Jumat, 17 Februari 2017
Bacaan: Kej 11:1-9; Mk 8:34-9:1
Bahkan setelah dibersihkan oleh perjanjian Allah sesudah datangnya air bah umat manusia kembali berdosa. Umat manusia telah mengabaikan Berkat dari Allah, perjanjian dengan nabi Nuh. Umat manusia yang telah direstorasi itu kembali mengikuti cara hidup nenek moyang mereka. Dosa telah bersemi dalam diri umat manusia. Kisah tentang menara Babel adalah ilustrasi akan ambisi manusia dan akan penolakan umat manusia untuk menyerahkan dan merendahkan diri kepada Allah. Rencana untuk membangun menara yang puncaknya bisa mencapai langit adalah sebuah pengakuan akan keinginan manusia dengan kekuatan sendiri memasuki ranah Allah. Keinginan untuk membuat nama bagi umat manusia sendiri muncul dari suatu kesombongan yang tidak memperdulikan hak-hak Sang Pencipta. Namun rencana itu digagalkan oleh Allah sendiri ketika umat manusia terpecah-pecah, suatu keadaan yang hanya akan bisa direstorasi oleh Allah sendiri pada hari Pentakosta (Kis 2:1-11).
Allah senantiasa turun tangan ketika umat manusia ada dalam bahaya yang akan memusnahkan peradaban. Ketika umat kristiani dianiaya, yang nampaknya dialami juga oleh umat pembaca Injil Markus, bergemalah kembali Sabda Tuhan Yesus agar umat tidak kehilangan iman karena harapan akan kemenangan sudah di depan mata. Kemenangan hidup abadi dalam Kerajaan Allah adalah segalanya bagi pengikut Kristus. Pada jaman penganiayaan tidak sedikit orang yang takut dan malu mengakui iman akan Kristus Sang Raja Penyelamat. Nasehat Yesus dalam Injil ini sangat meneguhkan. Hidup sejati adalah hidup yang dipertaruhkan bagi kerajaan surga yang akan datang.
Maka penderitaan yang dialami oleh pengikut Kristus hendaknya diangkat bersama Kristus yang menderita memanggul salib dan mati tergantung padanya. Untuk ini sangat dibutuhkan terus menerus menegaskan pada diri sendiri bahwa penderitaan karena mengikuti Kristus ini tidaklah sebanding dengan kebahagiaan dalam kerajaan Allah yang akan dianugerahkan kepada kita. Di samping kegagalan untuk memahami ini, kita hendaknya terus mencoba meyakinkan diri kita bahwa keabadianlah lebih dari segala-galanya di dunia ini. Proses menginternalisir Sabda Tuhan Yesus itu membutuhkan juga intensifitas akan kegiatan rohani yang teratur: Perayaan Ekaristi secara teratur, doa-doa pribadi dan pembacaan Sabda Tuhan setiap hari akan membantu kita semakin memahami apa artinya hidup sebagai salib Kristus. Dengan kegiatan rohani yang intensif dan teratur itu kita percaya bahwa Roh Kudus turun membakar api iman kita agar tak pernah padam.