Luk 6:20-26

Injil yang kita renungkan hari ini dari Lukas tentang kotbah Yesus di atas tanah yang rata, dan bukan dari atas bukit seperti versi Matius. Kotbah ini adalah ajaran khusus bagi para murid di mana Yesus menyebut mereka sebagai yang berbahagia karena diberkati oleh Allah.

Versi Lukas menunjukkan bahwa Yesus mengkontraskan kondisi dunia yang dihadapi para murid di dalam dunia dengan apa yang Ia bawa di dalam diri-Nya sendiri, Kerajaan Allah. Orang yang sekarang miskin, kerajaan menjadi milik mereka; yang lapar menjadi kenyang; yang bersedih, tertawa; yang dibenci, terbuang dan teraniaya serta ditolak karena nama Tuhan, diberkati.

Visi Yesus tentang kerajaan yang dibawa-Nya akan menjadi berkat, tetapi juga mengandung risiko-risiko bagi ketika berhadapan dengan kekuatan-kekuatan dunia yang tidak mengenal dan menolak kehadiran Allah.

Para murid, karena itu, diajak untuk kuat beriman pada Yesus. Beriman berarti bersedia untuk ditransformasi oleh Yesus sendiri dengan selalu mau mencari kehendak Allah; menerima Yesus sebagai kebenaran Ilahi; bersedia menjadi tanda berkat dan damai dengan sesama; dan rela mewartakan pertobatan dan kasih kepada siapa saja.

Dengan menyebut para nabi yang dibunuh demi kebenaran, Yesus memberi contoh tentang keteladanan mereka di dunia namun yang kini mewarisi kerajaan Surga.

Paus Emeritus Benediktus ke-16, dalam bukunya, Yesus dari Nazareth (Gramedia, 2008), secara tepat mengarahkan kita bahwa Sabda Bahagia hanya dapat dipahami secara benar dan utuh jika ditilik dalam terang kasih Allah sendiri yang berpuncak pada peristiwa salib: “tempat kemuliaan – tempat berlangsung perjumpaan dan persekutuan sejati dengan Allah, yang adalah kasih (bdk. 1 Yoh 4:7, 16).”