Jumat, 28 Oktober 2022



Lukas 6:12-19

Yesus memutuskan dan memilih dua belas orang dari antara murid-murid-Nya sebagai rasul, yang secara khusus mereka selalu ada bersama dengan Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah. “Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul.”(Luk 6:13). Apa yang menjadi alasan Yesus memilih mereka,  padahal yang sebagai manusia tetap memiliki kelemahan dan kekurangan. Alasannya adalah karena kemurahan hati Allah yang memilih dan menetapkan mereka supaya bisa berbuah dalam kasih, kebenaran, dan harapan. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.”(Yoh 15:16).

Dengan demikian, semua bisa terjadi karena rencana dan kehendak Allah sendiri. Bagi Allah semuanya adalah mungkin atau tidak ada yang mustahil bagi-Nya. “Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.”(Luk 1:37). Oleh karena itu, keterbatasan yang dimiliki oleh manusia bukan menjadi halangan bagi Allah untuk memilih dari antara mereka menjadi murid dan rasul-Nya. Dengan demikian yang dibutuhan adalah kesiapan dan kemauan masing-masing orang untuk memberikan diri dengan rela hati dan menyediakan diri mereka untuk menanggapi panggilan hati nurani (Allah) untuk menjadi pelayan-pelayan-Nya. Panggilan yang datang dari Allah menjadi murid-Nya bukan untuk menggejar status sosial dan fasilitasnya  namun untuk menjadi hamba bagi semua. “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”(Mrk 10:45).

Keluhuran dan keindahan dari makna menjadi murid dan rasul Kristus adalah persembahan diri untuk Allah, tanpa mengharapkan upah dan penghargaan dari siapa pun, sehingga apa yang dilakukan semata-mata untuk kemuliaan nama-Nya. “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”(Kolose 3:23). Dengan demikian tanda bahwa seseorang sudah mencapai pada kedewasaan iman adalah ketika ia telah melepaskan semua, dalam arti tidak terikat, untuk mendapatkan semua kesempatan guna melayani Tuhan di dalam hidup, pekerjaan dan lingkungan masyarakatnya.

Didik, CM