Oleh: Didik Setiyawan, CM
Ketika seseorang berbicara tentang Salib, maka ia akan berpikir sesuatu yang buruk, sakit, dan hina. Oleh karena itu, sering kali banyak orang engan, dan tidak tertarik untuk membicarakannya. Akan tetapi betulkah Salib itu sebagai tanda penghinaan dan sesuatu yang memalukan yang harus disingkirkan? Seperti pandangan orang-orang Yahudi yang menganggap Salib sebagai malapetaka sehingga itu menjadi batu sandungan dan suatu kebodohan sehingga layak untuk dibuang. “ ..Tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan.”(1 Kor 1:23).
Bagi orang yang yang percaya kepada Yesus, salib adalah kemenangan dan sumber keselamatan. Mengapa demikian, karena lewat pengorbanan Yesus di atas kayu salib telah terpenuhi penebusan dosa manusia oleh Yesus Kristus. “Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya” (Efesus 1:7). Dengan pengorbanan Yesus di atas kayu salib, Dia telah mengalahkan kekuatan dosa yang telah menghancurkan relasi antara manusia dan Allah, dan antara manusia dengan sesamanya yang berakibat hilangnya harapan manusia untuk menerima keselamatan dari Allah. Berkat penebusan Yesus di atas kayu salib tersebut, Yesus memperbaiki dan merekonsiliasi hubungan yang sudah rusak tersebut sehingga manusia kembali menerima harapan yang telah hilang akibat dosa. Dengan demikian Salib Kristus menjadi tanda dan bukti bahwa Kasih Kristus telah mengalahkan kebencian dan dosa. Oleh karena itu, seseorang yang percaya kepada Yesus Kristus, Salib Kristus bukanlah sesuatu yang memalukan, namun sebagai tanda kemenangan.
Ketika seseorang menghayati salib sebagai kemenangan atas dosa, maka ia akan selalu menyadari bahwa kasih Kristus telah menyelamatkan hidupnya dan menjadikan dirinya sebagai orang yang berharga. Kesadaran ini menjadi pendorong orang tersebut untuk selalu bersyukur kepada Tuhan Yesus yang telah membebaskan manusia dari belenggu dosa, dan membawa juga suatu usaha pertobatan terus menerus agar hidupnya berkenan di hadapan Allah. Dengan demikian Salib selalu mengingatkan akan kedosaan manusia yang telah memporak-porandakan keharmonisan antara Allah dan manusia, dan sekaligus menjadi pengingatkan betapa besarnya kasih Allah yang tanpa batas bagi manusia yang berdosa, melalui Yesus Kristus Putera Allah, Sang Juruselamat yang telah rela difitnah, dihakimi dengan tidak adil, disiksa, memanggul salib, mengucurkan darah di palang penghinaan, dan wafat disalib. Dengan menyadari akan besarnya kasih Allah, maka orang yang tahu bersyukur akan melakukan hal-hal yang tidak mengecewakan Allah; meninggalkan dosa-dosanya dan hidup sesuai dengan martabatnya sebagai anak-anak Allah. “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah.”(1 Yoh 3:1).
Dengan demikian Salib bagi murid-murid Kristus bukan sebatas simbol atau tanda identitas belaka, namun merupakan kekuatan yang menginspirasi seseorang untuk melakukan cara hidup yang telah dimulai oleh Yesus Kristus, yaitu berani menyangkal diri dari segala macam bentuk dosa dan kesombongan, memanggul salib setiap hari, dan mengikuti cara hidup seperti yang telah dijalankan oleh Yesus Kristus. “ Kata-Nya kepada mereka: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.”(Luk 9:23). Memanggul salib berarti menerima dan mengambil tanggung jawab untuk berani berkorban demi kebaikan dan keselamatan banyak orang, seperti Yesus Kristus sendiri memikul salib untuk penebusan dan keselamatan umat manusia. Oleh karena itu Salib adalah cara dalam menjalani kehidupan dan semangat kasih Kristus yang diwariskan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya. Tidak semua orang mau dan mampu karena mereka mendalkan kekuatan dirinya sebagai manusia, namun semua bisa dilakukan jika manusia mengandalkan kekuatan Roh Allah sendiri dan siapa yang berani melakukan adalah orang-orang pilihan-Nya. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.”(Yoh 15:16).
Jika seseorang bisa menghayati Salib Kristus sebagai kekuatan, ia tidak akan sendirian dalam menjalani setiap Langkah hidupnya, karena disaat menghadapi saat-saat sulit ia merasakan Yesus yang menemaninya dalam memikul salibnya dan ketika semua berjalan lancar atau saat sukses, ia juga tidak bersikap sombong karena semua hal yang baik disadari bisa terjadi karena kemurahan Tuhan yang selalu mengajak untuk menyerahkan segala sesuatu pada kehendak-Nya. “Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.”(Mat 6:9). Dengan demikian Salib menjadi penopang semua orang beriman untuk menjalani hidupnya dan menuntun kemana hidup ini diarahkan, yaitu untuk sampai puncak kehidupan sebagai anak-anak Allah, yaitu kebangkitan dan hidup kekal. Hidup yang diarahkan kepada Allah adalah hidup yang berkenan dihadapan Allah sehingga segalanya akhirnya dipersembahkan untuk kemuliaan-Nya, seperti halnya Yesus menuju puncak Golgota untuk menarik semua orang yang percaya kepada-Nya ke dalam kebangkitan dan bersatu dengan Allah Bapa di sorga. “Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.”(Yoh 6:44).
Salib Kristus yang disematkan di dalam setiap orang yang percaya kepada-Nya mampu mengubah hidup mereka. Perubahan dimulai ketika mereka mampu merefleksikan peristiwa Yesus disalib sebagai pengalaman manusia dikasihi oleh Yesus Kristus yang telah rela berkorban demi pengampunan dan keselamatan mereka. Pengalaman dikasih oleh Tuhan membuat seseorang memiliki harapan dan suka cita, sehingga ia bisa hidup dengan semangat dan damai dalam situasi apa pun, bahkan saat dimana duka-lara datang menghampirinya. Pengamalan dikasihi Allah juga membuat manusia menerima anugerah sebagai pribadi yang bermartabat, sehingga ia akan selalu menjaga supaya martabatnya yang luhur tersebut tidak tercemar oleh kelemahan-kelemahan dan dosa. Dengan demikian, ia akan selalu menjaga hati, budi dan tindakannya dalam kekudusan. Dengan hidup kudus, maka seseorang akan bisa melihat dan merasakan dengan hatinya Allah yang penuh kasih. “Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan.(Ibrani 12:14). Dengan demikian Salib Kristus mengantar setiap orang yang menghayatinya mencapai perubahan hidup baik sejalan denga apa yang dikehendaki oleh Allah, yaitu hidup kudus di hadapan Allah.
Dengan demikian Salib Kristus mampu mengantar orang beriman hidup kudus. Kekudusan tersebut tidak berhenti pada orang itu sendiri, namun dari hatinya dan dari kesaksian hidupnya, ia akan mampu membawa pengaruh hidup yang baik pula bagi orang-orang disekitarnya. Sebab kebaikan dan kekudusan akan meluap dari dalam diri seseorang keluar dan melahirkan kebaikan-kebaikan di dalam lingkungan hidup mereka, dan keburukan-keburukan bisa dilawan dan ditangkal oleh kebaikan itu sendiri. “Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik.”(Matius 7:17). Oleh karena itu, sebagai murid-murid Kristus dipanggil untuk terus belajar menggali, dan menyadari besarnya kekuatan Salib Kristus. Salib bukan lagi hanya dipandang sebagai simbol dan benda atau asesoris yang ditampel di dinding rumah, atau sebagai perhiasan tubuh manusia, ataupun dipasang pada kendaraan dan mobil, namun Salib adalah kekuatan kasih Kristus yang telah mengalahkan dosa dan menghantar manusia pada keselamatan.