Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Monika, ibu berhati baja

Posted by admin on August 26, 2016
Posted in renungan 

Image result for saint monica

Peringatan Santa Monika – 27 Agustus 

Santa Monika, ibunda santo Agustinus terlahir di Tagaste (Algeria) tahun 322. Kita tak tahu banyak kisah masa kecilnya. Sebagian besar cerita ini diambil dari buku “Pengakuan” Agustinus bab IX yang menceritakan pertobatan Agustinus karena doa Monika.

Monika menikah dengan seorang non-Kristen bernama Patritius, seorang pemarah yang dikenal orang dengan hidupnya yang tidak bermoral baik. Awalnya, ibu Patritius tak menyukai Monika. Namun akhirnya sang mertua jatuh hati padanya karena sikap Monika yang lembut. Monika tak pernah mengalami kekerasan dari sang suami. Dia berkata kalau suaminya tak pernah memukulnya karena dia selalu menjaga mulutnya, dan memilih diam saat suami ada disampingnya.

Buah dari perkawinan, Monika dan Patritius memiliki 3 anak: Agustinus, Navigius, dan Perpetua. Namun Monika tak pernah bahagia, karena sang suami tak mengijinkan satupun anaknya boleh dibaptis. Sang ibu terutama khawatir atas Agustinus, anak sulung yang hidup dengan seorang perempuan di Kartago dan memiliki seorang anak laki-laki diluar nikah.

Bertahun-tahun Monika berdoa untuk suami dan anaknya. Doanya didengar Allah hingga diakhir hidup suaminya, Patritius bersedia dibaptis sebelum mati. Namun, Agustinus tetap saja tak pernah mau menjadi Kristen.

Saat hidup di Kartago, Agustinus terpengaruh ajaran heretik sekte Manichean. Ibunya makin kalut dan mencoba mengeluarkan dia dari pengaruh sesat. Suatu kali, Monika bermimpi kalau dia harus terus bersabar dan memperhatikan anaknya dengan lembut hati. Namun, semakin kuat Monika berdoa, Agustinus juga tak pernah peduli. Malahan dia terus ikut ajaran Manichaen selama 9 tahun.

Ajaran Manichaen berasal dari Persia sekitar tahun 230 M. Ajaran ini disebarkan oleh Mani yang mengaku diri sebagai reinkarnasi dari Budha, Zoroaster, dan Yesus. Ajarannya berpusat pada peperangan antara terang kebenaran dan kegelapan yang selalu bertempur di dunia ini. Ajaran Yesus tak pernah lengkap karena ada wahyu yang lebih sempurna yaitu yang disebut “Agama Terang.”

Monika berusaha melepaskan Agustinus dari pengaruh filsafat Manichean. Bahkan dia  sempat meminta tolong seorang uskup yang juga pernah ikut Manichaen untuk membujuk Agustinus agar keluar dari ajaran itu. Namun sang uskup berkata pada Monica, “Pergilah, dan Tuhan memberkatimu. Tak ada yang mustahil bahwa anakmu akan akan kembali karena airmatamu.”

Sang ibu tak pernah lelah mengasihi Agustinus, dan sudah lebih dari 15 tahun dia berdoa untuknya. Di tahun 383, Monika pergi dengan Agustinus dari Afrika ke Roma karena  Agustinus hendak mengajar di sana. Tak lama kemudian, Agustinus mendapat undangan ke kota Milan dimana dia bertemu St. Ambrosius uskup Agung Milan. Agustinus terkesan dengan kotbah-kotbah Ambosius yang indah dan mendalam. Suatu kali sang uskup menemui Agustinus, dan menyelamati dia karena memiliki seorang ibu, Monika, yang  luar biasa bersahaja.

Suatu kali Agustinus membaca Kitab Suci Perjanjian Baru di taman, dan dia menemukan ayat dari tulisan Paulus kepada umat Roma bab 13: 12-14. Dia mendapat penerangan Roh Kudus, dan tiba-tiba dia memutuskan untuk hidup menurut ajaran Yesus. Agustinus menjadi Kristen, dan dibaptis pada hari Paskah tahun 387.

Baptisan yang diterima Agustinus menjadi tanda kalau doa Monika didengar Allah sesudah bertahun-tahun. Sesudah baptisan, mereka berdua pulang ke Afrika, dan berhenti sejenak di Ostia untuk beristirahat. Namun Monika tak bisa meneruskan perjalanan pulang. Dia meninggal di Ostia pada umur 56 tahun. Monika dimakamkan di sana, dan baru pada tahun 1400 reliquinya dipindahkan ke Roma.

Dalam catatannya, Agustinus berkata tentang ibunya, “Seorang ibu yang telah menangis bertahun-tahun untukku, agar aku bisa hidup untuk mu Ya Tuhan.”

Dalam Gereja Katolik, Santa Monika adalah santa pelindung para ibu dan istri, dan terutama pendamping kaum ibu yang ditinggal pergi suami dan anak-anaknya.

Bertahan sampai akhir

Posted by admin on August 25, 2016
Posted in renungan 

Image result for power of perseverance

Matius 25: 1-5: Hal Kerajaan Sorga seumpama   sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya   dan pergi menyongsong mempelai laki-laki.  Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana.  Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak,  sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak   dalam buli-buli mereka. Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga, mengantuklah mereka semua lalu tertidur.

Sekolah militer Amerika di West Point adalah akademi paling prestisius di jagad raya. Anak-anak pandai di seluruh USA mulai menyiapkan diri masuk ke akademi ini sejak mereka ada di kelas 11. Padahal untuk masuk ke Harvard dan MIT orang tak perlu bersiap sejak kelas 11! Namun tidak untuk West Point. Sejak awal SMA mereka harus sungguh pandai, sehat jasmani termasuk membiasakan diri push ups, sit ups, dan berlari.

Setiap tahun, di awal SMA, ada 14.000 anak mendaftar ke West Point, setelah seleksi awal, hanya ada 2.500 anak yang akan diuji lanjut. Pada akhirnya akan terpilih 1.200 saja. Kebanyakan adalah anak yang paling atletis, jenius, dan punya bakat kepemimpinan yang tinggi.

Sesampai di West Point, mereka mulai masuk aktivitas jam 5 pagi dan selesai jam 10 malam. Setiap hari! Melakukan hal yang rutin dan sama: bangun – lari – training kelas – makan – tidur – bangun lagi. Rutin dan sama , tak ada libur dan tak ketemu keluarga.

Sebagian anak tidak tahan dan keluar. Tapi banyak pula yang setia sampai akhir program. Yang bertahan sampai lulus, merekalah anggota militer paling elite di dunia. Kekuatan daya tahan hidup membuahkan hasil, menciptakan orang yang berkomitmen dan berdedikasi tinggi untuk negara. Bahkan bersedia mati bagi bangsa dan orang lain.

Yesus mengumpakanan orang yang ingin mendapatkan Kerajaan Allah juga harus punya daya tahan tinggi, berani terus setia sampai akhir, tidak terlelap tidur seperti para gadis bodoh. Kemampuan untuk bertahan muncul saat kita tahu apa yang sesunguhnya dicari dan dituju. Mengapa kita mau berkurban dan bertahan? Karena orang memiliki tujuan akhir.

Tujuan akhir adalah mendapatkan kerajaan Allah dan hidup didalamnya dalam kepenuhan. Kalau orang mau terus memegang tujuan akhir ini, niscaya ia akan terus berjaga dan tidak tertelap.

Tak ada kepalsuan

Posted by admin on August 23, 2016
Posted in renungan 

Pesta Santo Bartolomeus

John 1:47 : Yesus melihat Natanael datang kepada-Nya, lalu berkata tentang dia: “Lihat, inilah seorang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya!”

Santo Bartolomeus disebut juga namanya dengan Natanael. Philipus mengenalkan Bartolomeus pada Yesus. Pada pandangan pertama, Yesus terkesan dengan pribadinya, tak ada kepalsuan dalam dirinya. Dia dipuji sebagai seorang Israel sejati, orang yang berani berkata jujur dan mengatakan apa yang ada dalam hatinya.

Dari tradisi yang ditulis St. Hironemus abad ke 4, Bartolomeus mewartakan Injil sampai ke kota Kalyan di India, dan Armenia. Bersama Yudas Tadeus, Bartolomeus mempertobatkan Raja Polymius dari Armenia. Namun Astyages, saudara Polymius menghukum mati Bartolomeus. Kini keduanya, Yudas Tadeus dan Bartolomeus menjadi santo pelindung Gereja Armenia.

Saat Philipus mengatakan kalau sang Mesias berasal dari Nasareth, Bartolomeus meragukan tempat asalNya, “Adakah sesuatu yang baik datang dari Nasareth?” Namun ketika Yesus berkata bahwa dia melihat Bartolomeus di bawah pohon ara, sang murid langsung berkata, “Guru, engkau Anak Allah, raja orang Israel!”

Bartolomeus mendapat tanda kecil dari Yesus bahwa sebelum bertemu Yesus, dia duduk dibawah pohon ara. Tanda itu mengubah keraguannya, dan dia menjadi percaya. Tak ada pikiran dan keraguan dalam hatinya kalau kata-kata Yesus itu hanyalah kebetulan semata. Dia langsung mengakui kebesaran sang Mesias.

Orang Israel sejati dalam diri Bartolomeus menunjuk pada pribadinya yang sederhana, berterus terang, murni, dan tulus. Dia meninginkan tanda, dan sesudah mendapatkan tanda kecil dari Yesus, dia percaya. Tak perlu lagi meminta yang lain, karena itu sudah cukup baginya untuk menjadi muridNya.

Bersiap Siaga dan Berjaga

Posted by admin on August 23, 2016
Posted in renungan 

 

1 Thess 2: 15: “Saudara-saudara, berdirilah teguh dan berpeganglah terus kepada ajaran-ajaran yang sudah kami berikan kepadamu, baik secara lisan maupun secara tertulis.”

Suatu kali Santo Fransiskus Asisi sedang berada di kebun, dan seorang temannya bertanya, “Apa yang akan kamu lalukan kalau Kristus datang ke dua kali hari ini?” Dia menjawab, “Aku akan tetap melakukan tugasku seperti biasa. Tak ada yang spesial. Tak perlu kebingungan menyiapkan sesuatu, atau berlari cepat menuju pengakuan dosa.” Fransiskus akan hidup seperti hari-hari lainnya, siap untuk bertemu Kristus.

Itulah yang dikatakan St. Paulus dalam bacaan hari ini: janganlah terperangkap oleh ramalan masa depan akan akhir zaman, akan kekacauan dunia yang akhir-akhir ini merisaukan semua orang. Hingga orang beranggapan bahwa akhir zaman akan segera tiba. Seperti seorang anggota koor dari paroki, tiba-tiba bertanya kepada saya, “Apakah penganiayaan orang Kristen yang terjadi di mana-mana adalah tanda akhir zaman?

Paulus akan menjawab pertanyaan itu dengan berkata, “Berdirilah teguh dan pegang ajaran yang sudah aku berikan!” Kitab Mika 6: 8 berkata, “Kamu telah diberitahu apa yang baik dan berkenan pada Allah: lakukanlah hal benar, kasihilah kebaikan, dan berjalan dengan kerendahan hati dihadapan Tuhan dan sesama.”

Sembari berdoa, lakukanlah kebaikan setiap hari. Kebaikan dan kasih membuat dunia menjadi lebih baik. Itulah yang membuat orang menjadi siap sedia menemui Kristus di saat kapanpun Dia akan datang.

 

 

 

Wisma Elia

Posted by admin on August 19, 2016
Posted in renungan 

Sabtu, 20 Agustus 2016

Pw. St. Bernardus, Abas

Bacaan I : Yehezkiel 43: 1-7a

Inil : Matius 23: 1-12

 

Pagi itu dalam acara misa di Wisma Elia, wisma khusus untuk para Karmelit lanjut usia, terlihat suatu hal yang sungguh-sungguh menyentuh hati. Para Karmelit yang telah lanjut usia saling menolong. Mereka yang masih sehat menolong mereka yang telah lanjut dan sulit berjalan. Mereka mendorong sesamanya yang duduk di kursi roda. Sungguh suatu peristiwa yang nyata bahwa hidup bersama sebagai saudara sungguh membahagiakan. Tak ada lagi batas antara imam dan bukan imam, tak ada batas antara profesor biarawan dan biarawan biasa. Semuanya lebur dalam suasana persaudaraan. Semangat itu bukan lagi sebagai sebuah slogan, namun suatu hidup yang nyata. Apakah rahasianya sehingga hal ini bisa terjadi? Rendah hati.

Hari ini dalam bacaan pertama Nabi Yehezkiel mengingatkan kita betapa pentingnya bagi kita untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan. Sikap inilah yang membuat kita akan ditinggikan Tuhan. Dalam Injil Yesus juga selalu mengingatkan kita bahwa Allah hanya berkenan kepada mereka yang sungguh mau merendahkan dirinya di hadapan Tuhan. Sikap inilah yang membuat Allah mau meninggikan kita jauh melampaui apa yang kita harapkan. Semoga pula sikap rendah hati ini bukan hanya behenti dalam pikiran kita, namun sungguh mendarat dalam sikap hidup kita. Semoga sikap para kamelit lanjut usia yang masih mau saling menolong juga menyemangati kita untuk saling menolong dalam sikap rendah hati. Amin. Tuhan memberkati.

Doa:

Bapa di surga, Engkau sungguh berkenan kepada hati yang selalu merunduk di hadapanMu. Engkau juga selalu berkenan kepada hati yang selalu mau merendahkan diri karena berhadapan dengan kuasaMu, bantulah kami ya Allah Tuhan kami, agar kami selalu tunduk setia kepada perintah-perintahMu. Ya Bapa, kiranya hati kami selalu hanya terarah kepada belas kasihMu. Amin.

Translate »