Thérèse-with-the-Cross
Hari Raya Peringatan Santa Theresa Kanak-kanak Yesus (dari Lisieux)

Ayub 9:1-12,14,16
Mazmur 88:10-15
Lukas 9:57-62

Saya harus berterima kasih pada Herman Therapiawan yang menulis komentar pada renungan kemarin. Dia menemukan suatu pepatah: “Lakukanlah yang perlu, kemudian lakukanlah yang bisa/yang mungkin, tahu-tahu anda dapatkan diri anda melakukan hal yang ‘mustahil.'” Pepatah ini tepat sekali untuk menggambarkan spiritualitas dari Santa Theresa yang kita rayakan hari ini.

Sejak dari kecil, Theresa mempunyai hasrat yang begitu kuat untuk masuk ke biara suster-suster Karmel. Suatu waktu ketika bertemu Paus Leo XIII dia meminta diijinkan masuk biara sebelum umur minimum, yaitu 16 tahun. Akhirnya uskup di daerah itu memberi Theresa dispensasi khusus dan ia masuk ke biara Karmel pada umur 15 tahun. Theresa hanya hidup sampai umur 24 tahun. Dalam 9 tahunnya di biara, dia tidak berbuat sesuatu yang sensasional. Tetapi justru di kesederhanaan dan kerendahan hatinya inilah letak kesucian Theresa. Dia menulis sebuah autobiografi spiritual yang isinya penuh dengan ekspresi cinta yang mendalam pada Yesus. Theresa mengatakan bahwa dia hanyalah seorang biarawati kecil yang melakukan hal-hal yang kecil semata-mata sebagai ungkapan cinta pada Yesus. Ia hanyalah “bunga kecil” (little flower) di dalam taman Tuhan.

Theresa wafat karena tuberkulosis pada tahun 1897. Sebagai seorang santa pada jaman modern, dia menjadi sangat populer sampai saat ini. Tetapi kepopuleran Theresa bisa jadi terlebih karena dia menunjukkan pada kita bahwa hidup dalam kekudusan tidaklah harus muluk-muluk. Hal-hal kecil yang kita kerjakan setiap hari bisa kita anggap sebagai persembahan bagi Tuhan. Yang paling penting adalah bagaimana kita pertama bisa jatuh cinta pada Yesus dan berhasrat melakukan semuanya demi cinta ini.

Dalam Injil hari ini, ketenaran Yesus membuat beberapa orang ingin menjadi pengikutnya. Kita tidak tahu apakah motivasi mereka karena kepentingan diri sendiri atau benar-benar karena cinta dan percaya pada Yesus. Tetapi Yesus mengingatkan mereka bahwa untuk menjadi pengikutnya bukanlah hal yang mudah. Dia tidak punya tempat tinggal tetap, dan mereka harus meninggalkan apa yang mereka punya. Tidak ada tempat bagi mereka yang masih melihat ke belakang, ke masa lalu. Menjadi pengikut Yesus berarti mencurahkan segenap perhatian, pikiran, jiwa dan raga kita untukNya. Hanya seorang yang jatuh cinta pada Yesus, seperti Theresa, yang bisa dengan rela meninggalkan segalanya untuk mengikuti Yesus.

Masih adakah hal-hal yang menghalangi kita untuk mengikuti Yesus dengan sepenuhnya, sesuai dengan peran kita masing-masing yang khusus di dunia? Atau apakah kita menolak untuk melayani untuk Tuhan dengan alasan apa yang kita lakukan tidak ada artinya? Semoga teladan St. Theresa membantu mengingatkan kita untuk memberi segalanya bagi Tuhan, bahkan dari hal terkecil sekalipun. Mari kita berdoa bersama dengan St. Theresa doa yang dikarangnya sendiri:

Ya Tuhan, aku mempersembahkan semua perbuatanku hari ini,
untuk permohonan dan kemuliaan Hati Kudus Yesus;
Aku mau mengkuduskan degup jantungku, pikiranku,
dan perbuatanku yang paling sederhana
dengan menyatukan semua itu dengan anugerahNya yang tak terbatas,
untuk menghapus dosa-dosaku dengan melemparkannya ke api cinta kasihNya.
Ya Allahku, aku berdoa padaMu untuk aku sendiri dan semua orang yang kukasihi,
supaya mendapat rahmat untuk menjalankan kehendakMu dengan sempurna,
untuk menerima semua sukacita dan penderitaan perjalanan hidup ini demi kasihMu,
supaya suatu hari nanti aku bisa bersatu denganMu di surga untuk selamanya.