Yesus terheran-heran atas kurangnya iman mereka (Markus 6:6). Baru saja Yesus mengadakan mukjizat-mukjizat besar di daerah tetangganya (sekitar danau Galilea). Tapi waktu pulang ke kampungnya justru dia di tolak dan dihina. “Bukankah dia ini anak tukang kayu. Anak Maria? ” Sehingga dia tidak banyak mengadakan mukjizat.
Tentu kita juga sering bersikap seperti orang sekampung Yesus. Kita menutup telinga hati nurani kita terhadap suara-suara halus Tuhan yg bekerja lewat orang-orang dekat disekitar, karena entah kita kepala batu atau punya persepsi sendiri yg menutup leluasanya karya Tuhan.
Aduh mo, betul sekali! Kita sering melihat orang dari luarnya saja. Kalau dia miskin, tidak terpelajar, jelek , kita menganggap remeh orang tersebut, meskipun orang itu “di dalamnya” sangat bijaksana dan saleh. Sebaliknya, kalau orang itu kaya, cantik/ganteng, sukses (meskipun karena korupsi), kita sangat “memandang” dan menghargai orang itu, meskipun ternyata pada kenyataannya keropos di dalam. Semoga Tuhan selalu membuka mata hati kita untuk melihat sesama lebih dalam lagi, tidak hanya pembungkus atau kulit luarnya saja. Thank you romo untuk tulisannya. Tuhan memberkati.
Kisah ini seperti yang dialami oleh Romo Budi sendiri bagi sebagian pengurus ICADLA. Mereka lebih suka mendengarkan dan menghargai Father Leo Ortega (Ora tega) dibandingkan seorang Romo dari kalangan nya sendiri.