Senin, 18 September 2017
Hari Raya Peringatan St. Yusuf dari Cupertino

St. Joseph of Cupertino karya Ludovico Mazzanti, Basilika Loreto
Timotius 2:1-8
Mazmur 28
Lukas 7:1-10
Minggu lalu dunia berita penuh dengan analisa para ahli tentang iPhone yang baru. Pada akhirnya, Apple pun mengumumkan telpon selular model terbarunya langsung dari Steve Jobs Theater di markas besarnya yang canggih di Cupertino, California. Asal nama kota itu? St. Yusuf dari Cupertino. Kota-kota di California banyak dinamakan dari nama santo-santa, terutama santo-santa Fransiskan karena para saudara Fransiskanlah yang pertama kali mendirikan kota-kota modern ketika bangsa Spanyol masuk ke California.
St. Yusuf Cupertino adalah Fransiskan dari abad ke-17 yang terkenal karena sering mengalami ekstasi, suatu pengalaman akan Tuhan yang begitu kuatnya, sehingga ia bisa melayang di udara. Karena itulah dia dijadikan sebagai santo pelindung pilot, astronot, dan orang yang bepergian dengan pesawat terbang. Menurut kesaksiannya, pengalaman ekstatis adalah seperti “dibawa ke sebuah galeri yang luar biasa, bersinar dengan keindahan yang tak terbatas, dan di mana seperti sebuah gelas, dengan satu pandangan saja, orang bisa memahami penglihatan yang mengagumkan yang diperlihatkan Tuhan baginya.”
Dalam teologi Katolik, terdapat istilah “visio beatifica” atau beatific vision atau pandangan penuh kebahagiaan. Biasanya visio beatifica dikaitkan dengan saat kita sudah di surga, berhadapan langsung dan bertatap muka dengan Allah. Tapi bukan tidak mungkin apa yang dialami St. Yusuf Cupertino adalah semacam beatific vision itu. Namun bukan bertatap muka dengan Allah, melainkan melihat sesuatu yang ditunjukkan oleh Allah yang membuatnya penuh kebahagiaan.
Pada hari rekoleksi beberapa hari yang lalu, seorang imam mengatakan bahwa beatific vision bisa juga berarti melihat seperti apa yang Allah lihat. Ini berarti bisa melihat diri kita sendiri seperti Allah melihat kita, identitas sejati kita sebagai ciptaan dan anakNya yang sangat dicintai. Ini juga berarti bisa melihat orang lain sebagi saudara kita dalam Yesus, sama-sama sebagai ciptaan Allah.
Dalam Injil hari ini, sang perwira Romawi bisa jadi diberi penglihatan penuh kebahagiaan itu. Dia mempunyai budak yang sakit, tapi dia tetap sangat prihatin dan benar-benar berusaha untuk membuatnya sembuh. Padahal, bisa saja dia membeli budak baru yang lebih sehat. Tetapi dia melihatnya sebagai sungguh sesamanya manusia. Ketika dia sudah mengirimkan orang untuk memanggil Yesus, tiba-tiba dia sadar bahwa dirinya tidak pantas untuk didatangi Tuhan. Dia dapat melihat penuh identitas Yesus dan identitas dirinya sendiri. Walaupun dia seorang perwira tinggi Romawi, dia adalah kecil di hadapan Tuhan.
Semoga kita pun diberi anugerah untuk sedikit diberi penglihatan sebagaimana Tuhan melihat. Di saat kita semakin banyak berdoa dan merenungkan sabdaNya, niscaya kita akan semakin jelas melihat seperti mata Tuhan. Saat itulah kita bisa semakin murah hati, mudah memaafkan, dan lebih mencintai orang lain. Dan jika semua beban dendam dan kedengkian dan iri hati kita bisa kita buang, bukankah langkah kita juga akan semakin ringan dan mungkin kita pun bisa terbang?