RP Hugo Yakobus Susdiyanto O.Carm
Lukas 9:51-56
Pw, St. Hieronimus
Selasa, 30 September 2025
Ada sebuah ungkapan Jawa, “Sugih tanpa bondho, digdoyo tanpa aji, nglurug tanpa bolo, menang tanpa ngasorake”. Sugih tanpa bondho artinya merasa kaya tanpa harta, ketika orang kaya hati dan pikiran. Digdoyo tanpa aji artinya digdaya tanpa kesaktian. Dengan hati dan pikiran baik, secara tidak langsung membentuk perilaku yang baik. Dampaknya meski tanpa kesaktian, orang lain akan menghargai dan segan. Sedangkan “nglurug tanpa bolo”, melawan tanpa kawan, berarti melawan diri sendiri, egoisme. Dan “menang tanpa ngasorake”, menang tanpa merendahkan. Ketika seseorang memiliki hati dan pikiran yang baik, berperilaku baik, tidak egois. Maka orang lain akan menaruh hormat.
Misi Yesus ke dunia adalah melaksanakan karya penyelamatan bukan dengan kekerasan atau senjata, melainkan dengan kasih-Nya. Perjalanan-Nya ke Yerusalem adalah untuk melaksanakan misi kasih dan penyelamatan-Nya. Akan tetapi orang Samaria menolak perjalanan Yesus ke Yerusalem. Mengapa? Karena mereka mengira Yesus mau beribadah di Yerusalem. Bagi mereka tempat yang benar untuk beribadah adalah gunung Gerizim, dan bukan Yerusalem. Reaksi Yakobus dan Yohanes, “si anak-anak guntur” terhadap penolakan tersebut ingin menggunakan kekerasan yakni menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka. Namun Yesus menegur mereka. Sebab hal tersebut berlawanan dengan misi Yesus. dengan kata lain, ungkapan, “Sugih tanpa bondho, digdoyo tanpa aji, nglurug tanpa bolo, menang tanpa ngasorake” ada di dalam diri Yesus.
Teguran Yesus terhadap kedua murid-Nya memberikan pelajaran penting tentang kasih, pengampunan, dan tujuan hidup sebagai pengikut Yesus. Kita dipanggil untuk mengasihi semua orang, termasuk mereka yang mungkin menolak kita, dan untuk tetap setia pada panggilan Tuhan, apapun tantangannya. Untuk itu kita perlu semakin mendalami Yesus dan sabda-Nya yang tertulis dalam Kitab Suci. Kita perlu terus-menerus mengamalkan nasehat St. Hieronimus, “siapa yang tidak mengenal Kitab Suci, maka tidak mengenal Kristus”. Maka mari kita menjadika Kitab Suci sebagai dasar hidup kita. Dengan demikian, kasih dan pengampunan menjadi nafas kehidupan kita.