ingin belajar serta menutup diri untuk perubahan yang lebih baik. Ketika muncul kesombongan maka saat itulah awal dari kehancuran. “Kecongkkan mendahului kehancuran dan tinggi hati mendahului kejatuhan.”(Amsal 16:18). Mengapa seseorang merasa tinggi hati? Kesombongan terjadi karena seseorang tidak siap melepaskan segala sesuatu yang mengikatnya dan memandang bahwa sesuatu yang telah diraihnya semata-mata adalah hasil usahanya sendiri. Sementara hal itu berbeda dengan sifat-sifat orang yang rendah hati. Orang rendah hati tidak memandang dirinya lebih dari yang lain, mampu bersikap seperti hamba, tidak terikat dengan apa pun dan memandang bahwa Allah adalah penyelenggara hidupnya. Bunda Maria memberikan contoh bagaimana menjadi orang yang rendah hati dan siap untuk taat pada kehendak Allah. “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”(Luk1:38). Tugas perutusan sebagai murid Kristus untuk mewartakan Injil bisa terlaksana, jika ada kerendahan hati. Sikap ini menjadi penting karena menjadi pewarta adalah seorang pelayan yang harus mewartakan Kristus, dan bukan dirinya sendiri yang diwartakan. Pada akhirnya bagi seorang perwarta, Kristuslah yang hidup dan menggerakkan semua yang dilakukan.”…Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.”(Galatia 2:20). Paroki St. Montfort Serawai, Kalbar, ditulis oleh Rm. Aloysius Didik Setiyawan CM

MERASAKAN KEHADIRAN TEMAN-SEPERJALANAN

Posted by admin on May 20, 2020
Posted in renungan 

Rabu, 20 Mei 2020
[Kis. 17:15,22-18:1; Mzm. 148:1-2,11-12ab,12c-14a,14bcd; Yoh. 16:12-15]

Entah kebetulan atau tidak, beberapa hari ini, ketika berada di perjalanan, tak sengaja bertemu dengan orang-orang yang saya kenal baik. Pertemuan ini bisa jadi berlangsung sangat singkat, dan kadang sekedar bertukar salam. Namun, pertemuan yang singkat ini, menjadi begitu berarti, karena kadang sebuah perjalanan, yang dilakukan setiap hari, terasa membosankan. Perjumpaan yang sedemikian singkat, bisa memberi kegembiraan atau sukacita tersendiri, atau minimal membuat sesuatu yang biasanya semu dan membosankan, menjadi jauh lebih berwarna. Orang yang mengadakan perjalanan, jauh lebih suka, kalau memiliki teman, karena sebuah perjalanan membutuhkan rekan untuk saling bicara, saling meminta bantuan, dan mungkin, saling menguatkan. Itulah kenapa teman seperjalanan, adalah bagian penting dalam hidup, kalau hendak mengibaratkan hidup kita layaknya sebuah perjalanan. Teman seperjalanan kita, bisa jadi adalah keluarga, sahabat dan rekan-rekan kerja, karena siapapun, bisa dan mungkin untuk menjadi teman-teman seperjalanan.

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus menjanjikan Roh Kebenaran, yaitu Roh Kudus yang memang dipersiapkan oleh Yesus untuk menemani para murid dalam meneruskan karya Yesus sesudah Dia naik ke surga. Roh Kudus ini, akan memampukan para muridNya untuk meneruskan pewartaan Yesus di dunia. Pewartaan para murid ini, yang akhirnya sekarang kita terima melalui gereja kudusNya. Maka, semenjak kita menerima Roh Kudus dalam sakramen baptis, kita pun sebenarnya ambil bagian dalam pewartaan karya Yesus ini. Roh Kudus telah dicurahkan kepada kita, sebagai ‘teman-seperjalanan’ yang akan memampukan kita untuk melakukan banyak hal demi Kerajaan Allah. ‘Teman-seperjalanan’ kita, yang adalah Roh Kudus akan membuat kita terus merasakan sukacita, dan tentu akan menguatkan kita ketika kita mengalami sesuatu yang berat dan tak tertanggungkan. Semoga, kita terus membuka hati, sehingga Roh Kudus yang adalah ‘teman-seperjalanan’ ini, terus kita rasakan kehadiranNya, meski kadang nafas dan bauNya teramat tipis dan samar-samar. Namun, Dia selalu ada!

Selamat pagi, selamat berbagi sukacita dengan ‘teman-seperjalanan’. GBU.

JANGANLAH KUATIR

Posted by admin on May 19, 2020
Posted in renungan 

Selasa, 19 Mei 2020, Pekan IV Paskah

Yohanes 16:5-11

Setelah Yesus bangkit, Dia naik ke sorga, sesuai yang telah ditulis dalam Kitab Suci. “.. Tetapi sekarang Aku pergi kepada Dia yang telah mengutus Aku, dan tiada seorang pun di antara kamu yang bertanya kepada-Ku: Ke mana Engkau pergi?(Yoh 16:5). Satelah Yesus Kembali kepada Bapa-Nya, Roh Kudus, yaitu Roh Penghibur, dicurahkan kepada para murid-Nya. “…Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu.”(Yoh 16:7). Mengapa Allah menurunkan Roh Kudus kepada manusia? Karena kelemahan manusia, ia tidak mampu sepenuhnya menangkap apa yang yang dimaksud Allah dengan segala yang telah diberikan, sekalipun Allah telah turun dalam diri Yesus Kristus, maka Roh Kudus harus diturunkan supaya manusia sadar dan mengerti.”..Yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.”(Yoh 14:26). Oleh karena itu, sesungguhnya manusia bergantung pada Allah jika ingin hidup benar, damai dan mencapai keselamatan. Banyak cara yang telah dilakukan Allah untuk bisa membawa mereka tinggal di dekat-Nya. Sejak awal Allah telah menempatkan manusia di Taman Firdaus, namun karena manusia jatuh dalam dosa, manusia terlempar ke dunia dan harus mengalami satu persoalan ke persoalan yang lain dan seterusnya. Kehadiran Roh Kudus ingin menyatakan kebenaran agar manusia percaya bahwa lewat Yesus Kristus Putera-Nya, Allah menganugerahkan harapan dan keselamatan bagi manusia yang sudah lelah menghadapi segala kesulitan dan kesusahan. “Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah.”(2 Kor 1:3-4) Di dalam Kristus seseorang menemukan kekuatannya. “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.”(Filipi 4:6-7). Allah tidak membiarkan seseorang yang percaya, berjalan sendirian, seperti yatim-piatu, karena Roh-Nya selalu menyertai. “Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim-piatu. Aku datang Kembali kepadamu.”(Yoh 14:18). Dengan merenungkan semua perhatian dan cinta yang telah dilakukan Allah kepada manusia, maka seseorang akan hidup damai dan sejahtera. Paroki St. Montfort Serawai, Kalbar, ditulis oleh: Rm Aloysius Didik Setiyawan CM

KEBETULAN SEKALIPUN, TETAP RENCANA TUHAN

Posted by admin on May 17, 2020
Posted in renungan 

Senin, 18 Mei 2020
Minggu Paskah VI
[Kis. 16:11-15; Mzm. 149:1-2,3-4,5-6a,9b; Yoh. 15:26 – 16:4a]

Pernahkah kita mengalami sebuah kebetulan? Tidak merencanakan sesuatu, tapi yang terjadi dalam hidup kita, justru sesuatu yang benar-benar dibutuhkan atau didambakan. Misalnya, ketika di jalan, bertemu dengan orang yang sangat ingin kita jumpai, tetapi sesungguhnya kita tidak merencanakan itu terjadi dalam hari tersebut. Intensitasnya, bisa dalam peristiwa kecil, bisa dalam peristiwa besar. Maka, ada istilah: ndilalah! Pas ingin bayar utang kok ndilalah ada yang memberi fitrah. Saya yakin kita semua pernah mengalami. Kalau saya merenungkan peristiwa kebetulan, saya kok tambah yakin bahwa kebetulan sekalipun adalah tetap rencana Tuhan, karena kita memang tidak pernah tahu rencana Tuhan atas hidup kita. Maka, itu semua menyangkut semua aspek kehidupan: rejeki, jodoh, perjumpaan, pengalaman hidup dan lain-lain.

Kalau hari ini Yesus bersabda: “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku”, Ia hendak mengatakan bahwa sampai kapanpun Allah akan menyertai kita dengan berbagai macam cara: termasuk melalui pengalaman-pengalaman dan perjumpaan-perjumpaan yang terjadi dalam hidup kita. Dan, dari setiap pengalaman dan perjumpaan itulah, akan tersingkap, bahwa Allah sungguh menata, mengatur dan merencanakan hidup kita sedemikian rupa, sehingga yang terjadi adalah sungguh kebenaran akan kehendakNya. Manusia, kadang menjadi mudah kecewa dan menggerutu, manakala rencana hidupnya gagal, tapi mungkin karena itu bukan yang terbaik atas hidup kita.

Yang mesti kita lakukan adalah, menggunakan setiap pengalaman dan perjumpaan hidup kita dengan sesama, sebagai sarana bersaksi bahwa Allah tidak pernah meninggalkan kita, dalam kondisi apapun. Bahkan dalam kondisi terburuk sekalipun menurut ukuran manusia, Tuhan juga menyelipkan rahmat yang besar, meski kadang dalam peristiwa-peristiwa kebetulan yang tak terencanakan. Semoga kita senantiasa dikaruniai rahmat melimpah dari Allah.   

The Paraclete in the Time of Trials

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on May 16, 2020
Posted in renungan  | Tagged With: ,

6th Sunday of Easter

May 17, 2020

John 14:15-21

In the last supper, Jesus promised the disciples that He would send another advocate to be with them forever. Who is this other advocate?

We all know that He is the Holy Spirit, the third person of the Most Holy Trinity. Yet, how did Jesus describe Him in the Gospel of John, and why did He call the Spirit as such? Jesus named Him as the Paraclete, or in Greek, “Parakletos.” This exceptional word comes from two more basic Greek words, “para” means “at the side,” and “kaleo” means “to call.” Thus, “parakletos” can be understood as someone who is called to be at our side, especially in times of need. It is crucial to see the original setting where this word came: it was the court room. No wonder that the word “parakletos” may be translated into English as an advocate like a lawyer who assists us, defend us and speak on our behalf in the legal trial. Yet, as we know, a good lawyer does not only assist within the court room, he is there before and after the trial. He gives his advice and prepares us for the proceedings. In the end, he consoles us if we face severe judgment as well as rejoices if we emerge victoriously. No wonder in English, the word “paraclete” can be translated as an advocate, comforter, counselor, and even helper. But why did Jesus choose this image in the first place?

The reason is that Jesus knew that as the disciples preached His Gospel, they would face many trials. Peter and John faced trial before the Sanhedrin [Acts 4:5 ff]. Stephen was accused of blasphemy and stoned to death [acts 7]. And Paul was put under many judgments before he gave up his life for Jesus. In this kind of reality, Jesus did the right thing: to send the Paraclete. The Holy Spirit would be at the side of the disciples facing trials and hardship as they were preaching Jesus. Indeed, it is unconceivable for these disciples to endure and even give up their lives without the Holy Spirit that were at their side.

In our time, as disciples of Christ, we are facing a global trial caused by the virus covid19. Some of us are luckier because we just need to stay at home. Some of us are fortunate because we can enjoy the livestreaming mass, even twice a day! But for many, the pandemic means losing their livelihood and even their lives. For many, they cannot go to the church even when there was no pandemic.

We indeed need the Paraclete, but one of the gifts of the Holy Spirit is that we are also empowered to be a little paraclete to our brothers and sisters. The moment we, the Dominican community in Surabaya, was required to close the church temporarily for the public service, we immediately were eager to provide an online service to our parishioners. We are thankful that many people donate relief goods to our parish, and our parish priests assisted by lay partners work hard to channel this help to those who are in need.

Instead of complaining that we cannot go to the Church or blaming other for the situations, we should ask the Holy Spirit to empower us to become little paracletes and find ways to be advocates, comforters and at the side of our brothers and sisters in need.

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Translate »