Di tengah-tengah Jumat Agung dan Minggu Paskah, Sabtu Sepi kadang terlupakan. Hanya di Syahdat Para Raus kita diingatkan bahwa Yesus “turun ke tempat penantian.” Dalam bahasa asli kalimat Syahdat ini, bahasa Yunani, kata yang digunakan adalah hades yang dimengerti sebagai tempat tinggal orang-orang yang sudah mati. Kepergian Yesus ke tempat ini mengingatkan kita akan solidaritas Putra Allah yang sudi mengalami kesepian dan kegelapan yang menjadi bagian dari kematian.
Pada Sabtu Sepi, kita dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa Yesus sudah wafat, bahwa Tuhan karena cintaNya pada manusia sudi menghadapi maut. Kalau pada Jumat Agung kita memandang dari sudut pandang Salib, pada Sabtu Sepi kita merenungkan Roh Kudus yang merupakan ikatan mahakuat antara Bapa dan Putra, yang tetap erat walaupun di dalam tempat penantian yang gelap.
Hari ini merupakan bukti bahwa di dalam kesengsaraan manusia yang paling dalam, Tuhan pun ada di sana. Tuhan tidak sungkan untuk pergi ke segala tempat. Di dalam kesedihan, keputus-asaan, kegelapan, ketakutan, kepatahan-hati, Tuhan selalu ada di sana.
Ketika saya berpartisipasi dalam program chaplaincy di rumah sakit, penasihat kami mengingatkan untuk tidak langsung bertindak untuk membawa orang keluar dari kesengsaraan. Kami diminta untuk pertama-tama berdiam bersama mereka, mengingatkan mereka bahwa mereka tidak sendiri, dan menantikan saat mereka siap untuk keluar dari kegelapan pribadi mereka.
Yesus turun ke setiap “tempat penantian” kita. Dia selalu bersama dengan kita. Dia menunggu kita untuk supaya bersama-sama bisa bangkit kembali dengan dia dalam Paskah hidup pribadi kita.