Selasa, 2 Februari 2021
Lukas 2:22-40
Maria dan Yusup membawa Yesus dan mempersembahkan-Nya ke kenisah di bait
Allah bukan sebatas mengikuti aturan agama, namun mereka mengungkapkan imannya
bahwa segala yang ada berasal dari Allah dan layak dipersembahkan kembali kepada
Allah supaya semua dikuduskan dan menjadi berkat bagi semua orang dan alam semesta.
“Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah.”(Luk 2:23). Apa yang
dilakukan oleh keluarga kudus Nasaret menjadi model cara hidup sebagai orang beriman.
Bagi keluarga yang beriman, segala sesuatu perlu diletakkan dan dibangun diatas fondasi
yang kuat, yaitu iman akan Allah yang adalah sumber kehidupan. Karena manusia
diciptakan dan berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Dengan berpegang
teguh pada iman seperti itu, maka perjalaan hidup seseorang akan diarahkan oleh RohNya, dan ia akan tahu dan sadar betapa Allah mengasihi dan mengaruniakan segala yang
baik dalam hidupnya. “Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah
supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita.”(1 Kor 2:12).
Hidup bagi orang beriman adalah sebuah kesempatan untuk mengalami anugerah
Allah dan senantiasa mengembangkan anugarah-anugerah tersebut untuk damai dan
kesejahteraan bersama, dan mempersembahkan hidupnya kembali kepada Allah. “Hamba
yang menerima lima talenta itu datang dan ia membawa laba lima talenta, katanya: Tuan,
lima telenta tuan percayakan kepadaku: lihat, aku telah beroleh laba lima talenta.”(Mat
25:20). Ketika seseorang menempatkan Allah sebagai asal dan tujuan hidupnya, maka ia
akan memanfaatkan waktu hidupnya sebaik-baiknya, bertanggungjawab dan dengan
bijaksana. “Ajarilah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh
hati yang bijaksana.”(Mzm 90:12). Tidak ada waktu sedikit pun yang tidak akan
terlewatakan dengan pendampingan dan penyertaan Tuhan, sehingga orang yang percaya
akan selalu membawa hidupnya sebagai persembahan yang berharga dihadapan-Nya.
Jika seseorang memaknai hidupnya sebagai persembahan bagi Tuhan, maka ia
akan memberikan yang hidup yang terbaik bagi-Nya, yaitu dengan melakukan apa yang
berkenan dan menyenangkan hati Allah. Dengan sendirinya ia tidak akan berbuat jahat
atau dosa, sebab kejahatan akan menjauhkan relasinya dengan Allah dan dosa akan
merusak serta menodai kesucian hidup seseorang, dan akan mengurangi nilai dirinya
sebagai persembahan untuk Allah. “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah
aku menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai
persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah
ibadatmu yang sejati.” (Roma 12:1).
Dengan selalu ada bersama dengan Tuhan, maka seseorang mengalami bahwa Dia
adalah Alfa dan Omega, awal dan akhir. Dia adalah Yesus Kristus yang menjadi jiwa
seseorang dan menjiwai seluruh hidupnya dalam pikiran, hati, kata dan tindakannya.
“Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang
akan datang, yang Mahakuasa.”(Why 1:8).
Paroki St Montfort Serawai, ditulis oleh Rm. A. Didik Setiyawan, CM