Header image alt text

indonesian catholic online evangelization

Rahasia Kebahagian

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on October 15, 2023
Posted in renungan  | Tagged With: ,

Minggu ke-28 dalam Masa Biasa [A]

15 Oktober 2023

Matius 22:1-14

Filipi 4:12-14, 19-20

Paulus mengakhiri suratnya kepada jemaat di Filipi dengan membagikan salah satu rahasia terbesarnya, “sebab aku telah belajar mencukupkan diridalam segala keadaan…. Aku telah belajar rahasia menghadapi kelimpahan dan kelaparan, kelimpahan dan kekurangan. (Flp. 4:11-12).” Paulus membagikan rahasia menghadapi segala situasi dalam hidupnya, dan rahasia ini membawanya pada kebahagiaan. Lalu, apa rahasia kebahagiaannya?

Seringkali, kita percaya bahwa kebahagiaan berarti mendapatkan apa yang kita inginkan. Kita bahagia ketika kita mendapatkan banyak uang atau harta benda. Kita akan sangat senang jika mendapatkan smartphone terbaru atau bisa membeli mobil baru. Kita gembira ketika kita berhasil dalam pekerjaan, bisnis, atau relasi kita. Kita yang aktif terlibat di Gereja merasa senang ketika kita mengetahui bahwa pelayanan dan kerasulan kita menghasilkan buah. Namun, ini berbeda dengan apa yang dimaksud Santo Paulus dengan kebahagiaan. Kata yang ia gunakan adalah ‘αὐτάρκης’ (autarkes), dan kata ini berarti ‘puas, cukup’. Sukacita bukanlah memiliki semua yang kita inginkan, tetapi merasa puas dan cukup dengan apa yang kita miliki.

Terlebih lagi, sang rasul menulis, “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan (Flp. 4:12).” Ia mengingatkan kita bahwa kita tidak hanya tahu bagaimana bertahan dan bertekun di masa-masa sulit dan cobaan, tetapi juga bagaimana menavigasi jalan kita di masa-masa kelimpahan. Pada hari Minggu sebelumnya, saya telah menulis tentang nasihat Santo Paulus di masa penderitaan, tetapi Santo Paulus juga memiliki nasihat untuk kita yang hidup dalam kelimpahan. Tentu saja, tidak ada yang salah dengan menikmati hal-hal duniawi dan kesuksesan, tetapi hal-hal ini juga dapat membawa kita kepada dua hal yang menghancurkan jiwa kita, yakni keserakahan dan kesombongan.

Keserakahan. Karena harta benda duniawi ini memberi kita kenyamanan dan kesenangan, mereka dapat menjebak kita ke dalam keterikatan yang berlebihan terhadap hal-hal yang bersifat sementara ini. Kita menjadi kecanduan pada kesenangan yang ditimbulkannya dan menginginkan kesenangan yang lebih dan lebih lagi. Kemudian, kita diperbudak karena kita menghalalkan segala cara untuk mencapai hal-hal duniawi ini. Kita menipu, mencuri, dan bahkan memanipulasi orang lain. Paulus sendiri memperingatkan kita, “Cinta akan uang adalah akar segala kejahatan” (1 Tim. 6:10).

Kesombongan. Kelimpahan dapat menyebabkan sifat buruk lain yang sangat berbahaya, yaitu kesombongan. Ketika kita memperoleh banyak hal melalui kerja keras, kita mulai berpikir bahwa kitalah yang bertanggung jawab atas pencapaian-pencapaian ini. Kita menganggap diri kita hebat dan memandang rendah orang lain. Kita lupa bahwa apa yang kita miliki adalah berkat Tuhan dan hanya mengandalkan kekuatan kita sendiri.

Jadi, apa rahasia Santo Paulus untuk menghadapi dua sifat jahat ini dan akhirnya mendapatkan kebahagiaan sejati? Dia menulis, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. (Filipi 4:13)” Ya, Tuhan menguatkan kita untuk bertekun di masa pencobaan, tetapi kita juga harus “di dalam Kristus” di masa kelimpahan. Apa artinya? Pertama, “berada di dalam Kristus” pada masa kelimpahan berarti kita memiliki kerendahan hati untuk mengakui bahwa kesuksesan dan harta benda kita pada dasarnya adalah berkat Tuhan. Ini adalah obat untuk melawan kesombongan. Kedua, “berada di dalam Kristus” pada masa kelimpahan berarti kita selalu mempertimbangkan apakah tindakan kita akan menyenangkan hati Yesus. Apakah mencuri uang akan menyenangkan hati Yesus? Apakah belanja dan pengeluaran yang berlebihan akan menyenangkan Yesus? Ini adalah obat untuk melawan keserakahan. Singkatnya, jika kita ingin bahagia, hiduplah di dalam Kristus, jalani hidup yang kudus.

Roma

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

ORANG YANG BAHAGIA

Posted by admin on October 14, 2023
Posted in renungan 

Sabtu, 14 Oktober 2023



Lukas 11:27-28

Yesus menyatakan siapakah orang yang berbahagia, yaitu mereka yang berani membuka hati untuk mendengarkan Suara dan merenungkan Sabda-Nya, serta melakukan kehendak-Nya.  “Tetapi Ia berkata: “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.”(Luk 11:28). Dengan demikian, mereka yang dengan setia di dalam hati dan pikirannya menghadirkan Kristus sehingga apa yang dilakukan sama dengan yang diharapkan Tuhan, maka mereka menjadi pribadi-pribadi dekat dengan-Nya.

Oleh karena itu, setiap murid Kristus, diharapkan untuk terus membangun relasi yang dekat dengan-Nya, agar dengan tulus hati mereka memikirkan dan melaksanakan kehendak Allah.  Relasi yang dekat dengan Kristus, dimulai dengan sikap rendah hati. Dengan sikap ini, setiap orang akan menyadari siapa dirinya dihadapan Allah, sebagai pribadi yang telah diciptakan ( dikehendaki )dan dikasihi oleh Allah. Sebagai tanda dan ungkapan syukur atas kasih dan pengampunan  Allah terhadap manusia,  maka mereka akan berusaha untuk melalukan kehendak Allah.

Dengan demikian, motivasi seseorang untuk melakukan kehendak Allah (pelayanan) adalah karena dorongan hati yang ingin mengungkapkan rasa syukurnya kepada Allah. Motivasi tersebut bukan dari luar (orang lain), tetapi dari dalam hatinya. Dan Allah tahu apa yang ada di dalam hati setiap orang, sehingga Dia tahu juga apakah seseorang tulus atau tidak dalam pelayanan, pengabdian, dan dalam menjalani hidupnya.
“Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.” (1 Samuel 16:7)

Didik, CM 

Secret of Happiness

Posted by Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno OP on October 14, 2023
Posted in renungan  | Tagged With: , ,

28th Sunday in Ordinary Time [A]

October 15, 2023

Matthew 22:1-14

Phil 4:12-14, 19-20

St. Paul ended his letter to the Philippians by sharing one of his greatest secrets, “I have learned, in whatever state I am, to be content …I have learned the secret of facing plenty and hunger, abundance and want. (Phil 4:12).” St. Paul is giving away the secret of facing all situations in his life, which leads him to happiness. Then, what is his secret of happiness?

Often, we believe that happiness means that we get what we want. We are happy when we earn a lot of money or material possessions. We would be thrilled if we got the latest smartphone or could buy a brand-new car. We are ecstatic when we succeed in our work, business, or relationship. Those actively engaging in the Church are pleased when we know our ministries and apostolates bear fruits. Yet, this is different from what St. Paul means by happiness. The word he used is ‘αὐτάρκης’ (autarkes), and this word means ‘contented, sufficient.’ Joy is not possessing all we desire but being contented with what we have.

Moreover, the apostle wrote, “I know how to be abased, and I know how to abound (Phil 4:12).” He reminded us that not only do we have to know how to endure and persevere in times of hardships and trials, but also to navigate our ways in time of abundances. On previous Sundays, I have written about St. Paul’s advice in times of suffering, but St. Paul also had advice for us living in abundance. Certainly, there is nothing wrong with this enjoyment of earthly things and success, but these things also may lead us to greed and pride.

Greed. Since these earthly possessions provide us comfort and pleasure, they may trap us into inordinate attachment toward these temporary things. We become addicted to the fun they induce and want more and more of it. Then, we turn to be enslaved as we justify all means to achieve these worldly things. We cheat, we steal, and even we manipulate others. St. Paul himself warns us, “The love of money is the root of evil (1 Tim 6:10).”

Pride. Abundance may lead to another very dangerous vice, that is pride. As we gain many things through hard work, we begin to think we are solely responsible for these achievements. We think highly of ourselves and look down on others. We forget that what we have are God’s blessings and rely solely on our strength.

So what is St. Paul’s secret to true happiness? He wrote, “I can do all things in Him who strengthens me. [Phil 4:13]” Yes, the Lord strengthens us to persevere in the time of trials, but we must be “in Christ” also in the time of abundance. What does it mean? Firstly, to be in Christ in a time of abundance means we put humility to recognize that our success and possessions are primarily God’s blessings. This is a remedy against pride. Secondly, to be in Christ in a time of abundance means always considering whether our actions will please Jesus. Will stealing money be pleasing to Jesus? Will excessive spending be pleasing to Jesus? This is a remedy against greed. In short, if we want to be happy, live in Christ, live a holy life.

We can do all things, both in times of suffering and abundance, in Him who strengthens us.

Rome

Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

SIKAP BERJAGA-JAGA

Posted by admin on October 12, 2023
Posted in renungan 

Jumat, 13 Oktober 2023



Lukas 11:15-26

Orang-orang Farisi menuduh Yesus mengusir setan dengan kuasa Beelzebul (kepala setan). Mereka yang menuduh Yesus tidak bisa melihat dirinya sendirinya sendiri, justru dengan sikap menolak Yesus, berarti mereka setuju dengan iblis dan telah dikuasi oleh roh jahat, sehingga mereka dibutakan hatinya dan akhirnya tidak bisa melihat kebenaran di dalam Diri Yesus yang adalah Tuhan, dimana dengan kehadiran-Nya di dunia ini menjadi tanda bahwa Kerajaan Allah telah hadir untuk umat manusia. “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu.”(Luk 11:20).

Dengan demikian, apa yang dikatakan Tuhan Yesus benar, bahwa dari pengaruh Iblis/roh jahat muncullah kebencian, kesombongan, ketidakpercayaan pada Allah, perpecahan dalam komunitas dan masyarakat, kesesatan (nilai-nilai kebenaran diabaikan), dan ketidakpedulian pada sesama. “Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata: “Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jikalau Iblis itu juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? Sebab kamu berkata, bahwa Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul.”(Luk 11:17-18).

Oleh karena itu, setiap murid Kristus didorong untuk selalu berjaga-jaga agar tidak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran jahat dari Iblis tersebut. Jika hati manusia kosong dan jauh dari Tuhan Yesus maka mereka akan mudah dikuasai oleh pengaruh jahat iblis yang targetnya untuk memisahkan manusia dengan Allah dan menolak Yesus sebagai Tuhan. “Apabila roh jahat keluar dari manusia, ia pun mengembara ke tempat-tempat yang tandus mencari perhentian, dan karena ia tidak mendapatnya, ia berkata: Aku akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu.”(Luk 11:24). Sikap berjaga-jaga bisa dilakukan dengan selalu dan setia berkomunikasi dengan Tuhan dan merenungkan Sabda-Nya (Kitab Suci). “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama.” (1 Petrus 5:8-9).

Didik, CM 

HIDUP DIHADIRAT ALLAH

Posted by admin on October 11, 2023
Posted in renungan 

Rabu, 11 Oktober 2023



Lukas 11:1-4

Tuhan Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami kepada para murid-Nya. Apa yang diharapan-Nya dengan Doa Bapa Kami? Doa Bapa Kami bukan hanya Doa, tetapi merupakan jalan untuk mencapai kekudusan dan kesempurnaan jika seseorang menjalankan nilai-nilai yang terkandung di dalam doa Bapa Kami. Pertama-tama Doa ini mengajak untuk menghayati iman akan Allah Bapa yang Maha Baik. Kedua, Doa mengajak mengarahkan hati, pikiran dan tindakan kepada Allah Bapa. Dialah yang menjadi awal dan tujuan Hidup manusia, sehingga layak untuk disembah dan dimuliakan. Ketiga, karena Dia adalah sumber dan tujuan hidup manusia, maka setiap orang diajak untuk membuka hati untuk kehadiran-Nya agar Kerajaan Allah turun di dalam kehidupan umat manusia. Jika setiap pribadi telah dirajai oleh Allah yang Maha Kasih, maka damai, kebenaran dan keselamatan akan hadir di dalam hidup manusia.

Selanjutnya, keempat setelah Allah berkenan tinggal dan merajai di dalam hari manusia, maka setiap akan rindu dan terdorong untuk mencari dan melakukan kehendak-Nya, sebab bukan lagi manusia yang hidup di dalam dirinya sendiri tetapi Allah sendiri yang bersemayan dan hidup di dalam diri mereka. Kelima, setelah seseorang memiliki iman, kedekatan dan melakukan kehendak Allah, maka ia akan tahu apa yang harus dimohonkan kepada Allah. Ia akan memohon agar dijauhkan dari hal-hal yang jahat(dosa) agar tidak terpisah dengan pendampingan Allah dan berkat-berkat-Nya. Mereja juga akan berani memohon pengampunan dan rejeki kehidupan yang cukup untuk melanjutkan perjuangan hidupnya.

Dengan demikian, Doa Bapa Kami  menyadarkan setiap orang bahwa mereka sedang berjalan dan hidup dihadirat Allah, dan akhirnya menuju kepada kepenuhan dan sempurnaan hidup, sebab Allah adalah yang empunya kesempurnaan dan kepenuhan hidup serta jaminan akan keselamatan.

Didik, CM 

Translate »