Iman dan Perubahan Sejati
Senin pada Pekan Biasa ke-7
20 Februari 2017
Markus 9:14-29
Injil hari ini menceritakn bagaiaman orang-orang datang kepada Yesus, dan membawa permasalahan meraka. Mereka ingin disembuhkan, dikenyangkan, dan roh jahat diusir dari mereka. Yesus hanya meminta satu hal: iman. Tapi apakah iman ini?

Seperti orang-orang Yahudi pada masa Yesus, kita juga mencoba untuk memuaskan dahaga kita akan Tuhan, dan kita melibatkan diri dalam berbagai kegiatan keagamaan. Orang berduyun-duyun ke gereja dimana ada pengkhotbah yang bagus dan perayaan liturgi yang penuh semangat. Lainnya mencari Misa penyembuhan. Lainnya memilih untuk menghadiri kelompok studi Kitab Suci. Yang lain lebih memilih untuk menjadi bagian dari kelompok Doa Karismatik yang energetik. Yang lain cinta akan kesunyian rumah retret dan meditasi Taize. Sementara beberapa lainnya mendukung kekhidmatan dari Misa Latin tradisional. Kita memiliki banyak pilihan dan dapat menentukan mana yang cocok dengan selera kita. Jika kita tidak dapat menemukan yang cocok, maka kita bebas untuk menciptakan kegiatan spiritualitas kita sendiri: sedikit doa, beberapa ayat Alkitab, dan selebihnya tidur!

Namun, Tuhan mengingatkan kita bahwa iman bukan hanya tentang kepuasan spiritual pribadi. Jika tidak, kita hanya memperlakukan iman dan agama seperti hiburan duniawi lainnya yang berguna setiap kali kita merasa kering dan bosan. Lebih buruk lagi, iman hanya berfungsi sebagai obat penenang ketika hidup kita berantakan. Inilah mengapa Karl Marx pernah mengatakan bahwa agama adalah candu bagi massa. Iman dan berbagai kegiatan spiritual menjadi cara mudah untuk memenuhi kepentingan egois kita. Tanpa iman yang sejati, kita tidak lagi bisa menerima kepenuhan hidup, tetapi sebaliknya kita terjun ke jurang keputusasaan dan delusi.

Iman harus mendorong kita untuk bertindak nyata dalam hidup kita sehari-hari dan untuk mengasihi orang lain lebih dalam. “Ite missa est!” Adalah kalimat Latin terakhir yang diucapkan imam di dalam perayaan Ekaristi. Ini kira-kira berarti Pergi, kita diutus!”. Ekaristi, puncak dan sumber kehidupan rohani kita, memerintahkan kita untuk tidak sekedar tinggal di dalam ibadah dan gedung gereja, tetapi untuk pergi ke dunia dan membawa buah dari doa kita kepada orang lain. Dalam World Youth Day baru-baru ini di Brazil, Paus Fransiskus mengatakan kepada para pemuda katolik untuk tidak hanya untuk membuat hiruk pikuk selama perayaan WYD, melainkan untuk membuat hiruk-pikuk mereka terdengar di paroki-paroki, keuskupan-keuskupan dan masyarakat mereka sendiri. Pertemuan dengan Allah seharusnya membawa kita menjadi agen perubahan dalam hidup. Iman adalah sumber kekuatan dari transformasi di dalam hidup, keluarga dan masyarakat. Hidupilah iman kita secara penuh dan nikmatilah kepenuhan hidup!
 
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP