Selasa, 9 Maret 2021
Matius 18: 21-35
Allah Bapa adalah Murah hati. Oleh karena itu, pengampunan dari Allah kepada manusia adalah tanpa batas. Harapan-Nya, bahwa setiap orang yang mengenal dan percaya kepada-Nya juga memiliki karakter yang sama; murah hati, terutama dalam tindakan memaafkan atau mengampuni. “ Tuhan, sampai berapa kali akau harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali? Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”(Mat 18:22). Harapan Allah tersebut tidak lepas dari kerinduan Allah agar setiap orang bisa hidup damai dengan sesamanya. Di sanalah hadir kerajaan Allah jika setiap orang saling bermurah hati karena kasih. “Sebab Kerajaan Allah bukan soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.”(Roma 14:17).
Mengapa seseorang harus bermurah hati? Karena, Allah terlebih dahulu telah bermurah hati dengan mengampuni setiap pribadi manusia. “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.”(Lukas 6:36). Jika seseorang bermurah hati, ia ada bersama dengan Allah, dan dengan demikian ia memuliakan nama Allah. Setiap orang yang setia tinggal di dalam Allah, maka Dia akan selalu menyertainya. Ia tidak akan berkekurangan akan hal-hal yang baik, sebab ia berada bersama Allah sumber kasih dan kehidupan. “Tetapi orang-orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatu pun yang baik.”(Mazmur 34:11). Dengan demikian sikap murah hati menjadi tanda bahwa seseorang mengenal dan percaya kepada Allah.
Sikap murah hati sekaligus juga menjadi ukuran kelayakan bagi masing-masing orang untuk menerima kemurahan dari Allah. Jika seseorang semakin murah hati, maka ia pun akan semakin banyak menerima kemurahan dari Allah. Sebaliknya jika seseorang menuntup hatinya bagi saudaranya, maka hal itu berarti ia menolak kemurahan hati dari Allah. “Bukankah engkau pun harus mengasihi kawanmu seperti aku telah mengasihi engkau? Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya.”(Mat 18:33-34). Mengapa seseorang berkeras hatinya untuk sebuah pengampunan? Hati yang keras justru akan menghancurkan harapan dan mendatangkan ketidakdamaian dalam hidup. Sikap keras hati menjauhkan dirinya dari Allah akibatnya hal itu justru akan menutup banyak berkat dan pengampunan dari-Nya. “Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. “(Kolose 3:12).
Paroki St Montfort Serawai, ditulis oleh Rm. A. Didik Setiyawan, CM