Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Sentuhan iman

Posted by admin on February 9, 2020
Posted in renungan 

Senin Pekan Biasa V, 10 Februari 2020 – Pw. Santa Skolastika

Bacaan: 1 Raj. 8:1-7, 9-13; Markus 6:53-56

Kehadiran Yesus selalu mengundang perhatian orang banyak, terutama mereka yang sakit dan memerlukan kesembuhan. Berbondong-bondong orang datang untuk menjumpai Yesus, termasuk juga orang yang tidak dapat datang sendiri, dibawa kepada Yesus. Mereka datang dengan berbagai cara, bahkan ada yang berlari, seolah ingin segera bertemu Yesus dan mendapatkan kesembuhan. Suasana ini memberi gambaran bahwa begitu banyak orang yang menderita, yang membutuhkan belaskasih Tuhan dan penyembuhan.

Usaha dan perjuangan semua orang yang datang kepada Yesus ini menunjukkan perjuangan yang mengalir dari iman mereka kepada Yesus. Mereka sungguh percaya bahwa Yesus dapat dan mau menyembuhkan mereka yang sedang menderita sakit ini. Kekuatan iman inilah yang mendorong mereka untuk datang walaupun dengan susah payah dan dengan bantuan sesamanya. Iman yang kuat dapat mendorong orang bertindak dan terkadang di luar kemampuannya. Iman dan kepercayaan ini pulalah yang membuahkan sukacita dan keselamatan bagi mereka semua. Bahkan ada yang menjamah jubah Yesus saja menjadi sembuh, karena mengalir dari Yesus sendiri.

Bagi Yesus, iman dan usaha mereka ini sungguh menunjukkan wujud iman mereka kepadaNya. Kehadiran mereka semua di hadapan Yesus menunjukkan keinginan mereka berada dekat Yesus dan mengalami sentuhan kasih dan penyembuhanNya. Yesus memberikan yang mereka inginkan, ketika mereka membuka hati dan diri mereka bagiNya, yang membawa keselamatan bagi mereka semua. Penyembuhan yang mereka terima bukan hanya penyembuhan fisik, namun penyembuhan hidup. Demikian pulalah yang dilakukan oleh Santa Skolastika selama hidupnya, selalu berada dekat dengan Yesus. Bagi kita sekarang ini, perlulah kita sadari bahwa iman kita harus memancar dalam kedekatan dengan Tuhan di dalam seluruh hidup kita. Sehingga seluruh kepribadian kita mengalami kehadiran Tuhan. Kita tidak hanya datang ketika membutuhkan Tuhan, namun setiap saat kita berada dekat denganNya.

ISTIRAHAT

Posted by admin on February 7, 2020
Posted in renungan 

Mrk 6 : 30-37

Bacaan Injil hari ini berkisah mengenai berbagai karya Yesus dan para rasul yang sangat padat. Mereka berkeliling daerah-daerah di sekitar Galilea dan daerah lainnya. Dikisahkan bahwa banyak orang yang datang dan pergi sehingga para rasul tidak mempunyai waktu untuk bristihat atapun makan (Mrk 6:30). Namun Yesus mengingatkan para rasul untuk mengambil waktu untuk beristirahat, memisahkan diri dari keramaian hiruk pikuk kesibukan. Pesan Yesus ini cukup aktual di zaman sekarang, di saat masyarakat lebih mengutamakan produktifitas, kecepatan, efektifitas dan prestasi. Di saat itulah kebanyakan orang akan mencurahkan seluruh energi untuk meraih kesuksesan. Mereka memusatkan diri dengan berbagai macam kesibukan dan lambat laun kadang akan melupakan sesuatu yang penting, misalnya kesehatan, relasi dalam keluarga, kesehatan rohani kita (keintiman dalam doa dan relasi dengan sesama). Tak jarang kebanyakan orang tidak mampu menemukan sukacita, kegembiraan dan semanagt hidup karena hidupnya digelayuti ketakutan dan kekawatiran.

Yesus hari ini mengundang para rasul untuk beristirahat dan mengasingkan diri di tempat yang tenang. Kata ‘beristirahat’ dan ‘tempat’ yang tenang tentu tidak dipahami sebagai suatu aktifitas berdoa, mengikuti retret di suatu rumah retret yang hening. Beristirahat di sini lebih dimengerti sebagai sikap batin yang senantiasa terarah kepada Allah sebagai tujuan hidup kita. Untuk itulah perlunya suatu pemeriksaan batin untuk mengakhiri kegiatan harian kita : untuk berterima kasih, bersyukur dan juga sekaligus untuk mengevaluasi hidup harian kita. Sediakan waktu sejenak setiap hari untuk memberi nama berkat apa yang aku terima dari Tuhan hari ini.

« Ya Allah yang berbelaskasih, berikanlah kami rahmat kerinduan akan kasih dan perlindunganMu »

Keteladanan hidup Yohanes Pembaptis

Posted by admin on February 6, 2020
Posted in renungan 

Mrk 6 :14-29

Bacaan Injil hari ini seolah menyambung bacaan Injil kemarin, yang menceritakan bahwa Yesus mengutus para murid berdua-dua untuk pertama kalinya. Mereka diutus menyembuhkan orang sakit dan memberi kuasa untuk mengusir roh-roh jahat. Namun sebelum menjalankan tugas sebagai rasul, Yesus memberikan beberapa syarat yaitu hidup yang lepas bebas, hanya tergantung dan percaya kepada Allah saja. Mereka diminta untuk tidak terlekat pada sesuatu ataupun seseorang. Semua persyaratan untuk mengikuti Yesus sampai akhir hayat itu seolah ditegaskan kembali dalam bacaan Injil hari ini, yang mengkisahkan kematian Yohanes Pembaptis. Sikap percaya dan beriman kepada Allah tidak menghalangi datangnya suatu penderitaan tetapi sikap percaya dan beriman tersebut mengijinkan diri kita untuk menghayati iman akan Kristus sampai akhir hidup kita. Yohanes Pembaptis memberikan teladan bagi umat beriman, ia senantiasa hidup seturut kehendak llah sampai akhir. Hidup beriman kepada Allah bukanlah hidup yang serasa ditaburi indahnya bintang-bintang dan berjalan dibawah kehangatan sinar matahari dan juga bukanlah hidup yang dijalani tanpa kekawatiran dan ketakutan. Hidup bersama Allah justru memberikan keberanian untuk melewati dan menghadapi berbagai macam penderitaan: mungkin pengalaman sakit yang menahun, perselisihan, konflik dan dosa yang membelenggu. Yohanes Pembaptis menjadi model hidup umat beriman yang setia sampai akhir. Melakukan kehendak Allah berarti, kita membiarkan Allah untuk menuntun hidup kita. Sikap percaya akan Penyelenggaraan ilahi menjadi ssikap batin kita.

« Allah yang mahakasih, curahkanlah Roh KudusMu agar kami mampu menjadi saksi-saksiMu seperti Yohanes Pembaptis yang berani menyuarakan kebenaran meski harus menghadapi penderitaan »

MENJADI RASUL

Posted by admin on February 5, 2020
Posted in renungan 

Mrk 6 :7-13

“Kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di kakimu sebagai peringatan bagi mereka” (Mrk 6:11). Penggalan ayat dari perikop Injil hari ini kadang kita pahami sebagai sikap kecewa yang ditunjukkan oleh Yesus karena tidak semua rasul utusanNya diterima baik di suatu tempat. Namun kalau direnungkan lebih mendalam, kita akan memahami pesan Yesus ini secara berbeda. Pesan Yesus ini justru menunjukkan bahwa Allah senantiasa memberikan kesempatan kepada orang yang menolak Kabar Sukacita yang dibawa oleh Para Rasul. Ungkapan “Kebaskanlah debu…” ingin mengatakan bahwa tempat tersebut belum pernah dikunjungi oleh Para Rasul atau belum pernah menerima pewartaan Kabar Gembira. Sehingga sangat terbuka untuk kesempatan lain. Yesus ingin menegaskan sikap para rasul hendaknya juga penuh belas kasih dan penuh kesabaran apabila menghadapi suatu penolakan.

Menjadi rasul adalah panggilan semua orang yang dibaptis. Konsili Vatikan II, khususnya dalam dekrit Apostolicam Actuositatem (tentang Kerasulan Kaum Awam) menggarisbawahi bahwa panggilan seorang kristiani adalah panggilan menjadi seorang rasul. Kita dipanggil menjadi rasul yang berbelas kasih. Menjadi saksi Kristus berarti mempraktekkan apa yang Yesus ajarkan. Menyembuhkan orang sakit dan menaklukkan roh-roh jahat bukanlah dimengerti secara harafiah melainkan dipahami sebagai suatu hakikat tugas perutusan seorang beriman adalah hadir bersama orang-orang yang mengalami kesedihan dan penderitaan. Allah menyertai kita sebagai rasul dengan mengutus Roh Kudus. Dunia saat ini, banyak orang kehilangan harapan dan sukacita, untuk itulah kita diutus hadir bersama mereka yang menderita dan bersengsara. Menjadi rasul berarti menjadi saksi cinta kasih Allah yang merangkul semua orang dan bersahabat dengan semua golongan.

“Tuhan Yesus, buatlah kami saluran Kasih Allah yang menyembuhkan dan memulihkan mereka yang sedang bersedih hati dan bersengsara. Bebaskanlah kami dari kelekatan-kelekatan duniawi yang menjauhkan kami daripada-Mu. Semoga kami mampu menjadi saksi sukacita Injili dalam kata dan perbuatan kami”

HATI YANG TERBUKA ADALAH JALAN UNTUK BERIMAN

Posted by admin on February 4, 2020
Posted in renungan 

Mrk 6:1-6

Apakah seringkali kita menolak dan meremehkan seseorang yang sudah kita kenal? Apakah kita lebih mudah memuji dan menghormati seseorang hanya karena penampilan luar saja? Ketika hari sabat, Yesus pergi ke bait Allah untuk mebaca Kitab Taurat. Banyak orang mendengarkannya dengan penuh perhatian karena mereka telah mendengarkan dan menyaksikan Yesus melakukan banyak mukjizat. Orang yang mengenal Yesus dan keluargaNya, sulit untuk menerima dan mengakui Yesus sebagai Mesias. Mereka meragukan Yesus yang mengajar dengan penuh kuasa berbada dengan orang farisi dan para ahli taurat. Orang-orang Nazaret menolak Yesus dan menolak untuk mendengarkan apa yang Yesus ajarkan. Mereka kecewa karena mereka mengenal Yesus dan keluarganya. Mereka kecewa karena Yesus berasal dari keluarga yang sederhana. Padahal mereka beranggapan bahwa seorang Mesias itu seharusnya berasal dari keturunan yang luar biasa. Cara berpikir demikian membuat hati mereka tertutup dan menolak apa yang diajarkan oleh Yesus. Hati yang keras menutup telinga untuk mendengarkan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita kadang-kadang tergesa-gesa membenci seseorang lantaran kita hanya melihat penampilan luar saja. Kebencian terhadap seseorang berawal dari hati yang tidak mampu melihat kebaikan seseorang. Oleh karena itu keterbukaan hati menjadi jalan untuk semakin beriman kepada Yesus. Ia datang ke dunia bukan hanya menyembuhkan orang secara fisik (orang buta dapat melihat, orang lumpuh dapat berjalan); melainkan Ia mempunyai kuasa menyembuhkan batin kita dari segala dosa. Bagaimana Anda menemukan kembali pengalaman-pengalaman di saat Allah juga menyembuhkan dan menyelamatkan Anda?

“Tuhan Yesus, Engkaulah kepenuhan harapan dan keinginan kami. Berikanlah Roh Kudus yang memberikan rahmat akan kesembuhan yang sejati dan hidup yang berlimpah. Buatlah hati kami tetap bernyala untuk menanggapi cintaMu”

Translate »