Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

“Persembahan Hidup”

Posted by admin on December 27, 2020
Posted in renungan 

Senin Oktaf Natal, 28 Desember 2020 – Pesta Kanak-Kanak Suci, Martir

Bacaan: 1Yoh. 1:5-2:2; Mat. 2:13-18

Kelahiran Yesus Kristus membawa Terang bagi semua manusia yang hidup di dalam kegelapan dosa. Bagi mereka yang melihat terang itu dan datang kepadaNya, maka hidupnya akan diperbaharui dan diselamatkan. Namun demikian tidak semua orang mau menerima kedatangan Sang Terang, karena mereka masih ingin hidup dalam kegelapan yang dirasa nyaman. Demikianlah yang terjadi dengan Herodes yang tidak suka dengan berita kedatangan seorang Raja, yang jelas akan menjadi saingannya. Ketidaksukaan yang menjadi kebencian dan kemarahan yang mendatangkan malapetaka bagi orang lain. Setiap hati yang dikuasai oleh kegelapan akan tampak dalam tindakan kejahatan yang akan semakin membuat diri sendiri menjauh dari Terang Keselamatan.

Kegelapan hati Herodes tampak dalam tindakannya dengan membunuh anak-anak di Bethlehem. Sebuah peristiwa yang sangat menyedihkan bagi banyak keluarga yang kehilangan anak mereka. Darah anak-anak tidak bersalah tertumpah karena nafsu manusiawi dan haus akan kekuasaan. Semua anak yang mati dibunuh ini telah menjadi martir yang memberikan diri mereka bagi Sang Bayi Yesus Kristus, yang dibawa mengungsi ke Mesir. Tuhan Yesus Kristus telah membuka Pintu Keselamatan bagi semua martir kecil ini dan mereka masuk ke dalam Terang sejati, hidup abadi dengan mempersembahkan hidup mereka bagi Tuhan.

Kita berhadapan dengan realita yang sama di saat ini, antara mengikuti Sang Terang dan tetap hidup dalam kegelapan. Hidup dalam Terang Tuhan berarti siap meninggalkan semua perbuatan kegelapan yang menjauhkan kita dari keselamatan kita sendiri. Natal ini menyadarkan kita semua bahwa Tuhan ada bersama kita, sekarang ini juga di tengah pandemi dan berbagai penderitaan jaman ini. Saatnya kita berfokus kepada Sang Terang, Juru Selamat kita yang hadir, Yesus Kristus. Saatnya kita menjadi dekat dengan Sang Terang dan mempersembahkan diri kita kepadaNya, seperti semua kanak-kanak martir itu walaupun tanpa darah yang tertumpah.

Betlehem menuju Golgota

Posted by admin on December 25, 2020
Posted in renungan 

Sabtu, 26 Desember 2020

Mat 10: 17-22

            Satu hari setelah Harai Raya Natal, kita memperingati St. Stefanes, martir. Stefanus, yang adalah seorang diakon menjadi martir pertama pada jaman kekristenan awal. Yesus datang ke dunia untuk menebus dosa-dosa manusia melalui jalan salib, jalan penderitaan. Stefanus berani menyerahkan hidupnya demi iman kepada Kristus. Menjadi martir berarti berani menjadi saksi. Kita dipanggil juga mewartakan sukacita, kelahiran Yesus yang menjadi Terang, menjadi sabahat bagi semua orang dan terus menerus bertobat. Misteri natal mengajarkan kepada kita untuk berani menjadi sahabat bagi orang lain, keluar dari diri sendiri untuk menyapa dan memberikan “ruang” bagi yang lain. Kasih Allah itu diwujudkan oleh Yesus dalam karya-karyaNya di dunia. Kita diundang menjadi duta kasih Kristus, mencintai Allah dan manusia. Melihat kehidupan, lebih positif, melihat harapan di tengah-tengah penderitaan. Keintiman relasi dengan Allah dalam hidup sehari-hari menjadi sumber bagi kita untuk melakukan tindakan kasih. Dengan demikian kita bersatu hati dan satu pikiran dalam melayani Kristus yang hadir dalam diri orang-orang yang menderita dan miskin. Hanya dengan cara hidup yang demikian, hidup kita akan bertobat, berubah dan berbuah. St.Stefanus, doakanlah kami.

Yesus yang maha kasih, penuhi kami dengan Roh KudusMu agar kami mampu menjalankan perintahMu untuk mengasihi dan mengampuni orang yang bersalah kepada kami. Amin

Emmanuel

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on December 24, 2020
Posted in renungan  | Tagged With: ,

Christmas Day [B]

December 25, 2020

Luke 2:1-14

Christmas is one of the most beautiful and joyous times of the year. Christmas is the time to gather with the families and friends and to have an exchange of gifts. Christmas is the time to put up Christmas trees, place Nativity scenes, and play Christmas songs. Surely, Christmas is the time when families once again go to the church together.

However, this year, things do not go as we want them to be. The pandemic caused by Covid-19 continues to plague our societies, and it significantly affects how we do things and relate with one another. Some of us can no longer go home because of our nature of professions or travel restrictions. Some of us will not attend the beautiful Christmas vigil liturgy because the Church remained closed. Some of us have no special meals on the table because the poor economy hits us hard. For some of us, it is just a lonely and sad Christmas because some of our family members are sick or even have passed away.

Is this still a Christmas? In these difficult situations, all the more, we are invited to reflect on the mystery of Incarnation. The drama of salvation begins with a little baby with His poor parents. Joseph was David’s son, yet he was no more than a poor carpenter, who cannot even provide a decent place for his wife to give birth. Mary was a young mother who had to endure unimaginable shame and various threats to her life. And, at the center of Christmas is the baby boy who is God and yet chose to be born in the most unworthy place of all, a cave filled with animals. He did not opt for much grander places like a royal palace or a magnificent castle. He did not decide to be wrapped with a purple royal garment, but a simple linen cloth. He did not select a golden and comfortable bed, but an unhygienic stone manger.

Looking at the circumstances, Jesus’ birth is not that impressive, but this is what makes the mystery of Incarnation touch every human heart. He did not come as an imposing and authoritarian king like Augustus. He did not come as a shrewd military leader like Julius Caesar. He did not come as a smart politician like Herod. God comes to us as the weakest baby in the humblest place. He is a God who radically loves us and wills to embrace even our weak nature.

Christmas reminds us that Jesus is with us when we are broken by economic conditions; Jesus is with us when we cannot be with our loved ones. Jesus is with us when we are losing our family members. The first Christmas points to us that God does not always spare us from suffering, but He promises to be with us in these terrible times.

One of my friends just lost his father due to Covid-19. It was sudden and untimely death. And what made it very painful is they could not give the last farewell for him as the remain brought immediately to the cemetery. When I had a chance to talk to him, I discovered he could accept the death, and then I asked him the reason. He narrated to me that before his father was admitted to the hospital, he gave his father a brown scapular. He also learned that his father passed away when he was praying the rosary. He believed that his father was not alone when he died; God is with him. Indeed, Jesus is the Emmanuel: God is with us.

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Merry Christmas!

Keheningan adalah arti natal yang sesungguhnya

Posted by admin on December 24, 2020
Posted in renungan 

 HARI RAYA NATAL 25 Desember 2020

Luk 2:1-14

            Tema natal bersama KWI-PGI 2020 adalah “…dan mereka akan menamakan Dia Imanuel (Mat 1:23)”. Tentu tema tersebut juga berlatarbelakang situasi saat ini yang mengalami keprihatinan akibat pandemi COVID-19. Kematian dan kehilangan orang-orang yang dicintai, terkesan begitu akrab dalam keseharian kita. Berbagai kegiatan kita seolah terhenti dan kita pun harus melakukan karantina di rumah kita masing-masing untuk mencegah penyebaran virus tersebut. Apalagi kita pun diterpa masalah-masalah sosial yang menggambarkan kesombongan dan keangkuhan dalam hidup bersama, korupsi dan keserakahan. Kita pun kadang mengajukan pertanyaan, dimana Allah dalam situasi ini? Jawabannya Allah senantiasa dan selamanya hadir saat ini dan di sini. KehadiranNya nyata dalam hidup manusia  dan seluruh ciptaan.

            Setiap tahun, kisah kelahiran Yesus diambil dari injil Lukas. Memang Lukas menceritakan kisah kelahiran Yesus secara lebih lengkap dengan memberi keterangan latar belakang sejarah. Dan juga kisah kelahiran Yesus digambarkan begitu hidup sehingga para pendengar terbawa suasana yang menyentuh hati. Bayi Yesus dibungkus lampin, dibaringkan di palungan dalam suasana malam. Situasi demikian menggambarkan situasi yang terbatas. Hal itu untuk mengatakan bahwa seorang Bayi yang telah lahir di tempat yang rawan bahaya, di tempat yang tidak semestinya. Itulah gambaran kelahiran Yesus. Kisah kelahiran Yesus ini tentu bukan bermaksud menyampaikan suasana yang syahdu, penuh haru belaka, melainkan menyampaikan bukti bahwa Allah sudi mengalami situasi keterbatasan, kekurangan, kesulitan seperti yang dapat dialami oleh setiap orang. Itulah yang hendak diwartakan dalam Perayaan Natal tahun ini. Keheningan Betlehem seolah terulang kembali di saat perayaan Natal tahun ini yang tidak diiringi keramaian. Situasi pandemi memberi warna perayaan Natal dalam keheningan. Meski demikian Allah senantiasa hadir dan berkarya serta beserta kita. Bacaan kitab suci mengajak kita untuk melihat makna natal secara lebih mendalam. Natal menjadi bukti bahwa Allah solider dengan perjuangan, pederitaan dan kesedihan umat manusia. Untuk itulah natal menjadi saat untuk memperbaharui diri, berani menghadapi tantangan, penderitaan, kesulitan dan juga mendorong kita untuk mau memberi harapan, peneguhan, terlibat bersama saudara kita yang mengalami penderitaan, kesulitan, keterbatasan.

            Natal menjadi bukti Allah peduli akan penderitaan dan kesulitan kita. Allah hadir dalam keseharian kita. Yesus datang ke dunia dalam kesederhanaan, keheningan malam. Maria, Yosef dan bayi Yesus meraskan pengalaman ditolak, dipinggirkan dan terasing. Namun kabar malaikat memberikan penegugan ”Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberikan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa” (Luk 2:10). Perayaan Natal di tengah pandemi ini mewartakan kedamaian, solidaritas dan cinta kasih. Natal menjadi bukti Allah senantiasa menyertai kita, menjadi sahabat kita. Oleh karena itu kita pun diutus mewartakan damai natal yaitu menjadi sahabat bagi orang yang ditinggalkan, disingkirkan, dan ditelantarkan. Natal menjadi perayaan cinta kasih. Amin

Tuhan Allah kami, dengan kelahiran PuteraMu, Tuhan kita Yesus Kristus, berkatilah dan anugerahilah kami sukacita dan kegembiraan dalam melakukan kehendakMu”

Hati terbuka melihat keselamatan

Posted by admin on December 23, 2020
Posted in renungan 

Kamis, 24 Desember 2020, Luk 1:67-79

            Pernahkah Anda mempunyai kerinduan dan harapan yang begitu mendalam dalam hidup? Baiklah kiranya sebelum merenungkan bacaan Injil hari ini, mohon rahmat Allah agar kita mampu menemukan pengalaman akan kehausan dan kerinduan tersebut. Pengalaman tersebut akan mengantar kita untuk memahami pengalaman Zakaria dan Elisabet. Seperti kita renungkan dalam bacaan Injil kemarin yang mengkisahkan kelahiran Yohanes Pembaptis, kita diundang kembali untuk merenungkan tanggapan Zakaria atas karya belas kasih Allah yang ia alami. Kerinduan dan hasrat yang mendalam untuk melihat karya keselamatan Allah telah terlaksana dalam hidupnya. Oleh karena itu ia mengungkapkan dalam sebuh kidung. “Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umatNya dan membawa kelepasan baginya, Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita” (Luk 1:68-69).            Kita tahu bahwa sebelumnya Zakaria mengungkapkan keraguannya ketika malaikat Tuhan memberitahukan bahwa ia akan mempunyai anak, “Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi? Sebab aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya” (Luk 1:18). Namun akhirnya Zakaria dengan hati terbuka, berseru, “Terpujilah Allah”          Berulang kali kadang kita juga mengalami keraguan dan bersikap pesimis.  Dalam bacaan Injil hari ini, kita diundang untuk mempunyai sikap iman seperti Zakaria sehingga kita akan hidup dalam sukacita dan harapan. Yesus menjadi Terang bagi bangsa-bangsa yang sedang berjalan dalam kegelapan. Yesus bukan hanya Tuhan (Luk 1:76), tetapi juga penyelamat seperti yang dituliskan dalam Luk 1:69, “Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan”. Zakaria mampu menyadari kehadiran Yesus yang membawa keselamatan. Iapun mampu melihat karya keselamatan dengan hati terbuka. Kitapun diundang untuk mampu menyadari kehadiran Tuhan dan mampu melihat peristiwa dan pengalaman hidup secara lebih bijaksana. Itulah yang dialami oleh Zakaria. Ia dipenuhi Roh Kudus dan menyanyikan kidung atas karya keselamatan Allah melalui kelahiran Sang Mesias. Zakaria selalu berdoa dan berjaga di bait Allah, artinya dia membiasakan hidup dalam keheningan dan doa. Zakaria percaya akan janji Tuhan yang terpenuhi melalui kehadiran Mesias yang dinantikan bangsa Israel (2 Sam 7:16).  Raja Damai yang membawa kedamaian, keadilan dan harapan kepada umat manusia. Dalam keheningan malam, Sang Raja Damai, Sang Mesias juga menghadirkan sukacita, kedamaian dan harapan. Dalam keheningan batin, marilah kita merenungkan misteri Inkarnasi, Allah menjadi manusia. Allah sangat mencintai kita dan memberikan PuteraNya untuk hadir di tengah-tengah kita dan menebus dosa-dosa kita dengan wafat dan kebangkitanNya. Selamat memasuki keheningan malam natal, menyambut Yesus, Sang Juru Selamat.

“Tuhan, beranikanlah kami memasuki dan mengalami keheningan untuk memasuki misteri Inkarnasi, Emmanuel, Allah beserta kita. Ya Allah, sucikanlah hati kami untuk menjadi palungan bagi Yesus, PuteraMu. Amin”

Translate »