Hari Minggu ke-31 Masa Biasa [A]
5 November 2023
Matius 23:1-12
Salah satu krisis terbesar di zaman ini adalah krisis kebapaan. Di berbagai masyarakat, banyak anak yang hidup dan tumbuh tanpa figure ayah. Banyak survei dan penelitian menunjukkan bahwa kenyataan ini terutama melanda negara-negara barat. Namun, virus ini juga merambah ke negara-negara lain yang memiliki budaya keluarga yang kuat, termasuk Indonesia. Absennya seorang ayah dalam keluarga sangat mempengaruhi perilaku dan tumbuh anak-anak. Mereka yang tidak memiliki ayah cenderung tumbuh menjadi pribadi yang memiliki berbagai masalah mental dan bermasalah dengan masyarakat. Dalam Injil, Yesus berkata, “Janganlah kamu menyebut seorangpun sebagai bapa di muka bumi ini…” (Matius 23:9). Dalam konteks kita, perkataan Yesus ini sangat menarik. Mengapa Yesus tidak mengizinkan kita memanggil siapa pun sebagai ‘bapa’, sementara masyarakat kita sangat membutuhkan figur bapa?
Sebelum kita mendalami perkataan Yesus, kita akan memahami terlebih dahulu pentingnya kehadiran ayah dalam keluarga. Ayah memiliki banyak peran yang sangat penting dan tak tergantikan, namun jika kita harus meringkasnya, ada dua tugas yang paling mendasar. Alkitab berbicara tentang dua karakter ini dalam kitab Kejadian, “TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk melayani (עבד) dan menjaga (שׁמר) taman itu. (Kej 2:15)” Dari ayat ini, Tuhan menugaskan Adam dengan dua tanggung jawab penting: melayani dan menjaga taman. Karena taman adalah tempat tinggal Adam dan Hawa, maka taman melambangkan rumah dan keluarga Adam. Seperti Adam, setiap pria yang menjadi seorang ayah menerima dua tugas penting ini.
Melayani (עבד – baca: abad) dapat dipahami sebagai menyediakan hal-hal yang diperlukan agar keluarga dapat berfungsi dengan baik dan bahkan berkembang. Seorang ayah tidak cukup hanya menyediakan kebutuhan material bagi anak-anaknya, tetapi juga kebutuhan emosional dan yang terpenting, kebutuhan spiritual. Banyak pria yang bekerja keras untuk keluarga mereka, tetapi ketika mereka pulang ke rumah, mereka menghabiskan waktu mereka dengan diri mereka sendiri daripada dengan anak-anak. Banyak pria yang memang menjadi pemberi nafkah yang baik, tetapi cenderung mengabaikan pertumbuhan iman anak-anak mereka. Banyak pria bahkan memiliki kesalahpahaman bahwa kebutuhan emosional dan spiritual hanyalah tugas wanita. Namun, cara mengasihi wanita dan pria itu berbeda, dan anak-anak membutuhkan keduanya untuk bertumbuh dengan sehat. Melayani berarti juga mengajarkan nilai-nilai dan moralitas yang benar, dan seringkali, hal ini paling baik diajarkan melalui teladan, bukan hanya dengan kata-kata.
Menjaga (שׁמר – baca: shamar) berarti melindungi dari bahaya, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam, baik secara fisik maupun spiritual. Seringkali, mudah untuk melindungi keluarga dari kekuatan eksternal dan yang terlihat karena kita dapat dengan mudah melihat ancamannya. Namun, melindungi dari musuh yang tidak terlihat jauh lebih sulit. Bahaya yang tidak terlihat dapat datang dalam bentuk ide-ide yang salah atau ajaran moral yang tidak benar. Para ayah membutuhkan kebenaran dan kejelasan untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Para ayah juga membutuhkan keseimbangan antara ketegasan dan kelembutan ketika mereka memberikan koreksi dan disiplin. Anak-anak yang tidak menerima disiplin cenderung tumbuh menjadi orang dewasa yang lemah dan ragu-ragu, sementara anak-anak yang dibesarkan dalam kekerasan cenderung menjadi pria dan wanita yang suka memberontak.
Ketika Yesus berkata, “Janganlah kamu memanggil siapa pun di bumi ini sebagai bapa, kecuali Bapa yang di sorga…” Yesus tidak melarang semua pria untuk dipanggil sebagai bapa. Sebaliknya, Yesus mengingatkan kita bahwa semua pria tidak secara otomatis menjadi seorang bapa ketika mereka memiliki anak (baik secara fisik maupun sakramental). Kecuali mereka mengikuti teladan Bapa Surgawi, mereka tidak pantas menyandang gelar ‘bapa’. Melayani dan menjaga adalah dua hal yang harus dilakukan oleh setiap bapa, dan kita memiliki Bapa di surga sebagai inspirasi dan teladan kita.
Roma
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP