Jumat, 23 Juli 2021

Kel. 20: 1 – 17

Bangsa Israel sangat bangga menjadi bangsa terpilih. Penyertaan dan perlindungan Allah pada mereka diungkapkan dalam hukum dan perjanjian: Taurat. Ini ibarat pakta perjanjian antara Tuhan dan umatNya. Kalau mereka setia, Tuhan akan menjadi Allah mereka. Sebaliknya kalau mereka melecehkan Taurat, mereka akan celaka. Itulah polanya.

Ada periode di mana mereka masih muda, beum berpengalaman dan masih ingusan dalam hal beriman dan beragama. Mereka membutuhkan bimbingan, aturan dan hukum yang bisa membantu mereka. Hukum dan aturan itu diberikan karena mereka masih “kanak-kanak” dalam relasinya dengan Allah. Mereka masih perlu aturan dan pengawasan. Semakin lama dan berpengalaman, mereka diharapkan makin membatinkan hukum itu dalam hatinya. Maka semakin dewasa, mereka makin tidak memerlukan hukum eksternal, aturan, pengawasan atau ancaman dalam bentuk apapun. Bagi bangsa (dan orang) yang dewasa, hukum itu tertulis dalam hatinya (Yer.31:33), dan di sana mereka akan menyembah Allah.  Memang Tuhan akhirnya tidak disembah dan dimuliakan dengan menaati hukum dari luar, tetapi Tuhan disembah di dalam kebenaran dan Roh (Yoh.4:23). Di dalam Kebenaran dan Roh, Tuhan akan menjadi Allah mereka dan mereka menjadi umatNya.

Manusia akan menjadi apa yang ia sembah. Hanya kita sendiri yang tahu siapa yang de facto kita sembah; bahkan kita sendiri pun sering tidak mengerti siapa yang de facto kita agungkan. Mungkin perlu untuk dengan jujur mengenali: apa yang kenyataanya menentukan suasana batin, yang menyibukkan pikiran dan menguras tenaga kita.

Kalau yang disembah ialah Allah Pencipta yang terus berkarya, maka orang itu akan menjadi citraNya di dalam hidup dan kesibukannya di dunia ini. Orang ini tetap terlibat di dunia secara maksimal dan profesional tanpa menjadi manusia duniawi. Karena kualitas kerja dan kompetensinya, mungkin dia mendapatkan kekayaan besar, tetapi sebagian akan mengalir pada mereka yang masih susah dan perlu dibantu. Dan ini terjadi bukan sebagai nazar atau program, tetapi sudah menjadi gaya hidup yang terjadi tanpa menjadi viral. Dalam diri orang yang menyembah Tuhan dalam arti sebenarnya, maka pelita dalam dirinya akan bersinar dan garam dalam hidupnya akan bermanfaat bagi sesama.

Sebaliknya, kalau de facto yang disembah adalah diri sendiri dalam berbagai bentuknya, maka yang lahir adalah pribadi penuh kedagingan, berselera rendah dan duniawi, sibuk dengan diri dan narsis … Sudah sejak Adam dan Hawa dikisahkan bahwa kejatuhan manusia terjadi ketika manusia menyembah dirinya, selera dan nafsu dan menjauhi Allah.

Sebagai pribadi dan komunitas terpilih lewat Baptis, kita diberi kemampuan untuk setia menyembah Tuhan baik dalam hati maupun dalam praksis kita. Kita melangkah ke depan dengan penuh keyakinan, karena Allah hadir dalam komunitas kita yang saling melayani.