Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Peringatan Wajib: St. Maria Magdalena

Posted by admin on July 21, 2017
Posted in renungan 

Renungan Harian

Sabtu, 22 Juli 2017

Peringatan Wajib: St. Maria Magdalena

Injil: Yoh 20:1.11-18

Hari ini kita memperingati St. Maria Magdalena. Tentu kita semua masih ingat akan seorang wanita yang duduk bersimpuh di kaki kayu salib saat Yesus menderita dan dan dihukum mati. Kita tentu juga masih ingat akan seorang wanita yang menjadi orang pertama mendapatkan penampakan Yesus Kristus yang bangkit dari kematian. Kedua kejadian itu menjadi sangat penting untuk direnungkan bagaimana kita mengenal kehadiran Tuhan dalam hidup kita sehari-hari.

Injil yang dibacakan dalam Misa hari ini memusatkan diri pada Maria Magdalena yang mengunjungi makam Yesus. Ketika ia tiba di makam ia menjadi sedih, bingung, dan hanya bisa menangis karena mendapati makam yang kosong. Ketika ditegur oleh Yesus Kristus, ia hanya bisa mengatakan,”Tuan, jikalau Tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku di mana Tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya.” Maria Magdalena dibutakan oleh kesedihan yang sangat mendalam sehingga tidak mampu mengenali Yesus Tuhan. Pada saat itu, pergulatan hatinya yang penuh dengan kesedihan, kekuatiran, mungkin juga kemarahan, dan ketidak-percayaan menjadi lebih besar dan lebih penting daripada imannya bahwa Allah yang senantiasa hadir dan mendampingi umatNya. Ia yang sehari-hari melayani Yesus dan para rasul, dalam beberapa hari terakhir ini ia telah kehilangan segala-galanya karena penangkapan dan pembunuhan atas diri Tuhannya. Hidupnya menjadi hancur. Kehancuran ini membutakan Maria Magdalena akan kehadiran Yesus Kristus secara istimewa di makam-Nya yang kosong.

Maria Magdalena juga lupa akan janji Yesus bahwa Ia akan membangun kembali bait Allah dalam tiga hari (cf. Yoh 2:19). Ia yang pernah duduk di kaki salib saat Tuhannya mengerang dalam sakrat maut, tidak lagi bisa mengenali Kristus yang berdiri menyapanya dengan lembut tepat di depan matanya. Kita pun sering menjadi seperti Maria Magdalena dibutakan oleh kekuatiran, kesedihan,

ketegangan, penderitaan, dan lain sebagainya, namun hidup dan tindakan Maria Magdalena memberi kita teladan yang berharga untuk kita ikuti: meskipun dibutakan oleh kelemahan dan kegagalan manusiawi, Yesus Kristus membuka kebutaan mata dan hati Maria Magdalena sehingga ia mampu mengenali kembali cinta dan belas kasih Tuhan Yesus.

Ketika Ia mengenali suara Tuhan yang memanggil namanya, ia hanya bisa berucap, “Tuanku” dan serta-merta bersimpuh dan memeluk kaki Yesus, namun Tuhan bersabda, janganlah membuang-buang waktu dengan memeluk kakiku, tetapi “pergilah kepada saudara-saudaraku …” dengan bersabda demikian, Kristus membuktikan kepada Maria Magdalena dan kita semua bahwa dengan kematian dan kebangkitan Ia telah memberikan kepada kemanusiaan kemampuan untuk menjalin hubungan yang pribadi dengan Tuhan Allah. Bahwa kematian dan kebangkitannya adalah membuka jalan bagi kemanusiaan untuk memasuki gerbang surgawi. Kristus memanggil kita semua untuk memperbaharui iman kita kepada, “Bapa-ku dan Bapa-Mu, kepada Allah-ku dan Allah-mu.”

Marilah kita hendaknya senantiasa menyiapkan diri setiap pagi sewaktu kita bangun dari tidur, bahwa hidup kita akan tetap diwarnai oleh kerja keras, penderitaan, kekecewaan, kesedihan, dan lain sebagainya. Namun kita juga hendaknya tidak dibutakan oleh semua kenegatifan hidup itu. Doa menjadi unsur utama untuk mengenali kehadiran Allah yang menguatkan dan menghibur dengan cinta dan belaskasihNya. Kita orang Katolik hendaknya menjadi pendoa-pendoa. Doa menghubungkan penderitaan kemanusiaan kita dengan kebahagiaan surgawi.

Injil: Mat 12:1-8

Posted by admin on July 20, 2017
Posted in renungan 

Renungan Harian

Jumat, 21 Juli 2017

Injil: Mat 12:1-8

Injil yang dibacakan dalam Misa hari ini sangat menarik karena bukan hanya tentang kaum Farisi yang mengkritik Yesus sekitar dua ribu tahun yang lalu, orang modern pun mempergunakan ayat-ayat itu untuk mempertanyakan bahwa bukankah Yesus mengajarkan orang untuk mencari jalan untuk melanggar hukum atau mencari lubang-lubang hukum.

Untuk menanggapi tuduhan-tuduhan kaum Farisi dan orang modern, baiklah kita tegaskan prinsip kebenaran yang absolut terlebih dahulu bahwa Yesus Kristus tidak berdosa dan tidak penah membujuk, menyarankan, atau menasehati orang untuk melanggar hukum Musa. Kita mengetahui bahwa Yesus lahir sebagai orang Yahudi yang dididik dan dibesarkan dibawah hukum Taurat Musa. Tidak ada bukti apa pun yang mengarah bahwa Yesus pernah melanggar hukum Musa melainkan justru sebagai pemelihara hukum Musa. Tidak ditemukan juga arahan Yesus agar orang melanggar atau tidak mentaati hukum Taurat.

Perlu ditambahkan bahwa Yesus tidak pernah mengajarkan, mengajurkan, atau memperkenalkan akan apa yang disebut sebagai etika situasi atau mencari lubang-lubang hukum berdasarkan situasi konkrit. Itu bukanlah sikap Yesus mencari cara untuk menghindari ketaatan pada Hukum Allah. Yesus tidak pernah toleran terhadap cara-cara itu. (Lih. Mat 5:17-20).

Setelah memahami kebenaran absolut di atas, kita juga perlu memahami bahwa kaum Farisi memang memusuhi Yesus. Yang namanya musuh selalu berusaha mencari kelemahan-kelemahan musuhnya untuk kemudian menjatuhkannya. Demikian juga dengan kaum Farisi. Di samping itu, kaum Farisi memang terkenal dengan kemampuan mereka dalam membaca hukum Musa dan mentafsirkannya, bahkan para ahli kitab suci Perjanjian Lama mengajarkan bahwa kaum Farisi berhasil menambahkan 600 lebih hukum atau aturan yang menyangkut hukum hari Sabat. Namun sudah bukan rahasia lagi bahwa kaum Farisi terkenal juga dengan ketidak-konsistennya mereka dalam menginterpretasikan hukum-hukum dan sering bunyi hukum itu dipelintir demi kepentingan pembangunan kerajaan keagamaan mereka. (Lih. Mat 3:7-10).

Jadi dalam konteks Injil hari ini kita menyadari bahwa kaum Farisi sudah memiliki agenda untuk menjatuhkan Yesus dengan alasan apa pun. Dengan memetik bulir gandum dan memakan bulir-bulir gandum itu sebenarnya tidak ada hukum Allah yang dilanggar para murid Yesus. memang ada hukum tentang tidak boleh memanen dan mempersiapkan makanan dalam porsi besar. Namun para murid hanya memetik bulir gandum dan memakannya. Mereka tidak melakukan panenan gandum dan tidak sibuk memasak makanan. Jadi tidak ada hukum yang dilanggar.

Yesus kemudian menujuk pada sikap inkonsistensi kaum Farisi tentang Daud dan pengikutnya dan imam-imam di bait Allah. Ketika Daud dan pengikutnya makan sajian itu, kaum Farisi tidak menyalahkan mereka, padahal Daud dan pengikutnya jelas-jelas bersalah; juga ketika imam-imam mengerjakan sesuatu untuk persembahan di bait Allah pada hari Sabat, kaum Farisi juga tidak menyalahkan imam-imam itu. Karena kalau hukum-hukum tetang hari Sabat (600 lebih jumlahnya) diobservasi, imam-imam pun tidak boleh melakukan persiapan apa-apa pada hari Sabat. Inilah yang membuat Yesus menelanjangi ketidak-konsistennya dan cara memelintir bunyi hukum yang dilakukan oleh kaum Farisi.

Maka yang dilakukan oleh murid-murid Yesus bukanlah pelanggaran terhadap hukum Musa dan bukan pula mempromosikan etika situasi. Bagi Yesus, ketaatan kaum Farisi kepada hukum Musa adalah ketaatan palsu. Ketaatan sejati adalah ketaatan hati yang lembut yang berisikan belaskasihan dan kesediaan untuk berkorban. Ketaatan kaum Farisi pada hukum Musa adalah ketataan kekerasan hati.

Bagaimana dengan kita? Kiranya kita belajar banyak dari Injil hari ini. Antara lain kita hendaknya berpikir terlebih dahulu sebelum kita berbicara, jangan-jangan ketika kita berbicara justru akan menyakiti hati orang lain. Hendaknya kita juga semakin berani konsisten akan apa yang kita ucapan dan apa yang kita perbuat. Memiliki hati yang lembut dan tidak mencari keutungan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain adalah sikap yang sangat terpuji. Kita menghadiri Misa dengan motivasi yang benar. Kita hadiri Perayaan Ekaristi bukan karena obligasi, bukan juga karena kita ingin membahagiakan pasangan atau orang tua kita. Apa motivasi Anda mengikuti Yesus dan menghadiri Misa?

Aku ini lemah lembut dan rendah hati

Posted by admin on July 19, 2017
Posted in renungan 

Renungan Harian

Kamis, 20 Juli 2017

Injil: Mat 11:28-30

Aku ini lemah lembut dan rendah hati

Yesus telah melihat bagaimana umat Israel mengalami beban hidup dari segala sudut-sosio-ekonomi, politik, dan keagamaan. Dari institusi keagamaan beban yang harus dipikul oleh umat Israel adalah adanya ratusan hukum dan atau aturan yang ditambahkan atau dibuat oleh partai Farisi khususnya mengenai kerja pada hari Sabat.

Ratusan ayat hukum dan atau aturan itu tentulah sangat membebani umat. Itulah yang dimaksud oleh Yesus dengan “Datanglah kepada-Ku kalian semua yang berbeban berat…” Hidup dibawah kuk ratusan hukum dan atau aturan itu, tidak hanya membuat umat Israel menjadi legalistic dalam melihat keselamatan tapi lebih parah lagi keselamatan sering sebagai yang paling penting menjadi terlupakan karena umat memusatkan diri pada bagaimana mereka harus mengikuti aturan.

Keselamatan yang terlupakan inilah yang diangkat ke permukaan oleh Yesus. Keselamatan yang Yesus tawarkan memang mengandung kuk dan beban, namun memiliki beban dan kuk yang ringan. Beban dan kuk yang ringan itu adalah iman dan tobat. “Kerajaan Allah sudah datang (dalam diri-Nya), bertobatlah dan percayalah kepada Injil (kabar sukacita bahwa Allah menyelamatkan: Jesus (Yeshua) artinya penyelamat).

Iman dan tobat sebagai beban dan kuk menjadi ringan karena senyatanya keselamatan itu bukanlah usaha umat sendiri melalui ketaatan melaksanakan ratusan hukum, melainkan karena anugerah yang cuma-cuma dari Allah sendiri melalui Yesus yang telah rela menganggung sengsara, wafat dan dibangkitkan dari kematian.

Beriman berarti bersedia mengidupi spiritualitas dalam doa pribadi, Ekaristi, membantu kaum miskin, terlibat secara aktif dalam kegiatan menggereja (evangelisasi) sesuai dengan talenta masing-masing, dan memiliki kegembiraan dalam hati karena percaya bahwa kita sudah diselamatkan. Bertobat berati terus tetap hidup ke dalam dan di dalam dunia yang sekuler ini, tanpa melarikan diri seakan-akan dunia sekuler adalah musuh yang harus dijauhi, namun tidak ikut-ikutan berdosa dan berusaha menjadi “garam dan terang dunia”.

Menjadi garam ke dalam dan di dalam dunia berarti rela meleburkan diri ke dalam dunia namun tidak dari dunia melainkan berada di dalam dunia dan bersama-sama mereka yang berkehendak baik mewarnai dunia menjadi tempat keselamatan tumbuh dan berkembang. Menjadi terang ke dan dalam dunia berarti waspada akan adanya tempat-tempat gelap. Walaupun kita sadar bahwa kita bisa memasuki tempat-tempat gelap namun kita tidak harus memasuki tempat-tempat gelap yang membahayakan iman kita. Namun ada di antara kita yang memang dipanggil secara khusus untuk memasuki tempat-tempat gelap tanpa menjadi lebur

dalam kegelapan itu, untuk membawa terang Kristus ke sana; memberikan kesaksian bahwa ada Terang sejati yang memanggil dunia kegelapan untuk keselamatan, tanpa menjadi lebur dengan kegelapan.

Renungan Harian

Rabu, 19 Juli 2017

Injil: Mat 11:25-27

Yang Kau sembunyikan kepada kaum cerdik pandai, kau nyatakan kepada orang kecil.

Ada ajaran di antara umat Israel bahwa pada waktu Sang Messias datang, anak-anak kecil atau bayi-bayi yang ada di dunia ini akan menemukan hal-hal yang tersembunyi, yakni kebijaksanaan dan pengetahuan akan yang ilahi. Dan pada waktu sesudah bait Allah dihancurkan, nubuat kenabian akan diambil dan diberikan kepada yang bodoh dan bayi-bayi.

Dengan menungkapkan kata-kata di atas, Yesus mengingatkan pendengarnya khususnya para ahli Taurat dan kaum Farisi bahwa Sang Mesias telah datang di tengah-tengah mereka. Kedatangan Sang penebus ini ditanggapi dengan sikap permusuhan dari mereka yang memiliki latar belakang pendidikan agama yang kuat, demi mempertahankan faham monoteisme yang kaku.

Di samping itu ada kebiasaan di antara para kaum cerdik pandai Yahudi, pada perjamuan paskah Yahudi setiap tahun, mereka bersorak gembira sambil mengatakan, “kami semua yang bijaksana, kami semua yang tahu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, kami semua yang memahami hukum.”Hal ini tercermin pada Sabda Tuhan tentang doa yang dibenarkan (Lukas 18:9-14).

Ketika Yesus menyebut istilah kaum cerdik pandai dan kaum bodoh, anak-anak kecil, di hadapan umat Yahudi, sebagian besar pendengar, akan sudah memahami ke mana arah pembicaraan Yesus itu: “kebesaran” kaum elite dalam masyarakat baik institusi agama maupun sipil dipanggil untuk mempercayai kedatangan Sang Penyelamat.

Tidak semua ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi adalah sombong dalam hal kerohanian. Kebanyakan adalah orang-orang yang pandai dan saleh. Kiranya karena pemahaman pada faham monoteisme yang kaku itulah yang membuat Yesus menyampaikan bahwa, “Semua telah diserahkan oleh Bapa-Ku kepada-Ku, …tidak seorang pun mengenal Bapa selain Anak, …”

Injil yang dibacakan dalam Misa hari ini mengingatkan kita kembali akan iman kita kepada Tuhan Yesus Sang Penyelamat. Sang penyelamat memperlakukan kita bukan sebagai hamba-hamba yang diawasi untuk dicari-cari kesalahan mereka, melainkan sebagai seorang anak sekaligus sahabat yang mendapatkan kesempatan untuk masuk kerajaan Allah.

Dengan baptisan yang telah kita terima kita telah menjadi anak-anak Allah yang sedang dalam perziarahan menuju kebahagiaan abadi. Dalam situasi ini kita diharapkan untuk terus tekun dan aktif berkarya demi keselamatan dunia karena kepada kita telah dianugerahkan kebijaksanaan ilahi dan pengetahuan tentang banyak hal yang diperlukan dalam perziarahan ini.

Yesus sering mengingatkan rasul-rasulnya akan bahaya “ragi” orang-orang Farisi. Kita pun demikian hendaknya kita berhati-hati akan apa yang kita lihat dan baca; apa yang kita inginkan dan kita miliki. Apakah semua itu mencerminkan hidup para peziarah anak-anak Allah menuju keselamatan?

Renungan Harian

Selasa, 18 Juli 2017

Injil: Mat 11:20-24

Hari ini janganlah bertegar hati, tetapi dengarkanlah sabda Tuhan.

Konteks dari Injil yang kita dengarkan hari ini adalah munculnya ketegangan yang serius antara ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dengan Yesus dan para rasulNya. Yesus dan para rasul telah mengetahui kekerasan hari para musuh itu yang melawan karya keselamatan Yesus yang ditandai dengan mukjijat-mukjijat dan ajaranNya.

Dengan sabdaNya Yesus memperlihatkan kekuatan dan kekuasaan ilahiNya yang akan menghukum musuh-musuhnya sesuai dengan perbuatan mereka. Dengan kata lain Yesus Tuhan tidak akan menghukum mereka dengan semena-mena hanya karena mereka adalah musuh-musuhnya, melainkan tetap memberi kesempatan mereka untuk bertobat yakni membuka hati mereka untuk menerima kebenaran yang keluar dari sabda Tuhan Yesus dan percaya bahwa mukjijat-mukjijat yang dilakukan Tuhan Yesus adalah undangan untuk percaya bahwa Ia berasal dan turun dari Surga sebagai utusan Bapa untuk menyelamatkan manusia.

Menarik di dalam Injil hari ini disebutkan beberapa nama kota. Apa maknanya? Kota-kota Tirus dan Sidon merupakan kota-kota tua yang memiliki sejarah sangat lama. Kota-kota Kapernaum, Khorazim dan Betsaida merupakan kota-kota yang cukup sibuk dengan perdagangan ikan hasil tangkapan para nelayan di danau Galilea. Filipus, Andreas, dan Petrus berasal dari kota Betsaida. Daerah utara dan barat daya danau Galilea merupakan daerah yang dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani yang membuat penduduk di sekitar daerah itu memiliki wawasan pandangan hidup yang relatif lebih luas dari pada daerah lain. Sodom dan Gomorah sangat terkenal seperti tertulis di kitab Ezekiel 16:49-50 tentang sikap orang-orang yang arogan dan tidak membantu kaum miskin dan yang berkebutuhan, dan Kej 19 khususnya ayat 4 sampai 5 tentang rencana “homosexuality gang rape” yang mengakibatkan Allah menghukum dua kota itu dengan hujan api sulfur.

Dari masukan di atas kita bisa meraba-raba ke arah mana Tuhan Yesus hendak membimbing umat manusia ini. Kita melihat betapa kompleksnya hidup manusia. Kita tidak bisa lepas dari sejarah, geografi, kebudayaan, sosial-ekonomi, keagamaan dan moralitas yang diturunkan kepada kita itulah yang membentuk kita. Tuhan Yesus ingin mengarahkan semua itu kepada keselamatan melalui pengampunan dosa yang Ia lakukan dengan sengsara, wafat, dan kebangkitanNya. Kepada setiap orang dari segala jaman ditawarkannya keselamatan. Jawaban dunia yang paling tepat untuk menanggapi keselamatan itu adalah tobat dan iman.

Sayang sekali Yesus melihat bahwa para pemuka agama yahudi waktu itu yakni kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat menolak tawaran itu berdasarkan pemahaman yang kuat dan kaku akan faham monoteisme: Tiada Tuhan selain Yahweh. Dan bagi kebanyakan kaum konservatif dalam agama

Yahudi, Allah adalah Allah yang “mean spirited” yang semangat utamaNya adalah mengawasi dan menghukum. Yesus memahami cara berpikir mereka maka Ia memakai bahasa penghukuman atas kota-kota yang tidak bertobat pada jaman dahulu dan mempertegas kembali bahwa jika mereka yang tahu tetang sejarah dan Taurat namun tidak mau percaya kepadaNya sebagai penyelamat, maka mereka pada dasarnya telah menghukum diri mereka. Dan hukuman yang dijatuhkan oleh diri sendiri, dan atas diri sendiri adalah lebih berat dari semua hukuman.

Sudahkah kita bertobat dan semakin mencintai Kristus?

Translate »