Jumat, 12 Maret 2021

Markus 12:28-34

            Allah memberikan hukum kepada manusia, yaitu Hukum Kasih. Apa yang menjadi tujuan dari hukum tersebut? Yaitu untuk melandasi semua yang dipikirkan dan yang dilakukan setiap orang agar mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Isi hukum itu adalah kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama, dua hal yang menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”(Mrk 12:30-31). Dengan demikian Allah menghendaki Hukum Kasih menjadi dasar hidup setiap orang sehingga Allah ditempatkan diatas segala-galanya dan kasih Allah juga diwujudkan dengan mengasihi sesame manusia.

            Bagaimana mengasihi Allah dan sesama itu? Mengasihi artinya mau mendengarkan dan kelaksanakan apa yang menjadi kehendak Allah. “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! Akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.”(Mat 7:21). Dengan demikian mengasihi Allah adalah suatu tindakan yang nyata, bukan berhenti pada doa, tetapi dalam karya kasih; pengampunan, solidaritas, perdamaian, dan keadilan. Jika seseorang berdoa, tetapi hatinya jahat terhadap saudara-saudaranya, maka doanya menjadi sesuatu kesia-siaan. Hukum kasih mencakup dua hal menjadu satu kesatuan, yaitu mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Sebab jika seseorang tidak bisa memaafkan atau mengampuni saudaranya, namun ia berpikir dan merasa dekat dengan Tuhan Yesus, serta menujukan kepada semua orang bahwa ia sedang berdoa, maka sebenarnya ia menipu Tuhan dan diri sendiri, karena apa yang dilakukan bertentangan dengan yang ada di hati dan yang dipikirkan. “Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah.” Dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.”(1 Yoh 4:20).

            Tidak sedikit orang terbelenggu dengan jeratan yang dibuatnya sendiri, yaitu oleh ego kebencian, yaitu seperti suatu duri yang dalam daging yang tidak mau dicabut, yang hanya akan merusak dan membuatnya menderita. Oleh karena itu mengasihi Allah dan sesama adalah bentuk bertobatan yang sejati. Ia tidak menunggu orang lain berbuat baik dahulu, tetapi ia berbuat baik karena ia kerinduannya pada Allah dan ingin memperbaiki relasinya dengan Allah dan saudaranya. “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepadaa semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.”(Galatia 6:9-10). Kasih yang tulus pada hakekatnya dimulai dari kerinduan untuk bebuat baik dan kemudian terwuduh dalam Tindakan. Oleh karena itu, semua bisa terjadi berawal dari kasih kepada Tuhan Yesus dan relasi pribadi dengan-Nya. Semua kebaikan datang dari Allah. “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”(Roma 8:28).

                                                                                                                 Serawai, ditulis oleh Rm. A. Didik Setiyawan, CM