Bacaan I: 1 Samuel 16:1-13
Bacaan Injil: Markus 2:23-28
Donny Verdian yang lama tinggal di Sydney, bulan lalu menunggui (alm) ayah mertuanya yang sakit di Jakarta. Alumnus SMA Kolese de Britto Yogyakarta dan STMIK AKAKOM Yogyakarta yang berperawakan tinggi besar, bertato dan “sangar” ini, sering diminta istrinya untuk membawa kedua anak kecil mereka jalan-jalan dengan baby stroller di lobby rumah sakit sambil menidurkan mereka. Ada seorang ibu yang rupanya tertarik dengan kedua anaknya yang lucu meski nampak cuek saja bahkan agak “sinis” terhadap Donny. Pada suatu ketika, mereka bertemu kembali dan Donny menyapanya, “Siang!” dengan tatap mata terpaku pada anak-anak di atas stroller, Si Ibu pun menyahut “Siang!”. Setelah beberapa saat sibuk menggoda anak-anak, tanpa memalingkan muka dari anak-anak itu, Si Ibu bertanya, “Ibunya di mana?”. “Oh, di atas… lantai tiga lima”, jawab Donny meski ia merasa “dicuekin”. “Papanya bule ya kelihatannya….?”
Dang! Donny memandang wajah dan tubuhnya dalam-dalam lewat cermin di satu sisi lift terdekat sambil menghela nafas…Aku bukan bule… aku J-A-W-A! Tiba-tiba ia tersadar mengapa Si Ibu tak pernah mau memandangnya. Mungkin ia dikira penjaga yang dibayar ibu dan ‘bapak’ anak-anaknya. Di Jakarta bisa jadi memang terjadi stereotype bahwa yang mendorong stroller adalah nanny yang bertugas mengganti popok, mengelap tinja, memberi makan, mengelap muntahan dan segala macam keperluan anak-anak balita! (diceritakan kembali dari sumber: http://donnyverdian.net/bapaknya-bule-ya/ ).
Samuel dalam bacaan pertama mungkin punya pengalaman senada dengan Si Ibu dalam cerita nyata di atas. Ia terpesona pada penampilan Aliab, anak tertua Isai, dan berpikir: ini dia orang yang dipilih Tuhan. Tetapi Tuhan mengingatkannya: “Janganlah pandang paras atau perawakan yang tinggi… Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang didepan mata, tetapi Tuhan melihat hati”. Meski ribuan kali kita mendengarkan ajaran dan teladan dari Yesus, mendengar cerita serta petuah dari kitab suci lengkap dengan kupasan maknanya, tak jarang kita masih suka jatuh pada menilai seseorang dari penampilan dan bukan dari hatinya; menilai dari permukaan, dan malas untuk menyelami hingga kedalaman. Mungkin karena memang jarak antara mata dengan “objek” jauh lebih dekat daripada jarak hati dan budi dengan “objek tersebut”. Mungkin karena kita belum benar-benar membiarkan diri dirasuki cara melihat, cara mendengar, cara merasa dari yang Ilahi. Hari ini, mari kita mohon rahmat itu:
Teach Me Your Ways
(Pedro Arrupe SJ)
Teach me your way of looking at people:
as you glanced at Peter after his denial,
as you penetrated the heart of the rich young man
and the hearts of your disciples.
I would like to meet you as you really are,
since your image changes those with whom you
come into contact.
Remember John the Baptist’s first meeting with you?
And the centurion’s feeling of unworthiness?
And the amazement of all those who saw miracles
and other wonders?
How you impressed your disciples,
the rabble in the Garden of Olives,
Pilate and his wife
and the centurion at the foot of the cross. . . .
I would like to hear and be impressed
by your manner of speaking,
listening, for example, to your discourse in the
synagogue in Capharnaum
or the Sermon on the Mount where your audience
felt you “taught as one who has authority.”

“Memandang”
Wah sungguh nikmat membacanya,…… penuh dgn citra kehidupan nyata dalam kehidupan keluarga……rasanya segar.dan hidup!!
Juga komentar2 pembacanya memberi . kehidupan yg hidup..
Semoga sering2 ada umat awam yg membagi rasa. amin
Terima kasih dan puji Tuhan! Terima kasih tuk bung Donny yang bermurah hati berbagi pengalamannya pula..
Wah, terimakasih Romo sudah dikutip dan dijadikan bahan permenungan di sini. Senang ketika apa yang bisa kita bagi bisa dipergunakan kembali dan bahkan dikembangkan. Kalau dalam IT istilahnya open source hehehe..
Berkah Dalem!
Terima kasih untukmu juga Don… betul, open source, dan kita kembangkan crowd wisdom, untuk menajamkan collective intelligence, juga dalam beriman. Teruslah menulis dan berbagi rahmat! Ad Maiorem Dei Gloriam, brother!
Dear Romo Ardi,
Renungannya hari ini nge-hit banget buat saya, Romo Ardi! Style renungannya Ignasian bangetsss!! Mengobati rasa rinduku terhadap companionship dalam spiritualitas Ignasian, yang dulu saat berada di Magis Jogja rasanya kuperoleh dengan taken for granted… gampang dan murah, namun sejak pindah ke California, companionship itu menjadi sangat mahal harganya.
Doanya Pedro Aruppe di atas langsung mengingatkanku pada memori indah buku doa-doa pengiring latihan rohani : Hatiku Berkobar-Kobar (Hearts on Fire : Praying with Jesuits) yang editornya adalah Michael Harter, SJ. Meskipun doa “Teach Me Your Ways” ini tidak ada di dalam buku tersebut, namun style doanya terasa sangat akrab dan memorable banget buatku personally. Ada pengalaman2 yang sangat menghibur dan menguatkan di balik buku tersebut serta doa Beliau yang sangat populer sekali.. Renungan Romo hari ini sudah menggerakkanku untuk membuka kembali buku Hearts on Fire, dan mencoba menghidupinya kembali. Terima kasih Romo. Ad Maiorem Dei Gloriam!
Salam kenal Linda. Selamat meneruskan Latihan Rohanimu. AMDG!