“Hai ibu, penyakitmu sudah sembuh”
Luk 13:10-17
Injil hari ini berkisah tentang Yesus yang menyembuhkan seorang perempuan yang sakit. Jenis penyakit yang diderita adalah penyakit punggung, tulang belakang yang mengakibatkan tidak bisa berdiri tegak. Namun keyakinan orang-orang saat itu bahwa ia dirasuki roh jahat yang terus menghisap tenaganya keluar dan melemahkan tubuhnya.
Kalau kita keluar dari rumah tempat kita tinggal ke tempat kerja, ke sekolah, pergi shopping, dll, banyak kali kita temukan orang cacat dipinggir-pinggir jalan, di lampu merah, di depan toko, tempat-tempat ziarah, bahkan di depan gereja, dsb. Tidak jarang ada yang mengemis minta tolong. Ada orang yang ketika melihat orang-orang seperti ini langsung muncul rasa iba, belas kasih dan memberi sesuatu. Menolong mereka.
Akan tetapi, ada juga sikap sebaliknya seperti tidak mau melihat ke arah pengemis di pinggir jalan. Jalan lewat saja tanpa toleh. Mata lihat ke atas atau tempat lain. Bahkan, mungkin ada yang marah kenapa ada saja orang-orang seperti ini…
Tetapi cobalah kita mengambil waktu sejenak dan memikirkan orang-orang susah. Bawalah orang-orang ini juga sebagai bagian dari hidup kita. Dan cobalah menoreh, masuk lebih jauh ke dalam diri kita sendiri. Mungkin ada keluarga, orang tua, saudara-saudari kita sendiri. Bahkan anak-anak, suami, atau isteri. Teman-teman kita sendiri…. siapa saja yang saat ini paling dekat dengan kita. Apa yang ditemukan?
Dalam hidup ini ada banyak persoalan atau beban yang kita pikul. Ada kecemasan dan kekecewaan dalam hidup. Kalau kita periksa dan merenung kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak rahasia yang tak terkatakan, dalam hidup. Bahkan ada yang tersembunyi di lapisan kesadaran yang sulit dijangkau, tapi justru di situlah tempat beban itu. Ada luka, ada rasa sedih, ada rasa bersalah dan marah yang membuat kita ingin menyendiri. Dan sering ketakutan muncul karena sakit dan luka,  tertekan dalam jiwa, tidak ingin dibuka, disembuhkan.
Beban-beban ini membuat orang tidak mampu berdiri tegak, menguras pikiran dan tenaga dan membuat jiwa kita menjadi layu.
Peristiwa penyembuhan perempuan yang sakit terjadi saat Yesus sedang mengajar banyak orang. Yesus menyapa jiwa-jiwa yang mendengarkan sabda-Nya di dalam rumah ibadat. Di antara mereka ada seorang perempuan yang paling terbebani. Tidak seperti banyak orang lain, ia hanya bisa membungkuk. Perempuan itu bahkan tidak mengatakan apa-apa kepada Yesus untuk disembuhkan. Tetapi Yesus melihatnya dan merasa iba  dengan kondisi seperti itu. “Hai ibu, penyakitmu sudah sembuh!” Kata-kata Yesus mempunyai kekuatan yang luar biasa, menyembuhkannya dari beban hidup yang begitu berat. Kata-kata penuh kekuatan seperti ini pula yang memanggil Lazarus keluar dari dalam kubur.
Barang kali kita tidak menderita penyakit yang sama persis seperti perempuan dalam kisah Injil hari ini. Mungkin ada pikiran-pikiran negatif dalam diri yang tidak ingin dilepaskan sehingga terus mengurung kita. Seperti rasa dendam dan sakit hati karena pernah dikecewakan seseorang dan sulit dilupakan hingga saat ini. Tapi juga mungkin ada dosa berat yang mungkin belum dilepaskan, diakui.
Kita juga bisa menderita kebutaan spiritual seperti reaksi sangat negatif dari pegawai rumah ibadat. Yesus marah dan melawan dengan keras sikap hipokrit ini. Sikap ini adalah refleksi dari kekerasan hati: bukan taat kepada Allah melainkan terhadap hukum yang kaku dan abstrak.
Banyak kali orang jatuh dalam dosa ketaatan yang salah seperti ini. Ada orang yang percaya lurus-lurus saja apa yang tertulis dalam kitab suci tanpa melakukan studi mendalam untuk mengambil hikmahnya bagi hidup manusia. Anehnya, kebutaan spiritual seperti ini mudah menjangkiti mereka yang menganggap diri religius, pembela agama, pengurus rumah ibadat,  … taat tanpa sikap kritis sehingga jatuh dalam rutinitas rohani sehari-hari, beragama tapi tanpa Allah!
Di sini agama tidak mampu membawa daya pembebasan bagi kita untuk melihat dan merasakan kedekatan Allah yang bekerja dalam hidup kita dan hidup sesama. Seperti tidak ingin melihat orang lain disembuhkan, menjadi sehat dan normal kembali, sukses dan bahagia seperti layaknya seorang manusia, ciptaan Tuhan.
Dalam bahasa Indonesia kata hipokrit (dari kata Yunani “hupokrinesthai”) biasa diterjemahkan sebagai sikap munafik, bermuka dua karena hukum dimanipulasi, dipermainkan. Bukankah hukum bertujuan untuk mengabdi dan memuliakan Allah, dipakai untuk kebaikan manusia dan seluruh ciptaan?
Hari ini Yesus memanggil kita untuk mendekat. Tangan Yesus ingin merangkul kita. Kata-kata Yesus ingin membebaskan kita dari sel-sel ketakutan dan dosa yang membuat kita merasa merana, sendirian dan tak berdaya. Yesus juga mau membebaskan kita dari sikap-sikap keagamaan yang kelihatan saleh tapi palsu, sering mengecewakan dan tidak menyelamatkan.
Yesus ingin menyembuhkan kita asalkan kita punya iman dan terbuka untuk disembuhkan. Dalam iman kita bersatu dengan Kristus lewat sakramen Ekaristi. Dengan makan dan minum dari meja Ekaristi yang satu dan sama kita dikuatkan untuk bersaksi tentang Tuhan yang bangkit. Dalam Ekaristi iman kita dibarui, kehendak hati dan budi kita disucikan, jiwa dan badan kita dikuatkan agar kita makin semangat dan bahagia dalam membagikan warta kasih keselamatan Yesus, Tuhan kita.
Bersediakah kita untuk menjadi alat keselamatan Yesus? Bersediakah kita agar menjadi perpanjangan tangan-Nya yang mulia dan kudus untuk membawa berkat-Nya bagi yang sakit dan butuh penyembuhan? Maukah kita melepaskan hukum-hukum yang masih kita genggam dan tidak mau kita lepaskan agar kekuatan kasih dan penyembuhan Yesus boleh bekerja dan menyelamatkan kita?
Semoga!