the_abyss_by_alexiuss-d5im6xf

Bacaan I      : 1 Kor 3:18-23
Bacaan Injil  : Lukas 5:1-11

Dalam Injil hari ini, disebutkan bahwa Yesus meminta Petrus untuk membawa perahunya ke tempat yang dalam dan menebarkan jalanya untuk menangkap ikan. Semalaman Petrus dan teman-temannya bekerja keras tanpa hasil. Demi hormat pada Sang Guru, meski skeptis, ia pergi juga melakukan apa yang diminta. Ia pergi ke tempat yang dalam. Laut yang dalam itu, dalam bahasa asli Injil ditulis, Yunani, disebut sebagai bathos. Akar kata ini, bathus, merujuk pada makna yang lebih dasyat: misteri. Kata ini juga disinyalir terkait dengan kata abyss, -sumur tanpa dasar. Jadi, bisa juga dikatakan, Petrus dipanggil untuk membenamkan diri dalam misteri agung kuasa Tuhan yang tak terselami, tak terpijaki. Karenanya, bisa dipahami, reaksi Petrus setelah memasuki pengalaman dibenamkan dalam kuasa misteri ilahi itu: terguncang, hilang kata, hilang daya kuasa. Dalam rasa kecil menyadari adanya realitas yang jauh melampaui dunia kasat mata yang biasa ia indera, Petrus hanya bisa runduk mengaduh mengeluh: Tuhan, pergilah daripadaku, karena aku ini orang berdosa.

Pengalaman akan misteri Tuhan kiranya menjadi salah satu pilar utama hidup beriman. Dengan intensitas yang berbeda, masing-masing kita punya cerita pengalaman perjumpaan pribadi dengan Tuhan. Ada yang lewat kejadian luar biasa, mukjijat dalam hidup yang tak dapat dijelaskan dengan tata logika biasa. Ada yang yang lewat pengalaman sekonyong-konyong begitu saja merasa disapa, dekat dan bahagia bersama Dia (pengalaman yang perlu dibedakan dengan rasa romantisme atau ekstasi “buatan”). Ada yang lewat keyakinan teguh dan perasaan mantap akan penyertaan dan penyelenggaraan Ilahi dalam segala.

Kita sadar juga, tidak mudah kita menghayati pengalaman akan misteri ilahi itu dalam semangat dunia masa kini. Sosiolog agama Peter L. Berger menyorot sekularisasi, yang masih terus terjadi, sebagai sebuah pengalaman yang digerakkan oleh “disenchantment of the world” di kalangan Gereja Protestan, yang mendorong terciptanya dunia modern. Langit suci telah runtuh. Tanpa adanya para malaikat, langit menjadi sah untuk dijelajahi para astronom dan astronot. Tanpa adanya orang-orang kudus sebagai teman berjalan menuju keselamatan, dunia kodrati menjadi realitas empiris duniawi semata-mata. Allah menjadi begitu tinggi dan mulia, jauh terpisah dari manusia berdosa yang masih berkeriapan di muka bumi. Dalam kacamata ini, tak ada yang keramat di dunia ini. Segala macam mukjijat bisa dijelaskan dalam hubungan sebab akibat dan rumus-rumus hukum alam atau serangkaian peristiwa kebetulan belaka. Dalam ekstrim perlucutan segala yang kudus dalam proses desakralisasi, demitologisasi dan sekularisasi, Allah sendiri bahkan tak lagi dipercaya ada.

Ah, tidak mudah menjadi dewasa. Kita perlu belajar melepas penghayatan iman yang naïf kekanak-kanakan tanpa kehilangan kemampuan luar biasa kanak-kanak untuk memandang malaikat di surga dan di bumi. Bagaimana pun, dunia tidak sesederhana yang tercerap indera dan logika. Ada misteri di sana. Mari kita dengar panggilanNya dan memenuhi undanganNya: Bertolaklah ke tempat yang sarat misteri itu, dan bekerjalah bersamaKu. Karena mulai sekarang engkau akan menjala manusia. Karena mulai sekarang engkau akan makin jernih memandang kehadiranKu dalam sesama dan segala.