Kel. 40:16-19.34-38; Mzm 84:3.4.4.5-6a.8a.11; Mat. 13:47-53

Bacaan-Bacaan yang kita dengarkan pada Perayaan Ekaristi hari ini mengajak kita untuk melihat kerohanian kita. Nabi Musa mengajak umat Israel untuk mendirikan kemah suci sesuai kehendak Allah. Di kemah Suci itulah Allah bersemayam dan membimbing, menuntun, dan memimpin mereka menuju tanah terjanji. Orang-orang bergembira dan bernyanyi, “Betapa menyenangkan tempat kediaman-Mu, ya Tuhan, Allah semesta alam”.

Yesus diutus Allah Bapa untuk mengabarkan Kabar Gembira tentang Kerajaan Allah. Inilah situasi atau suasana ketika Allah memimpin, menuntun, membimbing, dan memberi rejeki kebutuhan sehari-hari kepada umat-Nya. Suasana yang membahagiakan kerajaan Allah ini baru akan dialami oleh manusia secara penuh pada akhir jaman. Pada hari kiamat akan ada pemisahan antara orang yang baik dan orang yang jahat. Allah akan menyelamatkan mereka yang baik dan mencampakkan yang jahat ke dalam neraka.

Harapan kita sebagai pengikut setia Kristus adalah menerima anugerah keselamatan itu. Hal ini akan membuat kita terus-menerus melakukan refleksi diri mengenai sikap hidup kita sehari-hari. Bagaimana kita hidup sehari ini? Apakah perbuatan yang buruk yang telah kita lakukan? Apakah yang mendorong kita melakukan dosa-dosa? Apakah resiko dari perbuatan-perbuatan kita yang buruk? Bagaimana kita bisa keluar dari lingkaran perbuatan yang buruk? Apakah dengan doa pribadi dan mengikuti retret, ziarah, beramal akan semakin membuat kita menjadi baik?

Seringkali kita harus jujur, bahwa kita memiliki kehendak yang kuat untuk berbuat yang baik, namun dalam hati, kita memiliki motivasi yang tercampur antara melalukan sesuatu yang baik demi membantu orang lain atau demi mendapatkan pujian dari orang lain yang melihat perbuatan baik kita, sehingga kita bisa berbangga karena dipuji oleh orang lain. Juga ada kebutuhan-kebutuhan psikologis (kejiwaan) kita yang menuntut untuk dipenuhi, sayangnya ada kebutuhan-kebutuhan kejiwaan (psikologis) dalam diri kita yang bertentangan dengan nilai-nilai kerajaan Allah.

Misalnya kebutuhan kejiwaan untuk mendominasi, mengalahkan, menghancurkan dan menguasai orang lain. Kebutuhan ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai Kerajaan Allah yang bersifat melayani dan membangun kedamaian melalui cinta kasih. Para diktator militer yang pernah berkuasa, misalnya Hitler, tampak dengan jelas sekali dalam hidup mereka, adanya kebutuhan kejiwaan untuk mendominasi atau menguasai, menghancurkan orang lain.

Kita sebagai orang beriman kepada Kristus sumber kedamaian sejati semakin didorong untuk mengalahkan kecenderungan ke arah kejahatan dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, sehingga kita mengurangi ruang gerak kejahatan dan semakin memberi ruang bagi kerajaan Allah untuk memperluas pelayanannya.