Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

The Tale of Two Kings

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on November 24, 2018
Posted in renungan  | Tagged With: ,

The solemnity of Christ the King

November 25, 2018

John 18:33-37

 

“You say I am a king. For this I was born and for this I came into the world, to testify to the truth. Everyone who belongs to the truth listens to my voice (John 18:37).”

 

Our Liturgical Year ends with a drama of two kings: Pilate and Jesus. Pilate was representing the superpower nation in those times, the Roman Empire. So massive in its military domination and so ruthless in its conquests are Rome with her mighty legions. Kingdoms bent their knees in homage to Caesar, the king of kings. Pilate embodied this culture of intimidation and violence. He was a notoriously brutal leader, who stole from his subjects and executed people even without a trial. Surely, he thought of himself as the powerful ‘king’ of Jerusalem and anyone who stood on his way, would be destroyed.

We are constantly tempted to belong to this kingdom. A husband refuses to listen to his wife and forces his wills in the family through his physical superiority. Insecure with themselves, bigger and tougher guys bully the smaller and weaker kids in a school. Sadly, it takes place not only in school but almost everywhere: family, workplace, society and even cyberspace. The boss intimidates his employees. The government leaders violently suppress any critical voices no matter correct they may be. In the height of his dictatorship, Joseph Stalin bullied the Church saying, “How many division of tank does the Pope have?” Machiavelli, an Italian philosopher, even once concluded that the orderly society is built upon fear and violence.

However, we have Jesus, the King. But, what kind of king he is? If He is a king, why does he never put on any royal crown, except the crown of thorns forcefully embedded on his head (Mat 27:29)? If He is a king, why does he have no imperial throne except the germ-plagued manger of Bethlehem and the ghastly wood of the cross (Luk 2:7 and Mark 15:30)? If He is a king, why does he control no formidable army, except the disbanded group of naïve followers: one of them sold him for 30 pieces of silver, a price of a slave, another denied Him for three times and the rest ran for their lives? Is Jesus really a king?

Reading our today’s Gospel closely, Jesus says that His kingdom is not of this world. This means that His kingdom does not conform to the standards of this world. It is not built upon military power, forceful domination, or bloody war. Thus, He is king with no golden crown, and his kingdom has no single army. Jesus further reveals that He comes to testify to the truth (John 18:37), and indeed, He is the Truth Himself (John 14:6). He is the king that rules the kingdom of truth, and his subjects are those listen and witness to the truth. His is the Kingdom that turns upside down the values of the earthly kingdom. It is not built upon deceit, coercion, or clever political maneuvers, but upon mercy, justice and honesty. It embodies the genuine love for others even the enemies, service to everyone especially to the poor, and true worship of God.

At the end of the liturgical year, it is providential that the Church chooses this reading for us to contemplate. From the entire liturgical year, we come to the Church and listen to the scriptural readings especially the Gospel. We listen to Jesus Himself, and we are confronted with various aspects of this one Truth. Now, it is time for us to decide whether we become part of the kingdom of Pilate, or we listen to the Truth and follow Jesus.

 

Br. Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

RumahKu adalah Rumah Doa

Posted by admin on November 22, 2018
Posted in renungan 

Jumat Pekan Biasa XXXIII, 23 November 2018

Bacaan: Why: 10:8-11; Lukas 19:45-48

 

“RumahKu adalah Rumah Doa”

 

Bisa dibayangkan suasana hati Yesus ketika melihat Bait Allah dijadikan tempat untuk berdagang, sehingga Bait Allah menjadi cemar. Pencemaran ini terjadi karena orang mau mengambil keuntungan dari Bait Allah dengan berjualan bahan-bahan untuk persembahan. Yesus dalam hal ini bersikap tegas dan mengingatkan bahwa Baik Allah adalah Rumah Doa. Hal ini berarti bahwa tujuan utama Bait Allah adalah untuk berelasi dengan Allah dalam ibadah dan doa. Dengan mencampurkan kepentingan pribadi dan mencari keuntungan dari tempat suci, maka akan merusak hati setiap orang yang akan beribadah.

Sikap Yesus ini tentu saja mengundang sikap tidak senang dan marah dari para imam, ahli Taurat dan para pemimpin, yang ternyata ada andilnya dalam membuat Bait Allah sebagai tempat berdagang. Oleh sebab itulah Yesus menegur lebih keras lagi, karena seharusnya mereka bukan hanya tahu namun sadar dan itu tidak terjadi.

 

Realita ini juga terkadang kita alami dalam kehidupan harian kita sebagai seorang beriman. Bagaimanakah selama ini kita menjadikan Rumah Tuhan sebagai Rumah Doa, apakah memang selalu demikian? Terkadang kita juga bisa mencemari Rumah Tuhan dengan sikap kita yang kurang hormat, seperti orang yang berjualan, yang kurang berfokus kepada Tuhan namun kepada hal lainya. Saatnya sekarang kita perlu lebih berfokus pada kehadiran Tuhan di dalam Rumah Doa, dalam Gereja. Sikap yang kita tampilkan dalam beribadat dan doa, menunjukkan sikap hati dan relasi kita dengan Tuhan. Tuhan Yesus hari ini juga mengingatkan kita akan hal ini, supaya kita semakin menjadikan diri kita sebagai pribadi yang sungguh mencintaiNya. Kita bukanlah ahli Taurat atau pemimpin agama yang tersinggung ketika diberi tahu, kita malah berterima kasih ketika Tuhan mengingatkan kita melalui sesama kita. Marilah kita semakin mencintai Tuhan yang hadir di dalam RumahNya.

Waspadalah terhadap sang musuh

Posted by admin on November 21, 2018
Posted in renungan 

Kamis Pekan Biasa XXXIII, 22 November 2018    Pw. St. Sesilia

Bacaan: Why 5:1-10; Lukas 19:41-44

 

Waspadalah terhadap sang musuh

 

Tuhan Yesus menangisi kota Yerusalem, ini terjadi karena Ia melihat begitu parahnya keadaan kota itu. Yesus memandang kota Yerusalem dan sekaligus memandang mereka semua yang telah menjadikan Yerusalem sabagai kota suci.  Bagi Yesus tidak cukup menjadikan Yerusalem sebagai kota suci jika mereka yang tinggal dan beribahah ke Yeruslem tidak menghidupi kesucian itu dengan perubahan hidup mereka. Oleh sebab itulah Yesus menangisinya, karea sikap hidup mereka yang semakin menjauh dari Tuhan itu akan menghancurkan mereka sendiri. Bait Suci dan kota Yerusalem yang dijadikan suci itu akan hancur karena sikap hidup mereka. Hidup yang semakian jauh dari Tuhan jelas akan membawa malapetaka dan kejahatan yang akan memguasainya. Yesus tidak berhenti mengingatkan dan mengajak mereka semua, sang bangsa terpilih ini, untuk menyadari panggilan hidup mereka dan bertobat.

 

Tuhan Yesus sampai sekarang tetap hadir di tengah kita melalui Roh Kudus yang senantiasa menyertai kita. Keadaan dunia kita sekarang ini sedang sakit, maka perlu disembuhkan. Tentu saja sakit yang dimaksud bukanlah sakit jasmani, namun sakit iman dan rohani yang sedang melanda manusia dan kita semua. Keadaan ini telah merusak umat Allah dan Gereja dengan berbagai kasus dan permasalahan yang terjadi, mulai dari sekitar Gereja hingga masuk ke dalam tubuh Gereja. Situasi ini bukan hanya membuat sakit, namun kerusakan dan bisa sampai pada kehancuran. Semuanya itu diakibatkan oleh manusia yang menjauh dari Tuhan dan membiarkan diri dikuasai oleh kuasa jahat. Tuhan sampai sekarang terus mengingatkan kita agar berjaga dan waspada supaya tidak jatuh dan menjauh dari Tuhan. Marilah kita dengarkan suara Tuhan yang bergema melalui Gereja dan ajarannya. Saatnya sekarang ini kita bertobat dan berubah dengan membuka hati bagi kehadiran Tuhan dan hidup bersatu denganNya.

Berharaplah kepada Allah (audio Podcast)

Posted by admin on November 20, 2018
Posted in Podcastrenungan 

Karunia dan kemampuan yang berasal dari Tuhan

Posted by admin on November 20, 2018
Posted in renungan 

Rabu Pekan Biasa XXXIII, 21 November 2018   Pw. SP Maria dipersembahkan kepada Allah

Bacaan: Why 4:1-11; Lukas 19:11-28

 

“Karunia dan kemampuan yang berasal dari Tuhan”

 

Bersama seluruh Gereja, kita rayakan hari ini Bunda Maria dipersembahkan kepada Allah. Peringatan ini menyadarkan kita semua akan pemberian diri Bunda Maria kepada Tuhan yang sudah dimulai sejak awal kehidupannya. Maria dipersembahkan berarti ia dikhususkan untuk Tuhan dan dikuduskan, Maria menjadi milik Tuhan. Selanjutnya dalam kehidupannya, Bunda Maria memang sungguh memperlihatkan sikap hidup yang tegas dan jelas, selalu terarah kepada Tuhan dengan melakukan Kehendak Tuhan. Sikap hidup seperti Bunda Maria inilah yang kita perlukan pada jaman sekarang ini, yakni selalu terarah kepada Tuhan. Sejak awal kehidupan kita di dunia ini, kita semua adalah milik Tuhan dan itu berarti kita juga dipersembahkan kepada Tuhan dan tidak mungkin kepada yang lainnya. Kita perlu menyadari hal ini sebaik mungkin, sehingga kehidupan kita pun akan selalu terarah kepada Tuhan.

 

Kisah Injil pada hari ini mengingatkan kita akan kehidupan manusia yang diberi kepercayaan oleh Tuhan berupa ‘mina’, yakni uang, yang menjadi tanda kemampuan sebagai kekayaan manusia. Tentu saja kemampuan yang diberikan itu untuk dikembangkan sehingga manusia menjadi lebih baik dan bersyukur akan berbagai anugerah yang diterimanya. Ternyata dalam realita kehidupan tidak setiap orang mau bersyukur malahan ada manusia yang marah dan protes kepada Tuhan. Sikap ini jelas akan merugikan diri kita sendiri sebagai manusia yang berasal dari Tuhan dan diberi karunia melimpah. Jika manusia menentang Tuhan, maka manusia sedang melawan kehidupan dan berarti pula sedang merusak dirinya sendiri. Sangat disayangkan jika manusia menjauh, apalagi menyangkal Tuhan, karena ke mana lagi kita akan pergi, hanya Tuhan yang jelas dan menjadi jaminan kita. Jangan pernah kita menolak Tuhan, karena Ia adalah Kasih dan selalu mengasihi kita. Kekecewaan yang muncul, itu karena kita terkadang terlalu berfokus kepada kemampuan dan diri kita sendiri dan bukan dari mana kemampuan itu datang. Marilah kita sekarang kembali kepada Tuhan sang pemberi kemampuan itu dan sadari penyertaanNya setiap saat di dalam hidup kita.

Translate »