Natal bagiku adalah sebuah kelahiran kembali. Pertama-tama kelahiran Allah dalam diri seorang anak kecil yang ke 2015. Namun lebih dari pada itu, Natal adalah sebuah kelahiran bagiku dan seisi keluarga besarku. Ya, memang demikian adanya. Aku bisa mengatakan demikian karena di saat Natal tahun 2013 yang lalu, ayahku pulih kembali dari koma yang ia alami. Selama dua bulan ia berada di ICU rumah sakit Panti Rapih Jogjakarta. Dokter telah angkat tangan dan menyatakan bahwa tak ada lagi harapan bagi beliau untuk sembuh. Kami semua yang menerima kabar ini telah berunding bersama, siapa yang akan menyiapkan rumah kami untuk menerima layon (jenazah) Bapak, siapa yang akan mengurusi konsumsi bagi para pelayat, dan lain sebagainya. Namun di tengah kekalutan itu Bapak “lahir kembali” setelah dalam komanya ia mendengar lagu Nderek Dewi Maria yang dinyanyikan oleh kakakku. Sungguh sebuah mujizat. Ternyata mujizat tidak perlu lewat hal-hal yang besar, bahkan lewat lagu sederhanapun, bila itu diungkapkan dengan tulus, jujur dan penuh harapan mendatangkan sebuah mujizat bagi kita.
Karena mujizat Natal ini, maka Bapak yang kini telah pulih kesehatannya mengharapkan kami semua anak cucunya untuk berkumpul tiap hari Natal. Kami yang telah melihat mujizat ini sungguh mengiyakan keinginan Bapak. Kami mau berkumpul bersama pertama-tama untuk merayakan kebersamaan kami sebagai sebuah keluarga dan sekaligus merayakan kelahiran Tuhan yang sungguh nyata dalam keluarga kami. Satu hal lagi yang mau kurayakan secara personal dalam setiap perayaan Natal. Apa yang mau kurayakan ini adalah kesederhanaan baik iman, pikiran maupun tindakan seorang perempuan yaitu Maria. Iman Maria serta kesederhanaannya sungguh kulihat dalam diri ibuku, Bernadeta Warsinem. Karena iman ibu yang sedemikian kuat maka kami anak-anaknya punya kepercayaan yang kuat pula bahwa Bapak akan sembuh. Iman inilah yang telah menjelma dalam kenyataan, yaitu mujizat Natal. Natal bagiku bukan sebuah pesta meriah, namun pesta iman, pesta kelahiran kembali.
Tak banyak yang kami lakukan saat kumpul bersama. Kami hanya sekedar kumpul, sharing, masak, dan makan bersama. Namun kebersamaan inilah yang selalu aku rindukan karena dalam kebersamaan inilah kutemukan aura kuat kasih dan damai. Kasih dan damai inilah yang telah menyatukan kami sebagai sebuah keluarga. Aku pun berharap agar banyak orang dapat merasakan seperti apa yang kami rasakan, yaitu kebersamaan, kasih dan damai.