Sabtu, 16 Mei 2020, Pekan V Paskah
Yohanes 15:18-21
Setiap orang yang percaya kepada Yesus, menerima identitas yang baru sebagai anak-anak Allah. Dengan menjadi anak-anak Allah, mereka diambil dari dunia dan dipilih oleh Allah. Dengan demikian mereka bukan lagi milik dunia tetapi menjadi milik Allah. Karena bukan lagi milik dunia, maka mereka tidak mengikuti kecenderungankecenderungan duniawi. Mungkin juga karena sikap hidupnya yang tidak mengikuti gaya hidup duniawi ia dianggap aneh, dan bahkan ditolak atau disingkirkan. “Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilik kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu.”(Yoh 15:19).
Sekalipun ditolak oleh dunia, namun mereka yang setia, merasakan kebahagiaan karena mereka dicintai Allah dan hidup dekat-Nya, sebagai milik-Nya. Mereka yang dekat dengan Kristus, adalah orang-orang kepercayaan-Nya. Maka kepada mereka dikaruniai kebahagiaan dan kekuatan untuk melaksanakan dengan setia mewartakan Injil, sekalipun mereka ditolak dan tidak disukai oleh banyak orang. “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga. Sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.”(Mat 5:11-12). Mereka setia dari hal-hal yang kecil, dan selalu menyadari bahwa hidup dan panggilanya sebagai murid Kristus adalah anugerah dan dari Allah. (lih. Luk 16:10).
Apa yang membuat mereka bahagia, padahal mereka ditolak dan harus menanggung derita? Bahagia karena dicintai Allah, dan mereka telah dibebaskan dari dosa/kejahatan, sehingga mampu hidup dalam kasih dan kebenaran. Karena mereka berani berkorban demi kebenaran dan kasih, hidup mereka berbuah. Hidup yang berbuah dalam kasih dan kebenaran adalah tanda bahwa mereka bermakna/berarti bagi banyak orang. Itulah yang membuat mereka bahagia dan tetap setia. Sebaliknya jika hidup hanya untuk diri sendiri, mereka hanya mengejar keinginan pribadi, bukan untuk keselamatan banyak orang. Hidup seperti itu, memang lebih enak dan nyaman, namun tidak punya arti apa-apa, selain untuk diri sendiri. Seperti dalam kitab Amsal, Hidup yang orang benar menuju pada kebahagian abadi dan sebaliknya hidup yang untuk kesenangan pribadi rentan untuk jatuh dalam dosa/kejahatan, bisa menuju pada kekosongan/kematian. “Siapa berpegang pada kebenaran yang sejati, menuju hidup, tetapi siapa mengejar kejahatan, menuju kematian.”(Amsal 11:19).
Kesempatan hidup di dunia hanya sekali, itu berarti hidup perlu diisi dengan halhal yang benar, agar pada akhirnya seseorang siap untuk menerima kebahagian sejati. Jika sebagai murid Kristus dan anak-anak Allah, seseorang harus mengalami hal-hal yang tidak menguntungkan, bahkan dibenci karena memperjuangkan kebenaran, hal demikian bukan suatu kutukan atau aib, sebaliknya itu adalah kesempatan untuk bersaksi. Ia tidak sendiri karena Kristus telah mengalami terlebih dahulu dan Dia ada bersamanya. “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu.”(Yoh 15:18). Paroki St. Montfort Serawai, Kalbar, ditulis oleh: Rm Aloysius Didik Setiyawan CM