Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Tidak mau tinggal diam

Posted by admin on November 15, 2015
Posted in renungan 

HARI SENIN MINGGU BIASA KE 33
16 November, 2015
1 Makabe 1:10-15, 41-43, 54-57, 62-63
Lukas 18:35-43
Sikap “diam” di pinggir jalan tidak bisa  menjadi pilihan satu-satunya
Saudara-saudari terkasih,
    Peristiwa mengenaskan beberapa hari yang lalu di Paris, Perancis telah mengundang reaksi setiap orang yang menghuni planet bumi ini…membuat orang kebanyakan “speechless” (alias tidak tahu mau bilang apa lagi) terhadap perbuatan jahanam dari mereka yang mengklaim atas peristiwa itu…yang menelan korban sekian banyak orang yang tidak bersalah, ada pula yang segera berpikir dan merencanakan untuk berbuat sesuatu menanggulangi, menghentikan perbuatan kejam seperti itu, dengan harapan agar tidak pernah akan terulang lagi. Paus Fransiskuspun ketika mendengar berita yang menyedihkan itu, dikatakan beliau gemetar dan bahkan sangat menyesali perbuatan kejam itu. Itulah reaksi setiap orang yang mendengar, melihat baik langsung maupun tidak langsung melelui pelbagai media elektronik maupun cetak. Sudah sangat pasti kita tidak bisa berdiam diri saja…kita harus berbuat sesuatu apapun bentuknya untuk menolong, menghentikan perbuatan-perbuatan keji itu.
    Injil hari ini berbicara tentang “Yesus menyembuhkan seorang buta dekat Yerikho.” Kita sudah bisa membayangkan begitu banyak orang mengikuti, berkumpul sekitar Yesus untuk mendengarkanNya, tetapi diganggu oleh seruan, teriakan permohonan minta perhatian Yesus dari seorang buta yang sehari-harian berada dan mengemis di sepanjang jalan dimana Yesus akan lewat. Sementara beberapa orang yang merasa terganggu dengan teriakan minta tolong orang buta dan pengemis itu, merekapun menegor dia supaya “diam!” Si buta dan sekaligus pengemis itu terus saja berteriak: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Meskipun orang banyak menegor dia supaya diam, sibuta pengemis itu semakin keras meminta perhatian Yesus. Dia terus meminta dan meminta agar Yesus segera memberikan perhatianNya kepada dia. Di satu pihak kita lihat bahwa permohonan si buta pengemis itu terlalu umum, dengan kata lain tidak specific. Oleh karena itu dalam dialog antara Yesus dengan si buta itu, Yesus bertanya: “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Orang buta itu menjawab: “Tuhan, supaya aku dapat melihat!” (“Domine ut videam”). Orang buta itu tahu dengan pasti bahwa Yesus akan berbuat sesuatu baginya, karena ia tahu bahwa Yesus mempunyai kemampuan untuk memenuhi permintaannya. Suatu hal yang terjadi, bahwa setelah Yesus memenuhi permintaannya, setelah orang yang tadinya dikatakan buta, sudah dapat melihat, Yesus menegaskan bahwa: …”imanmu telah menyelamatkan engkau!” Orang yang tadinya buta tidak hanya memperoleh kesembuhan fisik (physical healing, physical sight), tetapi ia juga mendapat kemampuan untuk melihat semua peristiwa dalam kehidupannya dengan kacamata iman…(he could see with the eyes of faith). Ternyata, tidak hanya orang yang tadinya buta mengalami suatu perubahan radikal dalam hal imannya, tatapi juga peristiwa itu telah memberi dampak yang positip kepada orang banyak…bahwa “Seluruh rakyat melihat hal itu dan memuji-muji Allah.” Mereka semua secara spontan memuji dan memuliakan Allah.
Saudara-saudari terkasih,
    Apakah orang banyak itu benar-benar bisa menyimak kata-kata Yesus ataukah mereka hanya bisa mengagumi apa yang telah terjadi terhadap orang yang tadinya buta dan sekarang sudah bisa melihat? Pada awalnya peristiwa itu hanya merupakah peristiwa kesembuhan fisik, tetapi Yesus dengan sangat tegas menunjukkan betapa kuatnya peranan iman dalam peristiwa kesembuhan itu…”Imanmu telah menyelamatkan engkau!” Iman adalah kasih karunia Allah yang menghantar orang yang tadinya buta itu untuk datang kepada Yesus, mengalami kehadiran Yesus dalam kehidupannya. Seperti orang yang tadinya buta telah memainkan peranannya, telah menjadi instrument menghantar orang lain melihat kehadiran Allah dalam kehidupan mereka, semoga kita masing-masing bisa memainkan peranan kita untuk menghantar orang lain kepada Yesus. Sikap diam dalam situasi dan kondisi dunia dewasa ini mendorong kita untuk berbuat sesuatu, bahwa kiranya kita masing-masing merasa terpanggil untuk membuka suara memanggil Yesus dalam dan melalui doa-doa dan korban kita dan tidak tinggal diam di pinggir jalan dan bersibuta terhadap segala sesuatu yang sedang terjadi. Amin.

Berdoa menurut Santo Agustinus

Posted by admin on November 13, 2015
Posted in renungan 

IMG_3004

Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru  kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: “Ia akan segera membenarkan mereka . Akan tetapi, jika Anak Manusia  itu datang, l adakah Ia mendapati iman di bumi ?” (Lukas 18: 8) 

Santo Agustinus dalam tulisan rohani mengajari para pengikutnya bagaimana menyiapkan diri untuk berdoa, dan apa yang perlu kita doakan.

Pertama, sebelum kita bertanya “Apa yang didoakan?”dan “Bagaimana kita berdoa?”, kita pertu bertanya “Bagaimana orang bisa menyiapkan diri agar bisa berdoa?” Agustinus mengakan kalau kita perlu ‘desolate in this world.’ Orang perlu berdiam dulu, memisahkan diri dari kesibukan dunia, dan ini dimulai dari mata. Jika kita tidak bisa melihat kebenaran, seluruh doa kita akan menjadi sia-sia.

Kedua, “Apa yang kita doakan?” Setiap orang perlu berdoa meminta untuk kebahagian dalam hidup. Apa yang membuat orang bahagia? Kenikmatan dan kesenangan membawa orang pada kebahagiaan. Tapi kalau kita teliti hati lebih dalam, semua itu membawa pada kebahagiaan yang tidak kekal. Yang membawa pada kebahagiaan mendalam ada di dalam Mazmur 27, “Satu hal saja yang aku minta, tinggal di rumah Tuhan sepanjang hidupku.” Itulah fundamental doa yang paling penting, kata Agustinus.

Bukan berarti kita tak butuh hal yang lain untuk kebahagiaan. Jika Tuhan menjadi sumber kehagaiaan hidup kita, dan berelasi dekat dengan Tuhan menjadi keinginan kita, pandangan ini akan membawa kita lebih tahu bagaimana kita meminta hal lain dan berdoa untuk mencapai kebahagiaan hidup.

Agustinus melanjutkan, jika kita berdoa, “Oh Tuhan, berilah saya pekerjaan sehingga aku tidak jatuh miskin!” dan hati kita sudah memiliki fondasi bahwa kebahagiaan kita adalah untuk membahagiaan Allah dan sesama, maka orang yang berdoa demikian memiliki motivasi hati yang benar. Hasilnya bila ia mendapat pekerjaan, ia akan bekerja baik dan setia karena motivasinya untuk membahagiaan Allah dan sesama.

Namun bila kita tak punya motivasi yang benar, dan berdoa, “Tuhan buatlah saya kaya segera!”, maka orang yang berdoa demikian hanya akan punya keinginan hidup untuk dirinya sendiri, terlalu berambisi, dan egois, meski ia bekerja sebaik mungkin.

Ketiga, belajar untuk menerima, terutama disaat kita berada dalam penderitaan dan kesusahan. Agustinus memberi contoh doa Yesus di Getsmane. Yesus berdoa, ” Jauhkan piala ini dari padaku (keinginan jujur agar Tuhan Allah menjauhkan derita dan kesusahan), tapi juga berdoa penerimaan, “tapi jadilah padaku menurut kehendakMu.”

Dalam Surat Paulus pada umat di Roma 8:26, Paul berkata kalau Roh Kudus akan mengajari hati kita untuk berdoa saat kita bingung dan mengeluh, Tuhan akan m endengarkan doa-doa kita yang juga tak terkatakan dalam kata-kata.

Perjalanan Terakhir Alm Mgr. Puja

Posted by admin on November 12, 2015
Posted in renungan 

Sungguh terharu dalam perjalanan mengantar Alm Bapak Uskup (dari Semarang) ke Yogya, tidak lewat jalan tol, ternyata di pinggir jalan banyak siswa pada melambaikan tangan mengucapkan selamat jalan.

Sampai di Ambarawa begitu ba-Mgr-Puja-bersama-anak-anak-tuna-rungunyak guru, suster, siswa bahkan anak TK melambaikan tangan, sampai (desa) Jambu bapak dan ibu membawa daun palma sambil melambaikan tangan.

Sampai di Kopi Eva (kota Bedono) banyak yang melambaikan tangan membawa daun pisang. Sampai di Bedono, umat begitu banyak meMgr-Puja-bersama-petaninyapaikan selamat jalan.

Sampai di Magelang, depan Seminari Mertoyudan, bapak Uskup mendapat iringan lagu-lagu sampai di Muntilan (11 Km panjangnya), sepanjang jalan kurang lebih 500 siswa dibekali bunga tabur 1 kantong plastik untuk ditaburkan, jalan bagaikan lautan bunga.

Sungguh bahagia Alm Bapak Uskup dalam perjalanan ke tempat peristirahatan terakhir. Tuhan menyertai dengan suka cita.

(Copas – kiriman WA diterima bu Widya, 12 Nov, 2015)

 

Yesus, the wisdom of God

Posted by admin on November 12, 2015
Posted in renungan 

 

 

Imagine…-ThisKitab Kebijaksanaan diyakini oleh Katolik Roma dan Gereja Orthodok sebagai kitab suci, sedangkan sebagian besar Gereja Protestan menilai kitab kebijaksanaan bukan bagian dari Kitab Suci atau kitab apokrif. Dinilai sebagai kitab apokrif karena Kebijaksanan diragukan akan adanya wahyu Ilahi yang menginspirasi penulisnya. Kitab ini ditulis di daerah Alexandria – Mesir oleh orang Yahudi yang sudah terpengaruh budaya Yunani di tahun 1 Sebelum Masehi.

Amat indah dan mengagumkan ketika pengetahuan manusia akan yang Ilahi dari dunia Yahudi, dibahasakan oleh orang yang memahami Filsafat Yunani. Kebijaksaan 7: 22-25 menggambarkan sifat-sifat ilahi dalam karakter filosofi. Kebijaksaan itu adalah daya ilahi yang melingkupi seluruh ciptaan.

Kebijaksanaan itu indah, suci, tak melukai, transparan, penuh kebaikan, dan jelas. Ia juga kokoh, kuat, penuh damai, inteligent serta murni. Kebijaksaan dipersonifikasi sebagai seorang perempuan. Ia bergerak mengatasi seluruh gerakan karena ia murni. Ia adalah aura Allah, dicintai Allah dan para nabi. kebijaksanaan dapat menciptakan segalal sesuatu, melebihi segala sesuatu, dan mengatasi segala waktu. Ia lebih dari matahari karena ia adalah cermin kebaikan dan kekuatan Allah.

Personifikasi Kebijaksaan sebagai kekuatan, terang dan sabda Allah muncul juga dalam pembukaan Injil Yohanes. Yohanes melukiskan Yesus sebagai kebijaksaan Allah, Dia adalah inkarnasi dari sabda Allah, terang yang datang ke dunia. Lewat Dia segala sesuatu dijadikan, dan terang itu tak dapat dikuasai oleh kegelapan, karena terang itu berasal dari Allah. Sebuah lukisan yang mirip dengan gambaran Wisdom dalam kitab Kebijaksanaan.

Mintalah hari ini agar karakter kebijaksaan Allah kita miliki, membuat kita berkarakter lembut dan kuat, inspiratif dan transparan, dikasihi Allah dan semua orang karena membawa kebaikan.

Setia dalam Iman

Posted by admin on November 11, 2015
Posted in Podcast 

easter-journeymonday1-0414

Translate »