Posted by admin on November 2, 2014
Posted in renungan
Senin Minggu ke 31 Masa Biasa
3 November, 2014
Philippi 2:1-4
Lukas 14:12-14
Cerita Injil hari ini adalah salah satu dari sekian banyak cerita dari injil Lukas yang berhubungan dengan perjamuan. Salah seorang Farisi mengundang Yesus ke perjamuan makan, meskipun Yesus sendiri samasekali tidak termasuk dalam kalangan kaum Farisi . Tetapi motivasi mereka mengundang Yesus ke perjamuan itu samasekali tidak murni; mereka hanya mau menjebak Yesus dalam percakapan selama makan malam bersama itu. Dengan motivasi yang tidak murni dan akal busuk mereka, Yesus dengan sangat gamblang mengangkat dan memfokuskan pembicaraannya berkisar pada suatu pola dan gaya hidup baru tentang hal undang-mengundang sesama ke suatu perjamuan makan. Yesus mengatakan bahwa kalau mau mengundang seseorang untuk datang ke suatu perjamuan makan tidak perlu terikat pada gaya hidup yang biasa dimana kita hanya mengundang orang-orang yang dekat dengan kita, sanak keluarga, orang-orang yang sederajat dengan kita atau hanya orang-orang yang kaya; karena mereka akan membalasnya dengan mengundangmu kembali. Yesus menyajikan suatu gaya hidup yang baru yakni dengan mengundang orang-orang luar, yang bukan anggota keluarga atau sahabat-sahabat yang kaya, tetapi undanglah orang-orang luar seperti orang-orang miskin, orang-orang sederhana, orang-orang buta, orang-orang cacat dan lain sebagainya…karena mereka-mereka itu tidak mungkin akan mengundang engkau kembali…mereka tidak punya apa-apa untuk membalasnya.
Sehubungan dengan bacaan injil hari ini, saya ingat akan Santu Martin de Porres yang pestanya kita rayakan hari ini. Pada suatu hari sebagai imam muda saya diundang oleh para suster dari salah satu biara di Surabaya untuk makan siang. Setelah makan siang bersama, suster pemimpin biara itu bertanya, “pater, apakah sudah pernah melihat kisahnya St. Martin de Porres”? Saya jawab, belum pernah suster. Kalau pater mau kita bisa nonton bersama siang ini. Saya sebenarnya sangat tidak terlalu suka menonton film, karena sejauh pengalaman saya ketika ada yang mengundang saya untuk nonton film di bioskop, saya pasti sangat mudah mengantuk dan tertidur. Tetapi hari itu saya koq bisa-bisanya tidak merasa bosan dan mengantuk sama sekali, karena kisah dalam film St. Martin de Porres ini amat sangat menarik apalagi nonton bersama para suster bukan di ruangan yang gelap tetapi langsung di kamar makan. Malu dong kalau kelihatan saya ngantuk, hahahaa…Tetapi saya mau bilang bahwa kisah St. Martin de Porres ini benar-benar merupakan suatu ilustrasi dimana kita akan bisa lebih memahami dan mendalami apa yang Yesus katakan kepada kaum Farisi dalam bacaan injil hari ini. Suatu kisah hidup yang sangat menarik dan lucu, tetapi mempunyai nilai yang sangat berarti untuk kehidupan kristiani. Sampai dengan saat ini saya masih ingin mencari videonya itu, karena saya sangat ingin menontonnya sekali lagi.
St. Martin de Porres adalah orang kudus dari Peru yang hidup pada masa penjajahan Spanyol. Ia adalah seorang biarawan yang hidup pada tahun 1579-1639. Dilahirkan di Lima, Peru; ayahnya seorang bangsawan Spanyol tetapi mamanya dari keturunan orang hitam; oleh karena itu Martin de Porres bersama saudarinya pernah masuk dalam perbudakan namun kemudian mereka akhirnya juga bisa dibebaskan dari perbudakan itu. Martin de Pores lalu masuk biara Dominikan dan di biara ia melayani sama saudaranya sebagai tukang pangkas rambut, mengunjungi dan menghibur orang sakit dan bekerja di kebun sayur di dalam biara itu. Dikalangan umat di luar biara Ia menjadi sangat terkenal sebagai biarawan yang selalu memperhatikan orang sakit dan orang miskin.
Dari riwayat hidup St. Martin de Pores ini boleh kita katakan bahwa ia telah mengukir hidupnya sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Yesus dalam bacaan Injil hari ini. Kalau kita boleh bertanya: “Apakah pelayanan yang telah St. Martin de Pores lakukan mendapat pengakuan dari kalangan gereja dan negara?” Saya kira sudah tidak bisa diragukan lagi dengan jawaban “Ya”. Tetapi bukan tidak mungkin kalau masih ada orang lain yang menggerutu, yang tidak setuju atau tidak suka melihat orang lain bisa berbuat sesuatu yang baik untuk orang lain. St. Martin de Pores pun sering mendapat tantangan dari sesama saudaranya dalam biara… namun suara Yesus masih lebih keras memanggil Martin de Pores untuk melanjutkan apa yang telah Yesus lakukan seperti yang telah ditekankan juga ole St. Paulus dalam bacaan pertama kepada jemaat di Filipi…“hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih,satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga”. Semoga kita bisa belajar dari St. Martin de Pores untuk lebih menampilkan kebaikan dan kasih Allah dalam masyarakat atau umat Allah yang lagi menghadapi kesulitan karena perbedaan ras/warna kulit, dalam menanggulangi kemiskinan dan memperhatikan mereka yang tertindas. Selamat bermeditasi, Amin.