Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Kerajaan Allah dipercayakan kepada kita

Posted by admin on October 27, 2019
Posted in renungan 

Senin Pekan Biasa XXX, 28 Oktober 2019

Pesta St. Simon dan Yudas Rasul

Bacaan 1: Efesus 2:19-22; Luk.6:12-19

Panggilan Simon dan Yudas menjadi rasul merupakan panggilan istimewah dari Allah. Panggilan mereka bukan karena mereka adalah orang-orang hebat atau orang yang sudah belajar khusus untuk mempersiapkan diri kelak untuk menjadi rasul. Tidak! Mereka adalah orang-orang yang dipilih secara khusus lewat seleksi rohani oleh Yesus.

Proses pemilihan rasul juga bukan dipersiapkan secara khusus lewat kampanye-kampanye. Tidak! Dalam bacaan injil kita tahu bahwa proses pemilihan para rasul yang dilakukan sendiri oleh Yesus dalam suasana doa semalam suntuk dan di tempat yang sunyi, atas bukit. Setelah semalaman berdoa, keesokan harinya, Yesus baru memanggil mereka dan memilih keduabelas orang dari antara mereka untuk menjadi Rasul. Keduabelas rasul ini kelak bersama Yesus berkeliling mewartakan Kerajaan Allah.

Dalam pembaptisan, kita telah memilih Yesus menjadi Tuhan dan Guru kita. Kita perlu ingat bahwa pilihan kita itu pertama-tama bukan karena kita layak, melainkan karena kita terlebih dahulu dicintai oleh Tuhan. Tuhan tahu siapa masing-masing kita dengan kelemahan dan kekurangan, kelebihan dan kekuatan kita. Sungguh sebuah anugerah yang hebat karena Tuhan mempercayakan kepada kita masing-masing untuk melanjutkan karya pewartaan Kerajaan Allah ditengah dunia ini. Masing-masing kita diberi peran sesuai dengan kemampuan kita. Kalau masing-masing kita terbuka untuk menyadari, mengembangkan dan menggunakan kepercayaan ini dengan maksimal maka Kerajaan Allah ini semakin dikenal dan dihayati oleh banyak orang. Ditangan kita yang menamakan diri sebagai pengikut Kristus inilah Kabar gembira Kerajaan Allah itu harus bertumbuh dan berkembang.

Dalam bacaan injil hari ini diceritakan juga bahwa setelah memilih para Rasul, Yesus bersama mereka turun ditempat yang datar dan bertemu dengan banyak orang yang mau bertemu dengan Yesus. Mereka datang untuk mendengarkan Dia dan untuk disembuhkan. Semua orang berusaha menjamah Dia karena ada kuasa yang keluar dari padaNya dan semua orang disembuhkanNya.

Kendati para rasul dipilih untuk membantu Yesus, Yesus tetap menjadi focus dan pusat pewartaan. KuasaNya tetap menjadi kekuatan bagi para rasul dan mereka yang mencari Dia. Mereka berusaha menjamah Yesus karena ada daya yang sangat luar biasa datang dari Yesus.

Daya inilah yang menyembuhkan, memulihkan dan menyemangati semua orang yang datang kepadaNya.

Sebagai pengikut Kristus yang telah dipercayakan Tuhan untuk menjadi perpanjangan tangan Tuhan dalam dunia ini, apakah Yesus sungguh menjadi focus dan pusat kekuatan kita atau focus dan kekuatan kita ada di tangan kita? Apakah Yesus menjadi kekuatan yang menyembuhkan, memulihkan dan menyemangati kita dalam tugas yang telah Dia percayakan kepada kita?

Mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing, semoga Yesus masih menjadi nomor satu dalam kehidupan kita. Carilah dahulu dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu (Mat 6:33)

External and Internal

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on October 27, 2019
Posted in renungan 

30th Sunday in Ordinary Time

October 27, 2019

Luke 18:9-14

In Jesus’ time, they were several Jewish religious groups and one of them is the Pharisees. These are the people who love the Lord and devoutly observe the Law of Moses and the traditions of the elders even in their daily lives. Thus, Jewish people regard them as righteous because they are faithful to the Law, and pious because they pray often. Many Pharisees turn to be the caretakers of the local synagogues and zealously teach the Law during Sabbath days. No wonders, the Jewish people offer the Pharisees the best places in the worship places and the parties. The leaders are called the Rabbis or teachers.

In contrast, we have tax collectors. This is the profession that most Jews hate at least for two reasons. Firstly, tax collectors tend to corrupt by demanding more than what is due. Secondly, the tax collectors work for the Roman Empire, a gentile and oppressive nation. This makes them both sinners and unclean.

When Jesus presents these two characters in His parable, His Jewish listeners immediately see that the Pharisee is the good guy and the tax collector is the bad guy. The Temple of Jerusalem consists of several courts, from the Holy of Holies going out to the court of the Gentiles. The Pharisee as a devout and clean Israelite will pray at the inner court of the Temple, closer to the sanctuary. While the tax collector is standing perhaps at the court of the Gentiles, where the unclean people and sinners are allowed to get closer.

However, Jesus once again twists the minds of His listeners. The tax collector comes up as the hero of the story, as God hears his prayers and accepts his sincere repentance.

Before God, we are judged not so much by external appearance and social standing, but primarily by internal disposition, by faith. The Pharisee is full of himself and doing nothing but praying to himself [see verse 11]. How can a person pray to himself? He boastfully compares himself with others and puts down others. This is not a prayer, but rather a litany of self-praise. But, the tax collector in all humility recognizes himself as a sinner and asks nothing but God’s mercy.  

Appearances and social standing do not guarantee our holiness, and this has a massive implication in our daily lives. We cannot simply judge that a priest who celebrates the mass, who stands on the sanctuary, is holier than an ordinary man who prays at last pew of the Church. We cannot judge a woman who visits the adoration chapel and recite the rosary every day is holier than a woman who has no time to visit the Church because she has to work hard to feed her children. We cannot judge that a man who is active in the parish is holier than a man who is inside the jail. In the first place, it is not our duty to judge others’ holiness. If we are busy judging others, we are no different from the Pharisee in the story who even prays to himself.

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Saatnya untuk berbuah

Posted by admin on October 25, 2019
Posted in renungan  | 2 Comments

Sabtu Pekan Biasa XXI, 26 Oktober 2019

Bacaan: Roma 8: 1-11; Lukas 13: 1-9

Terkadang ketika melihat bencana atau penderitaan yang dialami oleh sesama kita, ada komentar yang mengatakan bahwa mereka ditimpa bencana karena akibat dosa mereka. Jadi seolah mau dikatakan bahwa itulah hukuman bagi mereka karena dosa mereka lebih banyak dari pada yang lain. Dengan tegas Tuhan Yesus menanggapi pemikiran ini dengan mengatakan bahwa pemikiran itu tidak benar. Bahkan Yesus mengatakan bahwa jika orang yang menganggap orang lain lebih berdosa dan mereka sendiri tidak bertobat, maka mereka pun dapat ditimpa malapetaka yang sama. Maka bukannya malapetaka yang menjadi perhatian, namun pertobatan dan perubahan hidup sehingga mereka semua akan diselamatkan.

Begitu pula dengan kisah pohon ara yang sudah lama tidak berbuah, masih diberi kesempatan lagi untuk dapat berbuah. Oleh sebab itulah pohon itu akan dirawat dan lebih diperhatikan lagi supaya bisa berbuah. Seandainya ternyata masih tetap saja tidak berbuah, maka akan ditebang. Yesus mau mengatakan bahwa selalu ada kesempatan untuk bertobat, berubah sehingga sungguh dapat berbuah di dalam hidup harian. Tuhan membantu dengan rahmat dan kasihNya bagi keselamatan manusia, namun tentu saja manusia tetap harus berusaha dan berjuang untuk memperbaiki dirinya sendiri.

Sekaranglah kesempatan itu, saat kita semua sedang diberi pupuk dan dan disirami oleh rahmat Tuhan. Kita dibantu oleh Tuhan untuk menata dan mengolah diri agar menjadi lebih baik dan berkenan kepada Tuhan. Jika rahmat Tuhan mengalir senantiasa, kita harusnya berusah lebih tekun untuk mengolah hidup kita dan tidak menyia-nyiakannya. Kita harus selalu bekerjasama dengan rahmat Tuhan dalam memperbaiki diri, karena dengan demikian kita telah menjadikan diri kita berkenan di hadapan Tuhan. Semoga pohon ara, yakni diri kita masing-masing ini dapat berbuah sebur dan tidak akan ditebang.

Melihat tanda zaman

Posted by admin on October 24, 2019
Posted in renungan 

Jumat Pekan Biasa XXI, 25 Oktober 2019

Bacaan: Roma 7: 18-25a; Lukas 12: 54-59

Tuhan Yesus dengan cukup keras mengkritik para pendengarnya, “Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini?”. Inilah realita yang dihadapi Yesus di jaman itu, karena Dia sendiri melihat dan mengalami bahwa banyak orang sibuk untuk meramalkan berbagai keadaan dunia, hanya sebatas yang tampak. Mereka semua diberi kemampuan oleh Tuhan dan mereka hanya menggunakan untuk yang menyenangkan dan terlebih yang menguntungkan mereka saja. Hati dan pikiran mereka tertutup untuk hal yang lebih besar, yang hadir di tengah mereka, yakni Tuhan Yesus sendiri. Tuhan Yesus berusaha membuka mata mereka semua akan realita jaman dan dunia yang telah rusak karena dosa lewat tindakan manusia yang menjauh dari Tuhan.

Kemampuan yang telah Tuhan karuniakan kepada manusia itu adalah untuk membuat manusia menjadi lebih baik dan membuat perubahan hidup. Ternyata manusia malah ikut arus dunia yang membawa manusia justru menjauh dari Tuhan dan bersahabat dengan kejahatan. Yesus mengingatkan bahwa sekaranglah saat untuk membuka hati dan berdamai dengan Tuhan, yang telah memberikan anugerah dan menyadarkan mereka akan keadaan mereka ini. Kesempatan telah dibuka dan terus dibuka, itulah belaskasih Tuhan, yang menantikan manusia untuk kembali kepadaNya. Jika manusia membiarkan kesempatan ini, maka manusia sendirilah yang akan menghancurkan hidupnya dan menjauh dari keselamatan.

Teguran Yesus ini juga masih bergema hingga saat ini bagi kita semua. Kita termasuk orang yang diberi karunia kemampuan dalam ilmu pengetahuan dan banyak bidang lainnya. Oleh sebab itu kemajuan tehnologi dan berbagai bidang lainnya begitu pesat. Kita dapat tahu keadaan cuaca, perubahan alam dan bahkan membuat berbagai penemuan baru. Namun apakah kita melihat, berpikir dan membaca keadaan dunia kita sekarang dengan berbagai bencana dan kejahatan di dalamnya, kemajuan yang kita buat dan yang mulai merusak kehidupan kita sendiri? Mungkin juga kita termasuk pelaku di dalamnya! Apakah kita akan tinggal diam dan membiarkan kehancuran kehidupan danrusaknya keselamatan ini terjadi? Perang, pertikaian, kebencian atas nama agama, alam yang rusak dan banyak lagi yang sedang terjadi, semua menjadi tanda bagi kita untuk berubah, bertobat dan berdamai dengan Tuhan. Sekaranglah waktunya, jangan menunda lagi!

Siap untuk tampil beda

Posted by admin on October 23, 2019
Posted in renungan 

Kamis Pekan Biasa XXI, 24 Oktober 2019

Bacaan: Roma 6: 19-23; Lukas 12: 49-53

Dengan tegas Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia datang membawa api dan pertentangan di tengah bumi ini. Api itu akan dilemparkan dan menyala serta membakar bumi ini dan semua di dalamnya. Begitu pula pertentangan akan terjadi di dalam keluarga, di antara anggota keluarga sehingga ada perpecahan. Mengapa hal itu dikatakan Yesus? Seharusnya Yesus datang membawa damai dan bukan pertentangan! Namun demkianlah yang terjadi di dalam dunia kita sekarang, suasana yang jauh dari kedamaian, mengapa?

Tentu saja Yesus datang membawa damai, bahkan diriNya sendiri adalah damai itu. Yesus juga datang membawa api, yakni api Roh Kudus di tengah bumi kita, supaya semua orang dibakar dan diberi semangat baru dalam kesatuan dengan Tuhan. Ketika damai dan Roh Kudus itu diterima, maka manusia akan hidup dalam keselamatan kekal bersama dengan Tuhan. Namun apa yang terjadi, tidak semua orng menerima kedatangan Sang Damai ini, bahkan tidak sedikit yang menolak kehadiran Yesus, Sang Damai. Maka bisa kita lihat sendiri akibat penolakan itu, yakni perpecahan dan kekacauan, karena manusia menjauh dari Tuhan. Orang-orang yang menerima Yesus dan mengakuiNya sebagai pengikut Yesus, yakni orang-orang Kristiani, mendapat banyak penolakan dan penghinaan. Yesus pernah mengingatkan semua saja yang ingin mengikutiNya, harus siap menyangkal diri dan memikul salib.

Realita yang dikatakan oleh Yesus itulah yang sekarang ini sedang kita hidupi, yakni tantangan dan pemisahan. Sebagai pengikut Yesus, tidak jarang kita mengalami perlakuan yang kurang baik, bahkan terkadang disingkirkan dan dianiaya oleh sesama kita sendiri, oleh keluarga sendiri. Maka menjadi jelaslah yang dikatakan Yesus. Memilih ikut Yesus, harus siap meninggalkan semua yang lain dan kadang juga meninggalkan keluarga. Namun kita bahwa sadar tujuan utama hidup kita adalah bersatu dengan Tuhan dalam RumahNya. Maka hendaklah kita semakin kuat dalam menghadapi berbagai penghinaan dan penolakan dari sesama kita sendiri, setialah selalu kepada Tuhan senantiasa

Translate »