Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Sabtu, 12 Oktober 2019

Posted by admin on October 11, 2019
Posted in renungan 

Lukas 11: 27-28

Dari Rm Djoko Prakosa Pr
Rektor Seminari Tinggi Kentungan Yogyakarta

Hari Biasa Pekan XXVII

1. Pujian pada ibu Yesus. Bagian ini tidak kita dapati dalam kitab Injil lain. Pujian yang diberikan kepada Yesus oleh seorang perempuan yang penuh kasih, jujur, dan berniat baik, ketika dia sedang mendengarkan ajaran-Nya yang luar biasa bagus. Sementara ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi merendahkan serta menghujat ajaran-Nya, perempuan yang baik ini justru kagum akan ajaran-Nya itu, dan akan hikmat serta kuasa yang ada pada-Nya ketika Dia berbicara: Ketika Yesus masih berbicara, dengan daya dan bukti yang meyakinkan, seorang perempuan dari antara orang banyak itu, karena begitu senangnya mendengar bagaimana Dia telah membuat orang-orang Farisi tercengang. Perempuan itu membuat mereka malu, dan membersihkan diri-Nya dari segala tuduhan mereka yang jahat, sampai ia tidak tahan untuk berseru, “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau.” Alangkah mengagumkan dan hebatnya orang ini! Seakan perempuan ini berkata kepada Yesus: “Semoga Tuhan memberkati wanita yang menghasilkan Putra yang baik seperti Anda!”

Apakah kita mempunyai keberanian untuk memuji dan berkata jujur tentang kehidupan seseorang di tengah orang-orang yang mempunyai penilaian berbeda? Terbukakah kita jika seseorang memberi masukan positif kepada kita?

2. Tanggapan Yesus. Yesus menjawab dan memberikan pujian terbesar kepada ibunya: “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan Firman Allah dan yang memeliharanya.” Lukas menganggapnya sebagai contoh bagi kehidupan komunitas, khususnya cara Maria berhubungan dengan Firman Allah

Memang benar bahwa Maria mengandung Putranya di dalam rahimnya, tetapi ia juga mengandung dan menggendongnya di hati, jiwa, dan pikirannya. Benar bahwa Maria menyusui Putranya dengan susu yang keluar dari payudaranya, tetapi ia juga menerima Putranya dengan tangannya, kakinya, matanya, bibirnya, pengabdian dan kesetiaannya. Dengan kata lain, ia menerima Yesus dengan seluruh dirinya. Sumber berkat Maria bukanlah dalam dirinya yang dipilih untuk menjadi ibu Yesus. Sumber berkat hidupnya berasal dari kesediaannya untuk mendengarkan Firman Allah dan memeliharanya.

Paus emeritus Benediktus mengatakan bahwa Maria diberkati karena dia, tubuh dan jiwanya, menjadi tempat tinggal Tuhan. Dengan cara ini, dia menunjukkan kepada kita bagaimana menjadi diberkati dan menemukan jalan menuju kebahagiaan. Apakah kita sudah menjadikan hidup kita sebagai tempat tinggal Firman Allah? Bagaimana kita berdevosi kepada Maria, Bunda Yesus?

“Dunia tidak layak untuk menerima Putra Allah

langsung dari tangan Bapa,

Dia memberikan Putra-Nya kepada Maria

agar dunia menerima Dia darinya.”

St. Augustinus

“Pelaut dipandu ke pelabuhan oleh sinar bintang, orang-orang Kristen dibimbing ke surga oleh Maria.”

St. Thomas Aquinas

Jumat 11 Oktober 2019

Posted by admin on October 10, 2019
Posted in renungan 

Lukas 11: 15-26

Dari Rm Djoko Prakosa Pr
Rektor Seminari Tinggi Kentungan Yogyakarta

Hari Biasa Pekan XXVII

1. Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku. Ketidaktulusan membuat orang mempolitisir suatu kejadian yang sebenarnya sangat jelas. Yesus mengusir setan sehingga orang bisu dapat berkata-kata, tetapi Ia dituduh: “Ia mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, penghulu setan”. Padahal pengikut-pengikut dari orang yang mendakwa Tuhan Yesus juga melakukan hal yang sama : “Jadi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, dengan kuasa apakah pengikut-pengikutmu mengusirnya? Sebab itu merekalah yang akan menjadi hakimmu.” Selain itu mereka juga mencobai Tuhan Yesus dengan meminta tanda dari surga : “Ada pula yang meminta suatu tanda dari sorga kepada-Nya, untuk mencobai Dia.” Dengan tegas Yesus menelanjangi kedegilan pendapat itu sebab jelas tidak masuk akal: “Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jikalau Iblis itu juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? Sebab kamu berkata, bahwa Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul.“ Sikap Yesus jelas: tidak ada posisi netral atau titik temu antara Allah dan Iblis, antara kebenaran dan kejahatan, antara kekudusan dan dosa. Maka berlakulah prinsip peperangan dalam hal ini, “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku, dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan.” Tidak ada posisi netral.

Dalam dunia politik tak ada ikatan persekutuan yang langgeng, setiap saat koalisi dapat dibuat dan dibubarkan bahkan diingkari. Pihak-pihak yang berseberangan pun bisa bertemu karena kepentingan yang menyatukan, yaitu kepentingan untuk berkuasa. Sementara itu kuasa Kerajaan Allah dan kuasa Beelzebul tidak bisa diperdamaikan. Kuasa yang menyelamatkan dan memberi damai sejahtera tak mungkin dapat berjalan seiring dengan kuasa yang merusak dan membinasakan. Karya Kristus menunjukkan kuasa Allah yang mengalahkan setan. Kehadiran kuasa Allah adalah kehadiran Kerajaan-Nya. Kuasa Allah jelas tak dapat berkompromi dengan setan. Sementara Iblis tidak mungkin terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri.

02. Yesus mengalahkan iblis. Hari ini Injil memperlihatkan bagaimana Yesus mengalahkan kuasa iblis yang menyebabkan ketakutan bagi banyak orang. Dia mendominasi iblis, menaklukkannya, mengusirnya, melenyapkannya, memusnahkannya, dan menghancurkannya!” Ia berkata: “Aku mengusir setan dengan kuasa Allah.” Dengan perkataan lain, ada suatu ajakan: “Para murid Yesus tidak perlu takut akan setan!” Dengan Kebangkitan-Nya dan dengan tindakan-Nya yang membebaskan, Yesus mengusir rasa takut akan Setan. Dia memberikan kebebasan kepada hati, keteguhan dalam tindakan kita dan menyebabkan munculnya harapan.

Jika kita ingin hidup dalam kebebasan sejati, maka “rumah” kita atau “inti batin” kita harus ditempati oleh Yesus. Ia meyakinkan kita akan perlindungan-Nya dari bahaya rohani. Dia memberi kita bantuan dan kekuatan yang kita butuhkan untuk melawan iblis dan kebohongannya (bdk. Yakobus 4: 7). Alkitab mengingatkan kita bahwa Allah adalah perlindungan kita dan malaikat-malaikatnya menjaga kita: “Sebab TUHAN ialah tempat perlindunganmu, Yang Mahatinggi telah kaubuat tempat perteduhanmu, malapetaka tidak akan menimpa kamu, dan tulah tidak akan mendekat kepada kemahmu; sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu.” (Mazmur 91: 9-11).

Kamis, 10 Oktober 2019

Posted by admin on October 9, 2019
Posted in renungan 

Dari Rm Djoko Prakosa Pr
Rektor Seminari Tinggi Kentungan Yogyakarta

Lukas 11: 5-13

1. DOA – ungkapan keterbatasan dan kebutuhan diri. Injil hari ini menceritakan tentang seseorang yang – disinggahi temannya – memiliki kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan temannya, dan dia tidak memiliki sumber daya untuk memenuhi kebutuhan itu. Itulah sebabnya ia datang kepada sahabatnya dan memohon: “Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya.” Kesadaran akan kebutuhan temannya dan sekaligus kesadaran akan kekurangan sumber daya sendiri untuk memenuhi kebutuhan itu telah mendorong orang itu mendatangi dan memohon kepada sahabat-nya di waktu malam.

Seringkali kita gagal berdoa karena kita menganggap sudah berkecukupan. Kenyataannya adalah kita miskin sumber daya fisik, mental, dan spiritual kecuali Tuhan dengan murah hati menyediakannya. Dalam setiap situasi, kita diajak menyadari kebutuhan kita yang mendesak dan meminta bantuan Tuhan.

2. DOA – ungkapkan kebutuhan orang lain. Kesadaran akan kebutuhan orang lain. Jika “orang” itu sendiri yang lapar, dia akan menunggu sampai pagi untuk pergi ke rumah sahabatnya. Tetapi kebutuhan itu bukan miliknya; itu adalah kebutuhan tamu tengah malam yang mengantarkan orang ini ke rumah sahabatnya pada jam yang tidak “wajar” ini: “seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya.”

Sementara kita harus pergi dengan berani kepada Tuhan (baca: berdoa) untuk menemukan bantuan untuk kebutuhan kita sendiri, kita diajak untuk menyadari bahwa tujuan utama doa bukanlah hanya untuk memenuhi kebutuhan kita pribadi, tetapi untuk memenuhi kebutuhan orang lain.

3. DOA – ungkapan kedekatan dan kegigihan. Rupanya “orang” yang dimaksudkan dalam cerita Injil hari ini sudah memiliki persahabatan yang baik sebelum dia pergi ke rumah sahabatnya di tengah malam. Dia sudah mengenal sahabatnya itu. Mereka sudah memiliki hubungan pribadi, bahkan batasan waktu pun tidak dihiraukan: “Aku berkata kepadamu: Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya.”

Tentu ada perbedaan antara “sahabat” yang sedang tertidur dan didatangi orang itu dengan Tuhan. Sahabat orang itu pada dasarnya tidak ingin diganggu, tetapi sahabat sejati kita, yaitu BAPA di sorga selalu merelakan diri untuk diganggu. Jika kita mengenal BAPA sebagai sahabat yang akrab, kita pun akan merasa lebih nyaman untuk meminta, mencari dan mengetuk pintu-Nya, bahkan di tengah malam ketika kita harus melakukannya! Ia menghargai kegigihan kita. Ia bahkan tidak tidur: “Gusti ora nate sare”.

Cerita pendukung permenungan:

Seorang ayah dengan putranya berusia empat tahun baru saja menjalani rutinitas sebelum tidur. Ia mendongeng, menjawab selusin pertanyaan, memberinya pelukan, dan mengucapkan selamat malam sebelum menyelinap keluar dari ruangan anaknya. Akhirnya, setelah hari yang panjang dan sulit, si bapak itu mempunyai waktu yang cukup santai. Dia duduk di kursi malasnya. Setelah hampir lima menit menikmati keheningan malam dia mendengar suara anaknya yang ada di kamar, “Ayah, dapatkah aku minum air?” Si ayah berkata, “Tidak, Nak, sekarang saatnya tidur,

tidurlah.” Si anak ini berseru lagi, bahkan lebih keras, “Ayah, dapatkah ku minum air?” “Nak, aku bilang tidur. Tidurlah!” Suasana kembali hening, tetapi tidak berapa lama kemudian si anak kembali meminta, “Ayah, tolong bisakah aku minum air?” Si ayah rupanya tahu bahwa perkataannya tidak membuat anaknya diam. Maka si ayah berkata, “Nak, jika aku mendengar satu suara lagi keluar dari kamarmu, aku akan memukulmu!” Akibatnya keheningan terasa mencekam selama sekitar satu menit. Tetapi kemudian dia mendengar lagi, “Ayah, nanti kalau ayah datang ke sini untuk memukulku, maukah ayah membawakan aku air minum?” Sekarang si ayah menyadari bahwa putranya benar-benar haus! Mengapa? Karena dia berani dalam permintaannya.

Kita semua memiliki teman yang mengunjungi kita di tengah malam. Kita mungkin tidak memiliki apa yang mereka butuhkan. Tetapi kita memiliki Sahabat dan Bapa di surga yang memiliki banyak untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dia mengundang kita untuk mengganggu-Nya kapan saja dan terus mengetuk sampai kita memperoleh apa yang dibutuhkan teman-teman kita. Dan yang jauh lebih penting adalah “Ia akan memberikan Roh Kudus kepada siapa pun yang meminta kepada-Nya.”.

Hari Biasa Pekan XXVII

Posted by admin on October 9, 2019
Posted in renungan 

Lukas 11: 1-4

Rabu, 09 Oktober 2019

Dari Rm Djoko Prakosa Pr
Rektor Seminari Tinggi Kentungan Yogyakarta

01. Yesus berdoa – para murid yang merindukan pengajaran doa. Suatu kali “Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya: “Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya.” Permohonan ini terasa aneh, karena pada waktu itu orang-orang Yahudi belajar untuk berdoa sejak mereka masih anak-anak. Semua orang berdoa tiga kali sehari: di pagi hari, siang dan sore hari. Mereka sering berdoa menggunakan Mazmur. Mereka melakukan doa di rumah maupun di Sinagoga. Rupanya mereka masih merasa belum cukup. Murid itu ingin lebih: “Tuhan, ajarlah kami berdoa.” Si murid ini melihat “sesuatu yang lebih” yang ada dalam diri Yesus. Ia tidak berdiskusi atau bertanya tentang alasan si murid bertanya. Ia memahami bahwa para murid-Nya membutuhkan bantuan. Ia pun segera memenuhi permohonan mereka.

2. Doa Bapa Kami mengungkap lima permohonan pokok. Ia berkata: “Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” Yesus merangkum semua ajarannya dalam lima permohonan yang ditujukan kepada Bapa. Dua permintaan yang pertama berbicara tentang hubungan manusia dengan Allah. Tiga permintaan lainnya berbicara tentang kebutuhan dan hubungan di antara manusia.

3. Doa Bapa Kami melatih sikap batin. Pendarasan Doa singkat ini hanya membutuhkan waktu sekitar 15-20 detik. Bagi seseorang yang mengaku sebagai pengikut Yesus sejak kecil, tentunya telah hafal di luar kepala dan mendaraskan doa itu berulangkali. Doa ini merangkum iman. St. Cyprianus dari Kartago, uskup abad ketiga menulis, “Teman-teman yang terkasih, Doa Bapa Kami mengandung banyak misteri besar tentang iman kita. Dalam beberapa kata ini ada kekuatan rohani yang luar biasa, karena ringkasan pengajaran ilahi ini memuat semua doa dan permohonan kita.” Paus Emeritus Benediktus XVI mengingatkan bahwa makna Bapa Kami bukan sekadar membaca teks doa. Doa ini bertujuan untuk membentuk diri kita, dan melatih kita dalam sikap batin Yesus.

Ketika Yesus mengajarkan hal ini kepada murid-muridnya, apakah maksudnya berdoa berarti membaca rumus doa ini secara berkala? Tidak. Mari kita melihat secara singkat doa yang dipaparkan Lukas:

a. Bapa Kami: Kita dapat menyebut Allah sebagai Bapa Kami. Ini mempunyai makna dasar bahwa Allah adalah sumber kehidupan, dan Pencipta setiap makhluk hidup. Dalam menyapa Allah sebagai Bapa kita mengakui bahwa kita adalah anak-anak, putra dan putri, dari Allah. Tetapi jika kita adalah anak-anak dari satu Allah, maka kita adalah saudara dan saudari satu sama lain. Tidak ada pengecualian.

Apakah kita siap untuk melihat bahwa setiap orang di muka bumi ini, terlepas dari ras, kebangsaan, warna kulit, kelas, pekerjaan, usia, dan agama adalah saudara lelaki dan perempuan saya? Jika tidak, kita harus berhenti berdoa pada kata pertama ini.

b. Dikuduskanlah nama-Mu: Dalam pernyataan ini, kita meminta agar seluruh dunia mengakui kekudusan Allah, bahwa seluruh dunia bernyanyi bersama para malaikat, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan.” Allah tidak membutuhkan ini tetapi kita melakukannya.

Ketika kita bernyanyi seperti ini dengan segala ketulusan maka kita mengatakan bahwa kita adalah miliknya dan mengenali-Nya sebagai Bapa.

c. Datanglah Kerajaan-Mu. Ini adalah Kerajaan di mana pemerintahan Allah berlaku di hati, pikiran, dan dalam hubungan dengan sesama. Sebuah Kerajaan di mana manusia dengan senang hati tunduk pada pemerintahan itu dan mengalami kebenaran dan cinta dan keindahan Allah dalam hidup mereka dan dalam cara mereka bereaksi dengan orang-orang di sekitar mereka. Ini menghasilkan dunia kebebasan, kedamaian dan keadilan untuk semua.

Kita berkomitmen untuk menjadi mitra Allah dalam mewujudkannya. Kerjasama kami dalam pekerjaan ini sangat penting. Menjadi murid Yesus pada dasarnya harus terlibat dalam tugas mewujudkan Kerajaan ini. Dan itu harus dimulai sekarang juga.

d. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya. Doa agar kita selalu diberi apa yang kita butuhkan untuk kehidupan sehari-hari. Siapa yang dimaksud “kami”? Keluarga kita? teman-teman kita? Tentunya itu merujuk pada semua anak Tuhan tanpa kecuali. Jika itu masalahnya, maka kita berdoa agar setiap orang dipenuhi dengan kebutuhan sehari-hari mereka. Hal ini akan terwujud jika kita semua terlibat.

Pernyataan ini tidak hanya memberikan tanggung jawab kepada Tuhan. Memberi makan saudara-saudari kita adalah tanggung jawab semua orang.

e. Ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami. Pengampunan dan rekonsiliasi harus menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Kristen dan kita semua tahu bahwa kadang-kadang itu bisa sangat sulit. Namun, Allah kita begitu siap untuk mengampuni. Menjadi seperti Dia, menjadi “sempurna” berarti memiliki kesiapan yang sama untuk memaafkan.

Dorongan terdalam kita seharusnya bukan untuk mengutuk dan menghukum tetapi untuk merehabilitasi dan memulihkan hidup.

f. Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan. Kita dikelilingi oleh kekuatan yang dapat menjauhkan kita dari Allah. Kami berdoa agar kita tidak mudah menyerah. Kita memerlukan tangan Tuhan yang membebaskan untuk mengangkat kita seperti ketika Dia mengangkat Petrus yang tenggelam.

Kita bergantung sepenuhnya pada bantuan Tuhan.

Hari Biasa Pekan XXVII

Posted by admin on October 7, 2019
Posted in renungan 

Lukas 10: 38-42

Selasa, 08 Oktober 2019

Dari Rm Djoko Prakosa Pr
Rektor Seminari Tinggi Kentungan Yogyakarta

01. Memberi waktu untuk menemui Yesus. Marta bergegas, melayani dan ingin membuat segalanya baik bagi tamu tercinta mereka. Di mana Maria, ketika Marta membutuhkan bantuan? Dia memilih untuk duduk di kaki Yesus, mendengarkan ketika Dia berbicara. Cukup mudah membayangkan bagaimana perasaan Marta: kesal, tidak senang dan merasa sendirian. Marta marah dan dia berbicara dengan Yesus tentang hal itu: “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.” Rupanya Yesus tidak mendukungnya. Ia justru menegurnya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.”

Kekurangan Marta adalah bahwa dia melanggar semua aturan keramahtamahan dengan mencoba mempermalukan saudara perempuannya di depan tamunya, dan dengan meminta tamunya untuk campur tangan dalam pertikaian keluarga. Dia bahkan melangkah lebih jauh dengan menuduh Yesus tidak peduli padanya. Saat Yesus datang Ia ingin agar kita menemui-Nya dan bukan meninggalkannya. Apakah kita sudah memberi waktu untuk menemui dan menyambut-Nya saat kita berjumpa dengan-Nya, misalnya dalam Ekaristi? Atau hati dan pikiran kita terjebak kesibukan dengan berbagai urusan kehidupan kita?

02. Terbuka pada bisikan roh baik. Sebagai seorang murid, kita bisa jatuh ke dalam perangkap yang sama seperti yang dilakukan Marta. Kita bisa sangat terganggu oleh apa yang kita anggap sebagai perilaku negatif pada orang lain, dan lebih membenarkan diri sehingga kita mulai menghakimi orang lain karena tidak melakukan seperti yang kita lakukan: “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.” Persoalan kepribadian kita bisa menjadi kendaraan yang ditumpangi roh jahat dibalik pemikiran dan penghakiman semacam itu. Roh jahat akan membisikkan kebohongan dan tuduhan, berusaha menciptakan sebanyak mungkin konflik. Tujuannya adalah untuk memimpin orang sejauh mungkin ke arah yang berlawanan dari “bagian yang terbaik” – untuk membawa mereka menjauh dari Yesus. Mendengarkan dan setuju dengannya akan menuntun pada semua jenis keresahan dan masalah serta kekhawatiran.

Kita perlu mewaspadai persoalan kepribadian kita dan roh jahat yang menumpang di dalamnya. Jika kita patuh pada Firman Allah, kita tidak memiliki alasan untuk mengadili apa yang dilakukan orang lain dan merasa bahwa kita memiliki hak untuk secara sepihak menghakimi mereka. Roh Allah akan menuntun kita melihat sesuatu yang baik pada orang lain, atau melihat apa yang masih kurang pada orang lain tanpa rasa benci dan tanpa keinginan mempermalukan serta menjatuhkannya di hadapan banyak orang.

03. Kemampuan membuat prioritas. Membuat prioritas berarti memilih bagian yang terbaik, seperti yang dilakukan Maria: belajar tentang Yesus dan dari Yesus sehingga hidup ini dapat menjadi seperti Dia. Ini adalah pilihan dan keputusan cinta kepada Yesus. Hal-hal yang lain bisa dinormorduakan, tanpa harus dikesampingkan. Keputusan Maria untuk bersimpuh di kaki Yesus adalah untuk mencari kekayaan kebijaksanaan dan pengertian yang ada di dalam Dia: “Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” Kita perlu meluangkan waktu untuk belajar untuk menjadi seperti Gurunya. Kita perlu membangun hidup kerohanian kita. Ini bukan alasan untuk malas, dan tidak bertanggung jawab atas apa pun. Jika kita

hanya mendengar dan tidak menjadi pelaku Sabda berarti kita pun masuk dalam perangkap yang lain: menjadi pribadi yang tumpul dan mandul.

Translate »