Selasa, 11 Mei 2021
Secara sederhana, diskresi bisa dimengerti sebagai usaha mencari dan menemukan kehendak Tuhan dengan menggunakan semua daya manusia. Baik sadar maupun tidak, setiap manusia memiliki kecenderungan dan agenda yang sering tidak searah dengan kehendak Tuhan. Maka diskresi selalu dibarengi dengan usaha pemurnian diri. Atau dalam bahasa yang agak umum bisa dikatakan bahwa tidak akan ada diskresi tanpa penyangkalan diri yang mengandaikan pengenalan diri lenuh utuh dan jujur.
Sejak awal, Yesus sudah mempersiapkan para muridNya untuk menjadi pribadi yang mandiri dan setia pada ajaranNya. Yesus tidak pernah memanjakan mereka, karena Yesus sadar betul bahwa tanggungjawab mereka nantinya tidak mudah. Sejak awal Yesus hidup bersama mereka, agar mengenal betul siapa Dirinya. AjaranNya selalu menyapa jiwa dan bukan untuk dihafal dan diketahui semata. Yesus mengutus mereka untuk berkarya tanpa bekal apapun. Yesus menyuruh mereka berlayar menyeberani danau di malam hari dengan ombak besar. Itulah gaya Yesus membina para murid: training keras dan membiarkan mereka mengalami kerapuhan manusiawi mereka; meski Yesus selalu stand by untuk membantu. Itupun masih belum menghasilkan buah memadai. Mereka masih serba ragu dan bahkan takut. Ini terjadi karena Roh Kudus belum menjiwai mereka …
Kini saatnya mereka menerima Roh Kudus; tetapi Yesus mesti melepaskan ketergantungan mereka padaNya. Roh inilah yang akan membuka indra batin mereka untuk mengenali mana yang benar dan salah, mana dosa an yang kudus. Roh ini akan mengingatkan mereka akan semua ajaran dan kesaksian Yesus. Roh Kudus akan memampukan mereka mengenali kehendak Bapa, sebagaimana dilakukan Yesus selama hidupnya.
Dengan kata lain, Roh Kudus akan membuat mereka mampu berdiskresi: menggunakan seluruh kemampuan dirinya untuk memilah dan memilih dari sekian fakta dan informasi, untuk menentukan mana yang dikehendaki Bapa.
Di jaman sekarang, kita sangat membutuhkan rahmat diskresi ini. Kita hidup dalam tsunami informasi mengenai apapun. Kebanyakan orang hidup dalam kesibukan kronis. Kita hidup dalam pluralitas yang membuat kebenaran menjadi relatif. Kita hidup di dunia dimana seruan nilai Injil ibarat teriakan di padang gurun. Teknologi digital dengan internet dan medsosnya telah mengubah cara manusia untuk tetap eksis. Beberapa kalangan mulai memperlakukan Google seperti tuhan. Perlahan-lahan manusia mengalami lunturnya dimensi transendental dan spiritual dalam hidupnya.
Di tengah situasi itulah kita merindukan Roh Kudus. Atau lebih tepat dikatakan bahwa kita mesti lebih peka pada Roh yang sudah dianugerahkan dan kini hidup dalam diri kita. Roh Kudus akan mencerdaskan kerohanian kita guna mengenali kehendak Bapa bagi kita sekarang dan di sini.