Bacaan: Kej 9:1-13; Mk 8:27-33

Sebagaimana Allah memberkati Adam dan Hawa orang tua seluruh umat manusia (Kej 1:28), nabi Nuh dan anak-anaknya diberkatiNya juga sedemikian rupa sehingga generasi baru umat manusia memasuki masa perjanjian yang diperbaharui oleh Allah.

Berkat dari Allah itu menjadi sebuah perjanjian. Sebagaimana nanti sesudahnya Allah membuat perjanjian bersama Abraham (Kej 15) dan umat Israel di Sinai (Kel 19-24), sekarang Allah membuat sebuah perjanjian dengan Nuh. Tanpa memasukkan berbagai macam syarat sebagaimana lazimnya dalam sebuah perjanjian kepada Nuh Allah meyakinkan ia bahwa Ia tidak akan menghancurkan dunia lagi dengan air bah lagi.

Kejadian di Kaisarea Filipi merupakan titik balik karena merangkum karya Yesus di Galilea (Engkau adalah Mesias) dan pemberitahuan Yesus akan tujuan baru karyanya (Anak Manusia harus menderita). Pendengar sudah mengetahui apa makna gelar Sang Anak Manusia yang adalah keturunan Raja Daud yang akan merestorasi keadaan politik bangsa Israel (1 Sam 2:10; 10:1; 2 Sam 23:1). Gelar ini disebut christos dalam bahasa Yunaninya, yang nanti akan diterapkan kepada Yesus yang telah dibangkitkan dari kematian, namun Perjanjian Baru menolak makna politis dari gelar itu. Itulah sebabnya “ lalu Yesus memperingatkan mereka, supaya tidak memberitahukan kepada siapa pun tentang dirinya.”

Pengakuan para murid dan Petrus tentang siapa jati diri Yesus berjalan secara bertahap. Mulai dari para nabi sampai pada pengakuan Petrus bahwa Yesus adalah Kristus, sang Raja Penyelamat dunia. Nampaknya Yesus tidak menerapkan gelar Kristus kepada dirinya sendiri, Ia lebih menyebut dirinya sebagai Anak Manusia. Hal ini dilakukan agar pendengar tidak salah mengerti Dia sebagai mesias yang bersifat politik praktis dan pragmatis. Ini bukan soal kemenangan politik dan memakai kekuasaan untuk menghancurkan lawan, melainkan melalui penderitaan, kematian dan kebangkitan kuasa Allah menang atas kuasa dosa yang mengungkung umat manusia.

Kita umat kristiani adalah umat yang telah diselamatkan walaupun masih dalam perjalanan perziarahan menuju kesempurnaan abadi. Kita diajak untuk tekun menepaki hidup ini dengan tidak mudah meninggalkan iman kita pada Yesus Kristus dan janji keselamatan kekal yang akan diberikan kepada kita. Perziarahan hidup ini bagaikan berjalan kaki di Padang atau di hutan, bahaya senantiasa ada mengancam diri kita jiwa dan raga. Kita diingatkan untuk terus menggemakan pertanyaan Yesus menurut kita sendiri siapakah diriNya bagi hidup kita.

Dengan mengakui Yesus sebagai Raja penyelamat entah bagaimana iman kita dikuatkan. Tekanan hidup sehari-hari mungkin tidak bisa kita hindari; beban finansial apalagi kalau kehilangan pekerjaan akan sangat berat untuk ditangani; memiliki penyakit yang sudah lama tidak sembuh-sembuh tentu membuat hati kita bisa hancur. Apakah pegangan kita? Atau lebih tepat siapakah pegangan kita?