Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

The Mother at the Foot of the Cross

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on April 15, 2022
Posted in renungan  | Tagged With: , ,

Good Friday of the Lord’s Passion [C]

April 15, 2022

John 18:1—19:42

In the Gospel of John, Mary, the mother of Jesus, appears only twice. Yet, despite her lack of screentime, she involves in the two most crucial moments in Jesus’ life: the first Miracle at Wedding at Cana and the Crucifixion. In Cana, Mary actively serves as the initiator and catalyst of Jesus’ sign. In the Cross, Mary perseveringly follows Jesus to the end. We can say that Mary is indeed a faithful and loving mother of Jesus. A good mother accompanies her children in the most critical moments of their lives and gives needed encouragement and assurance to allow their children to succeed.

The second interesting thing is that she is never called Mary in the Gospel of John. Jesus constantly calls her ‘woman.’ Calling someone ‘woman’ does not mean disrespect in the time of Jesus, but no son calls his mother ‘woman.’ In fact, Jesus calls Mary ‘woman’ twice, both in Cana and in the Crucifixion. It is somewhat puzzling for us modern readers, but not for the original readers of John. Jesus recognizes that Mary is the new Eve. If we go back a little to the garden of Eden, Eve was the name after she fell from grace. Before the Fall, Eve was addressed as the woman.

Like the old Eve who initiated the Fall of humanity, Mary, the new Eve, collaborated in the first miracle of Jesus. Unlike the old Eve who, together with Adam, disobeyed God’s will, Mary, the new Eve, together with Jesus, obeyed the Father’s will. Unlike the old Even, who with Adam brought sins and death, Mary, in union with Jesus, brought salvation and peace.

The third and most extraordinary fact is that Mary indeed was Jesus in these darkest hours. Crucifixion is one of the cruelest and most humiliating ways to kill people. People on the cross are treated worse than animals. Jesus was tortured, forced to carry a heavy wooden beam, nailed to the cross, hung naked, and died an agonizing and slow death. No mother would have the necessary strength to witness the Crucifixion happen to her Son. Yet, Mary was there near the cross of her Son. And what even remarkable is that Mary neither fainted nor screamed. She stood firm near the cross. She did not passively accept her fate but actively made every effort to support her Son to pass through this darkest hour.

Jesus knew well how faithful and strong His mother was. Thus, in his dying breath, Jesus entrusted Mary to His beloved disciple and the disciple to His mother. This beloved disciple is John, but he symbolizes every disciple whom Jesus loved. The last thing Jesus did before He died was to care for His mother. Yet, more than caring for His mother, Jesus knew that if Mary could stand before Jesus’ cross, she would also stand before our crosses. After entrusting His mother, Jesus drank the wine and said, ‘It is finished.’ His mission is accomplished after He gave His mother for us.

DIUTUS

Posted by admin on April 13, 2022
Posted in renungan 

Kamis, 14 April 2022


Yohanes 13:1-15

Yesus hadir untuk menyatakan bahwa Allah berbelas kasihan kepada manusia yang berdosa. Dengan pengajaran dan tindakan konkrit Yesus menyatakan kasih-Nya. Untuk mengingatkan para murid-Nya bahwa Kristus selalu mengasihi dan selalu hadir di dalam hidup, maka Dia mengadakan Perjamuan Tuhan atau Ekaristi, dalam membasuh kaki para murid-Nya. “Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya,  kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu.”(Yoh 13:4-5).

Yesus ingin para murid-Nya tidak lupa dengan apa yang telah dilakukan Allah Bapa melalui Diri-Nya, agar mereka tetap kuat dan setia untuk mengikuti-Nya dan selalu hidup di dalam kasih dan saling melayani sebab dengan cara hidup seperti itu mereka menyatakan diri mereka sebagai murid Kristus. “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.  Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu.”(Yoh 13:14-15).

Identitas diri sebagai murid dan pengikut Kristus merupakan anugerah dari Allah dan sekaligus tanggung jawab yang dipercayakan kepada mereka, sebab mereka dipilih dan diutus untuk ambil bagian dalam karya keselamatan meluaskan Kerajaan Allah. “Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.”(Luk 10:3).

Didik, CM 

MENGALAHKAN DUNIA

Posted by admin on April 12, 2022
Posted in renungan 

Rabu, 13 April 2022


Matius 26:14-25

Yesus dikhianati oleh Yudas Iskariot. Realita yang ironi adalah orang yang menghianati adalah orang yang dekat dengan Dia, yaitu salah satu dari murid-Nya. Semua itu telah dituliskan di dalam Kitab Suci bahwa ada dari antara murid-Nya menyerahkan kepada imam-imam kepala. “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” (Mat 26:24).

Kenyataan bahwa Yesus diserahkan kepada orang-orang yang menyalibkan  oleh salah satu orang kepercayaan-Nya dengan harga 30 uang perak merupakan pernyataan bahwa dosa dan kebencian manusia bisa membutakan nurani manusia sehingga mereka bisa melakukan hal yang sangat kejam terhadap orang benar yang mengasihinya dan telah berbuat baik kepadanya. ” Ia berkata: “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?” Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya.”(Mat 26:15). Sebaliknya, Allah menyatakan dari peristiwa tersebut bahwa belas kasih-Nya yang tanpa batas telah ditunjukkan kepada manusia melalui Yesus Putera-Nya, supaya semua orang percaya kepada-Nya dan diselamatkan. “Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya.  Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.”(1 Yoh 4:9-10).

Dalam hidup sekarang ini, setiap orang yang hidup diundang untuk tetap waspada dengan dosa, supaya tidak sampai dikuasainya, apalagi dibuatnya buta hatinya, sehingga semua orang bisa hidup dalam damai, dimana Allah hadir disana, yaitu ketika orang saling mengasihi dan mengikuti Kristus yang telah mengalahkan kekuatan dosa dengan pengampunan atau penebusan dosa. “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.”(Yoh 16:33).

Didik, CM

MENJADI SAKSI

Posted by admin on April 11, 2022
Posted in renungan 

Selasa,12 April 2022


Yohanes 13:21-33.36-38

Yesus tahu bahwa salah satu murid-Nya akan menjadi penghianat, namun semua itu harus terjadi seperti yang telah tertulis dalam Kitab Suci. “Setelah Yesus berkata demikian Ia sangat terharu, lalu bersaksi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.” (Yoh 13:21). Pengalaman pahit harus diterima oleh Yesus demi kasih-Nya kepada manusia yang berdosa. Tidak ada seorang pun bisa melakukan hal seperti itu, jika ia tidak memiliki motivasi (kasih) yang kuat untuk melakukannya. Yesus memulainya lebih dahulu untuk berani berkorban demi kebaikan dan penebusan dosa-dosa manusia, agar kemudian cara hidup yang sama diikuti oleh para murid dan pengikut-Nya kelak, yaitu setelah semua orang tahu bahwa Allah sungguh mengasihi manusia lewat Yesus Kristus yang disalibkan akibat dosa-dosa umat manusia. “Simon Petrus berkata kepada Yesus: “Tuhan, ke manakah Engkau pergi?” Jawab Yesus: “Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku.” (Yoh 13:37).

Dengan demikian, setiap orang yang telah bisa melihat dengan imannya akan kasih Allah diharapkan tidak menjadi sombong, tidak memikirkan dirinya sendiri dan mengubah hidupnya untuk berani berkorban demi baikan dan keselamatan bagi banyak orang, sama seperti yang sudah dilakukan oleh Kristus bagi hidupnya. “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.”(Yoh 13:34). Yesus telah memulai dan menghadirkan Kerajaaan Allah untuk manusia, maka barangsiapa mengikuti-Nya maka mereka akan menerima buah dari penebusan dosa yaitu keselamatan, sekaligus dalam waktu yang sama mereka juga disiapkan untuk memanggul salibnya untuk menjadi sarana keselamatan bagi orang-orang disekitarnya dengan cara hidup dengan saling mengasihi dan berani berkorban demi kebaikan bersama. “Kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini.”(Luk 24:45-48).

Didik, CM


ALLAH LEBIH DAHULU MENGASIHI

Posted by admin on April 10, 2022
Posted in renungan 

Senin, 11 April 2022


Yohanes 12:1-11

Ketika seseorang telah merasakan kasih dan kebaikan Tuhan Yesus, maka ia akan melakukan segalanya dengan baik untuk dipersembahkan kepada Tuhan sebagai ungkapan rasa syukur dan kasihnya kepada Tuhan. Hal itulah yang telah dilakukan oleh Maria saudari dari Lazarus yang telah dihidupkan kembali dari kematian. “Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu.”(Yoh 12:3). Yesus tidak menolak apa yang dilakukan Maria kepada-Nya, sebab Dia tahu apa yang di dalam hati Maria yang melakukan semua itu sebagai ungkapan syukur, kasih, dan hormatnya kepada Tuhan. “Maka kata Yesus: “Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku.”(Yoh 12:7).

Oleh karena itu Yesus lebih menghargai sesuatu yang bukan diukur dari sesuatu yang materi atau yang kelihatan tetapi sesuatu yang ada di dalam hati: iman, kasih dan syukur. Yesus menghargai apa yang dilakukan Maria bukan karena ia memakai minyak Narwastu yang mahal harganya, yang di persoalkan oleh Yudas Iskariot.  “Tetapi Yudas Iskariot, seorang dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan Dia, berkata:  “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” Hal itu dikatakannya bukan
karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya.”(Yoh 12:5-6). Akan tetapi Dia menghargainya karena ketulusan hati, kasih dan ungkapan syukur yang dinyatakan di dalam tindakan.

Dengan demikian, dihadapan Allah setiap orang beriman diajak untuk  menyatakan rasa syukur dan kasihnya kepada-Nya dengan cara melakukan tindakan-tindakan kasih yang berkenan kepada-Nya. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Yaitu jika mereka terlebih dahulu telah mengalami kebaikan dan kasih  Allah di dalam hidup mereka. “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.”(1 Yoh 4: 19-20).

Didik, CM 

Translate »